Cari Blog Ini

Minggu, 31 Maret 2013

Kebenaran Mistikal

Ada dua cara mengetahui, yaitu mengetahui dari “tangan pertama” dan mengetahui dari “tangan kedua.” Mengetahui dari “tangan kedua” menghasilkan pengetahuan intelektual. Sedangkan mengetahui dari “tangan pertama” menghasilkan pengetahuan mistikal.

Pengetahuan dari “tangan pertama” adalah pengetahuan yang berasal dari persepsi langsung tentang Kebenaran sebagai Kebenaran atau kepalsuan sebagai kepalsuan. Persepsi langsung ini terjadi bukan melalui proses intelektual atau proses mental atau penggunaan daya-daya supranatural, melainkan perhatian total tak terbagi terhadap “apa adanya.”

Pengetahuan mistikal terjadi ketika tidak ada lagi kesadaran dualistik subjek-objek. Kebenaran mistikal tidak bisa dipahami sebagai objek (“yang dikenal”) dari subjek (“si pengenal”). Untuk dapat mengalami secara aktual Kebenaran mistikal yang pada hakikatnya “tak bisa dikenal,” maka “si pengenal”—yang tidak berbeda dari seluruh isi keterkondisian batin--secara psikologis harus berakhir. 

Ketika “si pengenal” runtuh, “yang dikenal” juga tidak ada lagi. Ketika “si pengenal” dan “yang dikenal” keduanya runtuh, maka hanya ada mengetahui atau mengalami secara aktual melampaui intelek. Kebenaran mistikal hanya bisa ditemukan secara aktual, bukan secara intelektual. 

(Dari: Kata Pengantar Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)
 

Meluap dari Hati

The good man brings good things out of the good stored up in his heart, and the evil man brings evil things out of the evil stored up in his heart. For out of the overflow of his heart his mouth speaks.


Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena apa yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.

                                  -  Yesus Kristus  

(Dari: Kitab Injil Lukas 6:45)

Rabu, 27 Maret 2013

Cinta yang Istimewa

Bai Fang Li seorang tukang becak. Ia sudah mengayuh becak miliknya selama 20 tahun. Ia bekerja tiap hari mulai pukul 6 pagi hingga pukul 7 malam. Setiap hari ia menikmati makan siang berupa dua kue kismis dan air tawa serta makan malam sepotong daging dan sebutir telur. 

Yang istimewa semasa hidupnya ialah ketika ia menyumbangkan 350 ribu RMB (sekitar Rp 455 juta) ke perguruan tinggi dan sekolah-sekolah di Tiajin untuk membiayai 300 anak miskin, agar dapat mengenyam pendidikan.

Saat berumur 90 tahun, ia kembali menyerahkan 500 RMB ke sebuah sekolah sambil berkata, "Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan."

Fang Li meninggal pada usia 93 tahun. Orang-orang menulis di foto terakhirnya, "Cinta yang istiewa dari orang yang luar biasa." Fang Li meninggalkan semangat kepedulian dan simpati yang indah. Ia telah menjadi sahabat bagi banyak orang. Semua itu dimulai dari hidup yang sederhana, namun menghasilkan dampak yang tidak sederhana. 

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan Bagi Kesehatan Jiwa jilid ke-3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi - Yogyakarta, 2012) 

Senin, 25 Maret 2013

Bersahabat

Seorang pria sangat kesal, karena anjing-anjing galak milik pemburu yang tinggal di sebelah rumahnya sering terlepas dan melukai domba-domba peliharaannya. Berkali-kali ia menyampaikan keluhan kepada sang pemburu, tetapi tidak ditanggapi. 

Karena sudah tak tahan, ia mendatangi guru bijak dan minta nasihat. "Anda ingin mendapatkan musuh atau sahabat untuk masalah ini?" tanya sang guru. "Tentu saja, aku ingin mendapatkan sahabat," jawab pria itu.

"Pulanglah dan buatlah kandang terbaik untuk domba-dombamu. Lindungi mereka, sehingga anjing-anjing pemburu tidak mungkin melukai mereka. Jika ada dombamu yang melahirkan, berikan beberapa ekor anaknya kepada keluarga pemburu itu," nasihat sang guru.

Meski membingungkan, pemilik domba mengikuti semua nasihat tersebut. Ia membuat kandang yang baik untuk domba-dombanya dan menyerahkan dua ekor anak domba untuk anak si pemburu.

Anak pemburu sangat senang menerima pemberian tetangganya. Demi keselamatan domba peliharaan anaknya, sang pemburu membuat kandang dan merantai anjing-anjingnya. Dengan cara itu, domba-domba milik pria tetangganya juga menjadi lebih aman. Malah si pemburu kini tak pernah lupa membagi daging hasil buruannya untuk sahabat barunya.

Kita akan sulit mendapatkan sahabat, jika kita sendiri tidak bersikap bersahabat dengan sesama kita. Bersahabatlah dengan semua orang, maka banyak orang akan menjadi sahabat kita. 

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan Bagi Kesehatan Jiwa jilid ke-3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi - Yogyakarta, 2012)

Sabtu, 23 Maret 2013

Bersyukur

Suatu kali saya pernah bercakap-cakap tentang rasa syukur dengan seseorang. Sebuah kalimat pendek meluncur dari mulutnya, "Nanti kalau aku sudah hidup berkecukupan, baru aku dapat bersyukur."

Baginya, bersyukur adalah sesuatu yang sulit, karena selalu dikaitkan dengan situasi di sekitarnya. Padahal, bersyukur adalah tentang hati, tentang kedalaman jiwa kita. Bukan kecukupan yang membuat kita dapat bersyukur, melainkan rasa syukurlah yang membuat kita merasa cukup.

Cobalah melakukannya. Ubahlah pemahaman yang keliru tentang bersyukur - dapatkanlah kebahagiaannya. Sebelum kita mengeluh karena lelah bekerja, ingatlah begitu banyak orang yang masih menganggur. Sebelum kita mengeluh makanan yang kita santap, ingatlah mereka yang sulit memperoleh makanan. Maka, ada begitu banyak alasan bagi kita untuk bersyukur daripada bersungut-sungut. 

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan Bagi Kesehatan Jiwa jilid ke-3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi - Yogyakarta, 2012)

Kamis, 21 Maret 2013

Kematian "Seseorang Lain"

Kami baru saja bersedih atas kematian seorang anggota panitia kami yang sangat istimewa, yang memakai nama "Seseorang Lain." Kematiannya menyisakan posisi yang sulit untuk diisi. "Seseorang Lain" telah menjadi anggota panitia sejak awal. Ia selalu melakukan lebih dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Kapan saja ada pekerjaan yang perlu diselesaikan, kapan saja uluran tangan dibutuhkan, dan kapan pun perlu telinga untuk mendengarkan - dari bibir setiap orang meluncur kalimat, "Biarlah 'Seseorang Lain' yang melakukannya." Jika ada kebutuhan tenaga relawan, setiap orang merasa yakin, "Seseorang Lain" bersedia memenuhinya.

"Seseorang Lain" adalah pribadi yang dikagumi. Tetapi, seorang pribadi punya batas tertentu untuk melakukan banyak hal. Kalau kita jujur akan hal itu, kita harus mengakui, kita terlalu banyak berharap dari "Seseorang Lain." Mungkin sikap kita itulah yang telah membunuhnya. (Victorian Rose News)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)

Rabu, 20 Maret 2013

Semua Bermula dari Lima

Sun Tzu, ahli strategi perang China, memberikan perumpamaan yang sangat indah. Menurutnya, hanya ada lima nada musik dasar, tetapi ketika kelima nada dikombinasikan dengan perubahan tata urutan menjadi lagu-lagu, kita akan sulit mendengarkan semuanya.

Hanya ada lima warna utama, tetapi pencampuran dan perpaduan kelima warna akan menghasilkan begitu banyak lukisan, sehingga kita sulit memandangi seluruhnya.

Hanya ada lima rasa dasar, tetapi perpaduan dan pencampuran kelima rasa akan menghasilkan begitu banyak rasa, sehingga kita tidak mungkin merasakan semuanya.

Seperti itulah relasi dalam kehidupan. Ketika kita dapat mengombinasikan dan merangkai setiap potensi yang ada, hasilnya adalah keindahan. Persahabatan adalah kesempatan, agar kita dapat mengembangkan keindahan, sehingga melaluinya kita dapat menikmati nada-nada, warna-warni, dan keindahan yang mengagumkan.

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan Bagi Kesehatan Jiwa jilid ke-3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi - Yogyakarta, 2012) 

Senin, 18 Maret 2013

Vitamin bagi Jiwa

Saya sangat menikmati kebersamaan dengan banyak orang. Namun, saya berusaha tidak menggantungkan diri pada orang lain. Jika kita menggantungkan diri pada orang lain berarti kebahagiaan kita bergantung pula pada mereka.

Jika kita menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain, hal berikutnya yang akan kita lakukan, sadar atau tidak, adalah menuntut orang lain melakukan sesuatu untuk kebahagiaan kita. Tahap selanjutnya, kita mulai dipenuhi rasa takut: takut kehilangan, takut diabaikan, takut ditolak. Semua itu akan menjadi hal yang sangat menguasai diri kita.

Cinta sejati melenyapkan ketakutan. Bila ada cinta, tidak ada keharusan, tuntutan, dan ketergantungan. Dapatkah seseorang dikatakan mencintai, jika orang yang dicintainya menjadi tergantung padanya, sehingga tidak bebas menjadi dirinya  sendiri?

Karena itu, jadikanlah cinta sejati sebagai vitamin bagi jiwa. Orang yang memiliki cinta sejati akan mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan Bagi Kesehatan Jiwa jilid ke-3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi - Yogyakarta, 2012)

Minggu, 17 Maret 2013

Kerendahan Hati

Fransiskus Asisi baru saja selesai berdoa dan hendak meninggalkan hutan. Masseo, seorang pengikut Fransiskus, bermaksud menguji kerendahan hati Fransiskus, maka ia menemuinya dan seraya bergurau ia bertanya, "Mengapa engkau diikuti?"

"Apa maksudmu?" tanya Fransiskus. Masseo menjawab, "Maksud saya, mengapa seluruh dunia mengikuti engkau dan mengapa setiap orang ingin melihat, mendengarkan, dan menaatimu? Engkau kan tidak ganteng, tidak pintar, dan tidak berdarah bangsawan. Mengapa seluruh dunia ingin mengikutimu?" 

Mendengar itu, meluaplah kegembiraan hati Fransiskus. Ia berlutut, memuji dan  bersyukur kepada Allah. Dalam kehangatan roh ia berkata, "Engkau ingin tahu mengapa seluruh dunia mengikutiku? Ini dianugerahkan kepadaku karena Allah yang Mahatinggi, setelah meneliti yang baik dan yang jahat di segala tempat, tak dapat menemukan di antara para pendosa seseorang yang lebih bejat, tiada berguna dan lebih berdosa daripada diriku. Allah memakaiku sebagai alat bagi karya mengagumkan yang hendak dilaksanakanNya untuk mengalahkan kebangsawanan, kebesaran, kuasa, keindahan, serta kebijaksanaan dunia ini. Ia memilihku agar orang memahami bahwa setiap keutamaan dan setiap hal yang baik keluar dari Allah sendiri dan bukan dari suatu makhluk." (Stephen  Clissold, ed., The Wisdom of St. Francis and His Companions

(Dari: Buku Meditasi bersama Fransiskus dari Asisi - Tuntunan Bermeditasi menurut Spiritualitas Fransiskan, karya Joseph M. Stoutzenberger dan John D. Bohrer. Penerbit SEKAFI, 2007) 

Kamis, 14 Maret 2013

Harga Sebuah Keajaiban

Sally, 8 tahun, mendengar orangtuanya sedang berbicara tentang adik lelakinya, Georgi, yang sedang sakit parah dan perlu dioperasi. Namun, mereka tidak punya biaya untuk itu. Sally mendengar ayahnya berkata, "Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan Georgi."

Sally mengambil kotak tabungan dan menghitung semua uangnya. Ia lalu pergi ke apotek. "Apa yang kamu perlukan?" tanya apoteker. 

"Adik saya sakit. Saya mau membeli keajaiban. Kata ayah, hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan nyawa adik saya. Berapa harganya?" ujar Sally.

"Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil," kata apoteker.

Seorang pria berpakaian rapi yang mendengar pembicaraan itu bertanya, "Keajaiban seperti apa yang dibutuhkan adikmu?"

"Saya tidak tahu. Saya hanya tahu ia sakit parah dan kata ayah ia perlu dioperasi. Orangtua saya tidak punya uang, tetapi saya punya," jawab Sally.

"Berapa uang yang kamu punya?" tanya pria itu.

"Satu dollar dan sebelas sen," kata Sally dengan bangga.

"Kebetulan sekali," ujar pria itu sambil tersenyum. "Satu dollar dan sebelas sen harga yang pas untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu." Ia mengambil uang Sally, memegang tangannya dan berkata, "Bawa adikmu ke sini. Saya ingin bertemu dengannya dan orangtuamu."

Pria itu adalah dr. Carlton Armstrong, ahli bedah terkemuka di Amerika Serikat. Operasi berlangsung singkat dan tanpa biaya. Georgi segera kembali ke rumah dalam keadaan sehat. 

Orangtuanya sangat bahagia. Sally tersenyum. Ia tahu pasti berapa harga keajaiban tersebut: satu dollar sebelas sen, ditambah dengan keyakinan.

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)
 

Rabu, 13 Maret 2013

Kas Nurani

Tahun 1811, seorang pria mengirim uang sebesar US$ 5 ke bagian Bendahara Departemen Keuangan Amerika Serikat, disertai tulisan yang menjelaskan bahwa ia telah membohongi pemerintah dalam pembayaran pajak.

Sejak kejadian itu, bagian Bendahara Departemen Keuangan Amerika Serikat telah menerima lebih dari lima juta dollar sebagai sumbangan dari masyarakat yang perlu menenangkan nurani mereka, akibat teguran halus dalam batin mereka. (saduran dari Readers' Digest)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
 

Sadar




Jika Anda menyadari bahwa diri Anda tidak sadar, sebenarnya Anda sadar. 

  - Dr. Robert Anthony
 psikoterapis & penulis buku tentang pikiran dan rahasia kesuksesan


 (Dari: Buku Untaian 1000 Kata Bijak, karya Dr. Rm. Sudi Yatmana. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2007)
 

Senin, 11 Maret 2013

Pilihan Hidup



Jose Mujica
Sebagian besar politisi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, biasanya memiliki gaya hidup yang sangat berbeda dengan rakyat pemilihnya: tinggal di rumah mewah, pakaian mahal, mobil mewah, dan gaji besar. Namun, semua hal itu tidak berlaku bagi Presiden Uruguay, Jose Mujica. Sejak dilantik menjadi presiden pada 2010 lalu, politisi berusia 77 tahun ini layak mendapat gelar presiden termiskin di dunia.

José Alberto Mujica Cordano, nama lengkapnya, mendonasikan 90 persen gajinya setiap bulan, yaitu 12.000 dollar AS atau hampir Rp 120 juta, untuk rakyat miskin dan pengusaha kecil. Ia sendiri setiap bulan hanya menerima kurang dari Rp 800.000.


Tak hanya itu, ia juga menolak tinggal di kediaman resmi kepresidenan di ibu kota, Montevideo. Mujica lebih memilih tinggal di tanah pertanian di luar ibu kota. Bahkan, jalan menuju kediaman Mujica belum dilapisi aspal.

Tak ada penjagaan ketat pasukan elite kepresidenan. Hanya dua polisi dan anjingnya yang hanya memiliki tiga kaki, Manuela, yang terlihat mengawasi di pintu masuk pertaniannya. Mujica dan istrinya bahkan menanam sendiri bunga-bunga yang menjadi pemasukan baginya.

Apa alasan Mujica memilih hidup sederhana meski jabatannya adalah seorang presiden? "Hampir seluruh hidup saya habiskan dengan cara seperti ini. Saya bisa hidup baik dengan apa yang saya miliki saat ini," kata Mujica sambil duduk di sebuah kursi tua di kebunnya. 

Pada 2010, ketika kekayaan pribadinya diumumkan—yang merupakan kewajiban pejabat publik Uruguay, saat itu total kekayaan Mujica hanya 1.000 dollar AS atau kurang dari Rp 10 juta. Uang sebanyak itu hanya bisa digunakan untuk membeli sebuah mobil VW Beetle keluaran 1987.

Setelah dua tahun menjadi presiden, kekayaan Mujica memang bertambah. Itu pun setelah dia menambahkan aset milik istrinya berupa tanah, beberapa traktor, dan sebuah rumah. Kekayaannya mencapai 215.000 dollar AS atau sekitar Rp 2 miliar, masih terbilang miskin untuk seorang kepala negara. Bahkan, kekayaan Wapres Daniel Astori dua pertiga kali lebih besar ketimbang orang nomor satu itu.

Mujica muda adalah anggota pemberontak Tupamaros, kelompok berhaluan kiri yang terinspirasi revolusi Kuba. Ia pernah enam kali tertembak dan mendekam 14 tahun di  penjara. Masa di dalam penjara itulah yang menurut Mujica membentuk kepribadian dan pandangan hidupnya.

"Ini adalah soal kebebasan. Jika Anda tak memiliki banyak barang, Anda tak perlu bekerja keras untuk mempertahankannya dan bekerja seumur hidup layaknya budak. Dengan cara ini, Anda memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri," katanya.

Orang miskin adalah mereka yang bekerja hanya untuk menjaga gaya hidup mewahnya dan selalu menginginkan lebih. - Jose Mujica 


(Sumber: www.kompas.com, 16 November 2012)

Kamis, 07 Maret 2013

Sekantong Kentang

Seorang guru meminta murid-muridnya membawa satu kantong plastik bening ke sekolah. Ia lalu meminta setiap murid memasukkan sebutir kentang ke dalam kantong plastik itu untuk setiap orang yang tidak mau mereka maafkan. Mereka diminta menuliskan di kentang itu nama orang yang tidak mau dimaafkan dan tanggal kejadiannya.

Beberapa anak mendapati kantongnya ringan, karena hanya berisi beberapa butir kentang. Tetapi banyak juga anak yang isi kantong plastiknya melebihi beban. Mereka diminta membawa kantong plastik bening itu ke mana pun mereka pergi selama seminggu. Kantong itu harus ada di sisi mereka saat tidur, di meja mereka saat belajar, dan ditenteng saat berjalan.

Lama-kelamaan, kondisi kentang-kentang dalam kantong plastik semakin tak menentu. Banyak kentang membusuk dan menimbulkan bau tak sedap. Hampir semua anak mengeluhkan kegiatan ini. 

Akhirnya, setelah seminggu berlalu, semua anak agaknya memilih untuk membuang kantong plastik dengan seluruh isinya itu, daripada menyimpannya terus-menerus.

(Dari: Buku Semangkuk Mie Kuah - Rangkaian Cerita Pemuas Jiwa yang Lapar, karya Y. Rumanto. Penerbit Obor, 2008)  

Kebencian

Kebencian tidak menyakiti yang dibenci, justru menyiksa yang membenci.

            - Maharishi Mahesh Yogi (1918-2008), Guru spiritual India


(Dari: Buku Untaian 1000 Kata Bijak, karya Dr. Rm. Sudi Yatmana. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2007)

Selasa, 05 Maret 2013

Pergumulan Batin

Kebanyakan orang memiliki pergumulan batin yang berlarut-larut. Orang bergumul dengan rasa bersalah, terluka, sakit hati, dendam, khawatir, gelisah, benci, malas, bosan, takut, kelekatan, ,konflik, ambisi, dan seterusnya. Setiap daya upaya seperti menolak, membuang, menekan, mengalihkan, mengatasi, melupakan, tidak mau tahu, atau lari daripadanya; justru menjauhkan pemahaman langsung akan pergumulan yang dihadapi. Karena itu, pergumulan batin perlu dipahami secara langsung, tanpa daya upaya.

Pergumulan sering mendera batin yang biasa memupuk harapan atau cita-cita. Batin yang selalu mencari kenikmatan, selalu mencari kepastian, selalu mencari kepuasan, selalu ingin berbuat baik atau tampil sempurna, biasanya hidup dalam ketegangan terus-menerus. Cita-cita psikologis, gagasan-gagasan psikologis, atau harapan-harapan psikologis justru menciptakan ketegangan dalam menjalani kehidupan.

Sekali kita menciptakan gagasan, harapan, cita-cita, maka muncullah daya upaya. Daya upaya merupakan bentuk penguatan ego atau diri. “Si aku” diperkuat, “si aku” yang berkemauan, “si aku” yang berkehendak, “si aku” yang berjuang, “si aku” yang bergumul. Bisakah kita melihat Kebenaran tanpa menciptakan gagasan? Kalau batin menyadari proses terbentuknya daya upaya dan mengakhirinya, barangkali di sana ada kemungkinan batin bebas dari pergumulan.

Mengapa batin suka menciptakan gagasan? Bukankah itu merupakan suatu kebiasaan? Sesuatu dihadirkan di hadapan kita, segera muncul kebiasaan untuk menciptakan gagasan, teori, kesimpulan tentang hal itu. 

