Cari Blog Ini

Rabu, 02 November 2011

Siap Mati, Siap Hidup


Dengan segala pengetahuan dan pengalaman kita, satu hal yang paling tidak bisa kita terima adalah kematian bisa terjadi kapan saja. Akibatnya, kita memiliki pengharapan yang tidak realistis akan kehidupan. Kita pikir, kita bisa merencanakan berapa lama kita akan hidup.

Kalau kita bisa memahami kebenaran hidup, maka kita cenderung tidak lagi berharap akan apa yang kehidupan bisa berikan kepada kita. Akan tiba saatnya, ketika tubuh kita pun harus kita lepas. Ini seakan seperti ketika kita tengah mendayung perahu sewaan di danau, lalu ada orang berteriak dari tepian, “Hei, perahu nomor 10, waktumu habis!”

Tak peduli betapa kerasnya kita ingin memberontak, dengan mengatakan kita belum siap; kita tak bisa menunda kematian. Kadang saya bertanya kepada orang-orang, “Berapa lama Anda ingin hidup?” Orang-orang pada usia 20 tahunan akan menjawab, “Sampai umur 60 atau 70.” Sungguh hebat seandainya saya bisa menaruh pernyataan tadi di atas kertas, sebab ketika mereka sampai pada usia 60 atau 70, mereka akan berkata, “Tidak, tidak… 80 saja.” Ketika mereka sampai 80 tahun, mereka bilang, “Jangan, jangan… 90 saja, ya.”

Sungguh aneh. Sedikit sekali orang yang siap untuk mati, padahal salah satu ciri orang bijak adalah siap mati. Ketika kita siap untuk mati, pada saat itulah kita siap untuk hidup.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! – 108 (Lagi) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar