Cari Blog Ini

Selasa, 31 Desember 2013

War is Over, If You Want It

So this is Christmas
And what have you done?
Another year over
And a new one just begun
 
And so this is Christmas
I hope you have fun
The near and the dear one
The old and the young

A very Merry Christmas
And a happy New Year
Let's hope it's a good one
Without any fear

And so this is Christmas
For weak and for strong
For rich and the poor ones
The world is so wrong
 
And so happy Christmas
For black and for white
For yellow and red ones
Let's stop all the fight 

A very merry Christmas
And a happy New Year
Let's hope it's a good one
Without any fear

And so this is Christmas
And what have we done?
Another year over
A new one just begun 

And so happy Christmas
We hope you have fun
The near and the dear one
The old and the young 

A very merry Christmas
And a happy New Year
Let's hope it's a good one
Without any fear

War is over, if you want it
War is over now

(Lagu Happy Christmas oleh John Lennon)
Happy New Year 2014
Let's hope it's a good one, without any fear 
 

Saudaraku

Leo Tolstoy (1828-1910), penulis terkemuka asal Rusia, sedang melintasi jalan, ketika seorang pengemis menghentikannya dan minta sedekah. Tolstoy mencari koin di kantongnya, tetapi tidak menemukan satu pun. 

Dengan nada menyesal ia berkata, "Tolong jangan marah kepada saya, saudaraku. Saya tidak memiliki uang. Kalau saya memilikinya, tentu saya akan memberikannya kepadamu dengan gembira."

Wajah pengemis itu menjadi bersinar-sinar. Katanya, "Anda telah memberi saya lebih dari yang saya minta. Anda memanggil saya, saudaraku."

Perkataan yang keluar dari mulut seseorang adalah benih yang ditabur. Kata-kata dapat menyembuhkan dan memberi kehidupan, namun dapat juga menjatuhkan seseorang. Perkataan yang Anda tabur hari ini akan menjadi tuaian di masa depan.

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 
 

Sabtu, 28 Desember 2013

Semakin Banyak Orang Berbohong

Menurut sebuah survei yang dimuat di harian USA Today, jumlah orang Amerika Serikat yang berbohong dan dibohongi ternyata lebih banyak daripada yang disadari.

Mengambil data statistik dari buku Hari di mana Amerika Mengatakan Kebenaran, suratkabar itu melaporkan 91% orang Amerika berbohong secara rutin:

* 36% berbohong tentang hal yang penting dan berbahaya
* 86% berbohong secara teratur kepada orangtua mereka
* 75% berbohong kepada teman
* 73% berbohong kepada saudara
* 69% berbohong kepada pasangan mereka
* 81% berbohong tentang perasaan mereka
* 43% berbohong tentang pendapatan mereka
* 40% berbohong tentang seks

Penelitian lain dari Asosiasi Manajemen Amerika mengungkapkan, dunia usaha di Amerika Serikat mengalami kerugian U$ 10 miliar setiap tahun karena pencurian yang dilakukan karyawan dan penyogokan. Selain itu, kerugian lebih dari U$ 4 miliar karena penggelapan, lebih dari U$ 2,5 miliar karena pencurian, lebih dari U$ 2,5 miliar karena pengutilan (orang yang mencuri di toko), lebih dari U$ 1,3 miliar karena pembakaran, dan U$ 500.000 karena penipuan melalui komputer.

Tak ada warisan yang begitu kaya seperti kejujuran. (William Shakespeare

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 

Kamis, 26 Desember 2013

Menyenangkan Tuhan

Ya Tuhan dan Allahku,
aku tak tahu ke mana aku pergi.
Aku tak melihat jalan di depanku,
aku tak tahu dengan pasti di mana jalan ini berakhir.
Aku malah sungguh tak tahu tentang diriku.
Aku mengira aku mengikuti kehendak-Mu,
tetapi itu tidaklah berarti aku benar-benar telah melakukannya.

Namun aku percaya,
hasratku untuk menyenangkan-Mu, memang sungguh menyenangkan-Mu.
Aku berharap, semoga aku selalu mempunyai hasrat itu 
dalam segala hal yang aku lakukan. 

Aku berharap, semoga aku tak pernah mengerjakan sesuatu pun
yang terpisah dari hasrat untuk menyenangkan-Mu.
Dan aku tahu, apabila aku melakukannya, 
Engkau akan membimbing aku di jalan yang benar,
walau aku tak tahu apa pun tentang hal itu. 

Aku akan percaya kepada-Mu selalu, ya Tuhan.
Kendati kelihatannya aku kesasar,
dan berada dalam bayang-bayang kematian.
Aku tidak takut, karena Engkau selalu bersamaku,
Engkau tak akan pernah meninggalkanku,
ketika aku sendirian menghadapi marabahaya.

<Thomas Merton (1915-1968), penulis dan mistikus Anglo-Amerika>

(Dari: Buku Menyongsong Pagi - Persembahan Harian 2014, penerbit Sekretariat Nasional Kerasulan Doa Indonesia)
              

Minggu, 22 Desember 2013

Lupa untuk Hidup

Edith Schaeffer (1914-2013) menulis dalam What is a Family?:
Kami kenal satu keluarga di Lausanne, Swiss, sekitar dua puluh tahun silam, seorang ibu dengan dua anaknya yang tinggal di apartemen. Suami ibu itu importir yang sebagian besar waktunya dihabiskan dalam perjalanan keliling dunia. 

Ketika anaknya bertanya, "Mengapa ayah tidak bisa bekerja lebih sedikit dan menghabiskan waktu bersama dengan kami?" Jawaban sang ayah, "Ayah harus mengumpulkan uang, supaya kalau ayah meninggal, kalian punya cukup uang."

Kita semua tahu contoh-contoh keluarga, di mana ayah dan ibu bekerja sampai 'kita punya satu mobil lagi,' atau sampai 'kita melunasi rumah ini,' atau sampai 'kita membeli vila'....

Bulan demi bulan berlalu, tahun demi tahun berganti.... Orang-orang dalam keluarga seperti itu pun tak akan pernah mengalami bagaimana rasanya memiliki ibu yang membuka pintu depan dan berkata, "Hai! Bagaimana kegiatanmu hari ini? Ibu membuat roti gulung jeruk.... Ayo masuk dan minum segelas susu." Hal terbaik yang dapat Anda berikan kepada anak-anak Anda adalah Anda.

Demi memperoleh kehidupan yang layak, orang lupa untuk hidup.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)

Rahasia Kecantikan

Seorang wanita tua dengan wajah cantik ditanya mengenai jenis kosmetik yang dipakainya. Ia menawarkan resep berikut sebagai jawabannya, "Saya menggunakan kebenaran untuk bibir saya, doa untuk suara saya, belas kasihan untuk mata saya, kemurahan hati untuk tangan saya, dan kasih untuk hati saya. Resep ini dapat diperoleh tanpa biaya dan persediaannya akan bertambah seiring pemakaian secara terus-menerus."

Perhiasan seorang wanita adalah kecantikan batiniahnya (inner beauty). Wanita yang bijak memiliki karakter lemah lembut dan penguasaan diri dalam segala hal, sehingga keberadaannya senantiasa menjadi berkat bagi banyak orang.

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 

Selasa, 17 Desember 2013

Tidak Memihak

Pangeran Ping bertanya kepada Qi Huang Yang, "Seorang pejabat pengadilan diperlukan di daerah Nanyang. Menurutmu, siapa yang harus saya pilih untuk menduduki posisi ini?"

"Mintalah Xie Hu. Ia orang yang paling tepat. Saya yakin, ia dapat melakukan pekerjaan ini," jawab Huang Yang tanpa ragu. 

"Bukankah Xie Hu adalah musuhmu? Mengapa kau merekomendasikan dia?" tanya Pangeran Ping lagi.

"Pangeran bertanya kepada saya siapa yang dapat melakukan pekerjaan ini dengan baik, bukan bertanya apakah Xie Hu adalah musuh pribadi saya atau bukan!"

Pangeran Ping menunjuk Xie Hu menjabat di daerah Nanyang. Xie Hu memberi banyak sumbangan kepada kesejahteraan masyarakat setempat. Mereka semua memujinya.

Setelah beberapa waktu, Pangeran Ping kembali bertanya kepada Huang Yang, "Ada posisi hakim yang kosong di pengadilan kerajaan. Menurutmu, siapa yang dapat mengisi posisi ini?"

"Qi Wu akan melakukan pekerjaan dengan baik."

Pangeran Ping sekali lagi berpikir, ini adalah jawaban yang ganjil. "Bukankah Qi Wu adalah putramu?"

"Pangeran bertanya kepada saya siapa yang dapat menduduki posisi ini, maka saya merekomendasikannya. Pangeran tidak bertanya, apakah dia putra saya atau bukan!"

Pangeran Ping kemudian menunjuk Qi Wu untuk menduduki posisi tersebut. Setelah ia menjadi hakim, Qi Wu melakukan pekerjaanya dengan baik dan rakyat menerima dia dengan gembira.

Ketika Confucius mendengar tentang dua kejadian itu, ia memuji Qi Huang Yang, katanya, "Perkataan Huang Yang sungguh luar biasa! Ketika ia membuat rekomendasi, ia menggunakan jasa sebagai satu-satunya standar. Ia tidak menarik dukungannya karena prasangka. Ia juga tidak takut terhadap kritik, sehingga ia menarik rekomendasi bagi putranya. Orang seperti Qi Huang Yang benar-benar tidak memihak!" (Chinese Allegories Tales)

Menjaga kemurnian hati merupakan hal yang tidak mudah. Orang cenderung mencari keuntungan dan posisi aman bagi dirinya sendiri, yang menghalanginya untuk bisa bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan.

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 

Rabu, 11 Desember 2013

Cinta

Cinta hanya mungkin tumbuh dalam kebebasan hati yang tidak diliputi kekhawatiran dan ketakutan.

(Dari: Buku Merenung Sejenak - 200 Inspirasi yang Mengubah Hidup Anda, Membuat Hidup Anda Semakin Tenteram, karya YPB. Wiratmoko. Penerbit Obor, 2008)

Buah Durian

Seorang murid terkejut, ketika melihat Sang Guru berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kebiasaan berkata-kata kasar.

"Mengapa Guru berkumpul dengan mereka?" tanyanya.

Sang Guru tersenyum dan menjawab, "Seorang yang ingin makan buah durian dan takut dengan kulit luarnya yang kasar dan berduri tajam, ia tak akan pernah merasakan enaknya buah durian."

(Dari: Buku Merenung Sejenak - 200 Inspirasi yang Mengubah Hidup Anda, Membuat Hidup Anda Semakin Tenteram, karya YPB. Wiratmoko. Penerbit Obor, 2008)

Kamis, 05 Desember 2013

Rahasia Keberhasilan

Boswell, pemilik toko perkakas, mencari seorang pemuda untuk bekerja di tokonya. Beberapa lusin pemuda merespons iklannya, namun akhirnya ia mempersempit pilihan menjadi tiga calon: Ted, John, dan Bob.

Kemudian ia menyusun tes terakhir. Ia memberi mereka masing-masing sebuah obeng baru dengan rancangan inovatif. Obeng itu harus diantar ke Henderson di 314 Maple Street.

Selang beberapa jam, Ted menelepon toko untuk bertanya apakah nomornya betul 413 bukan 314? Belakangan, ia kembali ke toko dengan mengatakan tidak ada rumah Henderson dengan alamat itu.

Ketika John kembali ke toko, ia melaporkan bahwa nomor 314 adalah sebuah rumah duka. Memang Henderson pernah tinggal di nomor 314-1/2, tetapi sudah pindah.

Bob membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dua pemuda lain itu. Ia mendapati alamat baru Henderson dan pergi ke sana. Henderson tidak ingat telah memesan obeng, namun ketika Bob menjelaskan spesifikasi unik dari obeng itu dan harganya, Henderson memutuskan untuk membelinya.

Pemuda mana yang diterima bekerja di toko Boswell? Tentu saja: Bob. Ia diberi tugas dan melaksanakannya dengan baik. Jangan biarkan rintangan apa pun menghentikan langkah Anda mencapai sasaran-sasaran Anda. Keteguhan dan kesabaran akan menghasilkan upah.

Rahasia keberhasilan adalah melakukan hal-hal biasa dengan luar biasa baik.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)  
 

Senin, 02 Desember 2013

Sia-Sia

Seekor rubah gemuk dan sehat menginginkan buah anggur yang besar-besar dan ranum di sebuah kebun berpagar rapat yang bukan miliknya. Setelah mengelilingi kebun itu, rubah menemukan sebuah lubang untuk masuk ke kebun, tetapi lubang itu terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya.

Ia mencari akal. Tak ada cara lain, kecuali ia harus mengecilkan tubuhnya. Ia mulai mengurangi makan dan minum beberapa hari lamanya. Kemudian, ia baru bisa memasuki kebun itu.

Setelah berada di dalam kebun anggur, rubah sangat gembira. Ia makan buah anggur sepuas-puasnya. Setelah beberapa hari berada di kebun anggur, tubuh rubah mulai gemuk kembali.

Sekarang, ia ingin keluar dari kebun anggur. Terpaksa ia harus mengurangi makan dan minum lagi selama beberapa hari, supaya bisa keluar dari kebun anggur melalui lubang yang sama.