Batin juga suka menciptakan gagasan, karena batin ingin mendapatkan hasil secara cepat. Batin ingin sesuatu yang pasti. Maka batin lebih suka menciptakan pegangan dalam bentuk gagasan, teori, keyakinan, dan pengetahuan. Ketika pegangan dipertanyakan, munculah kebingungan dan kegelisahan. Batin menghindari ketidakpastian, mencari rasa aman bagi dirinya sendiri dengan menciptakan daya upaya untuk mengejar hasil. Secara psikologis kita terbiasa berjuang sejak kecil.

Batin kita dipenuhi gagasan-gagasan yang membenarkan bahwa kebebasan, kedamaian, pencerahan mesti dicapai lewat perjuangan. Tidak bisa disangkal, untuk bisa berhasil dalam hidup, orang harus memiliki daya juang, tidak lemah, tidak mudah menyerah. Tetapi sungguhkah daya upaya berguna dalam olah kejiwaan?

Semua kenikmatan dan kepahitan hidup merupakan hasil daya upaya. Apa saja yang diperoleh lewat daya upaya bersifat material. Hal-hal yang sungguh-sungguh spiritual tidak diperoleh lewat daya upaya, perjuangan, atau pergulatan. Mengejar hal-hal spiritual adalah perluasan dari tujuan-tujuan material yang dipersepsikan sebagai lebih tinggi, lebih suci, dan lebih agung. Kedamaian, kebebasan, pencerahan, kesucian lalu menjadi objek pencarian dan pergulatan tiada akhir.

Batin yang sarat gagasan, merasa aman, merasa pasti, merasa bingung, dan mengejar hasil; tidak mampu melihat langsung Kebenaran. Sedangkan batin yang bebas gagasan, mampu melihat langsung Kebenaran tanpa daya upaya, dan Kebenaran itu dengan seketika membebaskan. Batin yang bebas dari pergumulan mampu menemukan kedamaian di tengah aktivitas perjuangan. Bisakah kita menjalani kehidupan sehari-hari dengan bebas dari pergumulan?  

(Dari: Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)

Minggu, 03 Maret 2013

Mendengar Suara Tuhan

Ketika zaman telegraf sedang berjaya, ada seorang anak muda yang begitu mencintai sandi-sandi morse dan bermimpi dapat bekerja di perusahaan telegraf. Suatu hari, perusahaan mengumumkan sebuah lowongan pekerjaan dan anak muda itu melamarnya.

Saat memasuki perusahaan telegraf, ia terkagum-kagum melihat para karyawan sibuk bekerja dan terdengar ramai suara-suara sandi morse. Ternyata, banyak peminat pekerjaan tersebut. Mereka telah menunggu untuk melakukan wawancara. Resepsionis meminta anak muda itu mengisi formulir dan duduk bersama para pelamar lain.

Ketika usai mengisi formulir, tiba-tiba anak muda itu berdiri dan segera masuk ke ruang wawancara tanpa menunggu dipanggil. Para pelamar lain bertanya-tanya, apalagi beberapa saat kemudian, diumumkan bahwa pemuda itu yang mendapat pekerjaan.

Para pelamar lain protes. Manajemen memberi penjelasan, "Anak muda ini datang bukan hanya menunggu dipanggil, tetapi ia benar-benar menguasai dan mencintai sandi-sandi morse. Dari tadi kami sudah memberi informasi melalui sandi morse yang berbunyi, 'Jika Anda sudah selesai mengisi formulir, silakan masuk untuk diwawancarai.' Anak muda ini menangkap informasi tersebut, sedangkan kalian tidak."

Mari kita belajar seperti anak muda yang mencintai sandi morse itu. Ketika datang kepada Tuhan, kita bukan hanya sibuk dengan permintaan dan pikiran kita sendiri, melainkan mengarahkan telinga rohani kita untuk mendengarkan suara-Nya.

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)
 

Sabtu, 02 Maret 2013

Menerima Apa Adanya

Dunia menjadi tempat yang sangat indah dan nyaman dihuni, 
bila kita bisa menerima orang lain apa adanya.

     - Chandra Mohan Jain/Osho Rajneesh (1931-1990), Guru spiritual India



 (Dari: Buku Untaian 1000 Kata Bijak, karya Dr. Rm. Sudi Yatmana. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2007)