Tubuh rubah menjadi kurus dan lemah. Ia menyesali perbuatannya yang sia-sia. Setelah berada di luar kebun anggur, rubah berkata, "Seandainya aku tak ingin makan buah anggur di kebun yang bukan milikku itu, tentu tubuhku tetap gemuk dan sehat."

(Dari: Buku Merenung Sejenak - 200 Inspirasi yang Mengubah Hidup Anda, Membuat Hidup Anda Semakin Tenteram, karya YPB. Wiratmoko. Penerbit Obor, 2008)

Senin, 25 November 2013

Membuka Jalan

Oliver Goldsmith (1728-1774) adalah putra seorang pengkhotbah miskin. Ia dianggap anak yang sensitif, tetapi kurang waras. Kepala sekolahnya menjuluki Oliver "anak bodoh." 

Oliver meraih gelar sarjana, walaupun lulus sebagai juru kunci di kelasnya. Ia ditolak menjadi pengkhotbah. Menjajal bidang hukum, di sini pun ia ditolak. Ia meminjam pakaian untuk mengikuti ujian menjadi asisten di rumah sakit, tetapi gagal juga.  

Oliver hidup dalam kemiskinan, sering sakit, bahkan pernah menggadaikan pakaiannya untuk membeli makanan. Satu hal yang ingin ia lakukan lebih dari segalanya adalah menulis. Ia lalu membuka jalan baru dalam kehidupannya.

Ia melesat meninggalkan masa lalunya, menjadi sejajar dengan para penulis besar sepanjang masa. Novel terkenalnya The Vicar of Wakefield ditulis tahun 1766. Kadangkala sebuah jalan terbuka lebar bagi Anda. Namun, kali lain Anda harus membuka jalan sendiri.

Janganlah pergi ke mana suatu jalan menuju - melainkan pergilah ke mana tidak ada jalan dan tinggalkanlah jejak.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)    

Kamis, 21 November 2013

Mengetahui yang Dapat Diabaikan

The Mysterious Island, sebuah novel karya Jules Verne, berkisah tentang lima pria yang melarikan diri dari sebuah kamp penjara Perang Sipil dengan membajak sebuah balon udara.

Segera mereka menyadari, angin membawa mereka ke atas laut. Seiring berlalunya waktu, mereka melihat garis cakrawala menjauh. Mereka juga sadar, balon terbang merendah.

Karena mereka tak dapat memanaskan udara dalam balon supaya balon itu kembali naik, mereka mulai melemparkan beberapa barang untuk mengurangi kelebihan berat. Sepatu, mantel, dan senjata dibuang dengan berat hati. Namun, mereka gembira karena balon itu mulai naik kembali.

Tak lama kemudian, mereka terancam bahaya lagi, karena mendekati ombak di laut. Mereka mulai melemparkan makanan. Lebih baik melayang tinggi, meski perut lapar.

Tetapi, untuk ketiga kalinya, balon itu mulai turun. Kali ini, salah satu dari mereka mengajukan usul untuk mengikat jadi satu tali-tali yang menghubungkan balon dengan keranjang di mana mereka berdiri. Mereka akan duduk di tali-tali itu, sementara keranjang yang berat akan dipotong. Tempat mereka berpijak di balon itu jatuh melayang, balon mulai meninggi lagi.

Tiba-tiba mereka melihat daratan. Segera mereka melompat ke air, berenang menuju sebuah pulau. Nyawa mereka selamat bukan lantaran tindakan kepahlawanan, melainkan karena mereka mengetahui tanpa apa mereka dapat bertahan hidup dan apa yang mereka dapat abaikan.

Menjadi bijak adalah mengetahui apa yang dapat diabaikan.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)
  

Senin, 18 November 2013

Tetap Bertahan

George Jones (1811-1891), jurnalis, mengawali karier sebagai pegawai di sebuah toko tembikar. Ia segera memperoleh reputasi sebagai karyawan yang cemerlang dan ambisius - pemuda yang memiliki kebiasaan kerja yang baik dan berperilaku santun.

Namun, sifat yang paling dirujuk orang-orang ketika memuji Jones adalah kejujurannya. Reputasi itulah yang menarik perhatian Henry J. Raymond, jurnalis kondang. Mereka lalu mendirikan harian The New York Times.

Jones terus mempertahankan reputasinya. Loyalitasnya kepada Raymond dan kejujurannya sebagai pengusaha membuahkan nama baik di New York City.

Suatu kali, The New York Times memulai kampanye menentang William "Boss" Tweed, politisi dan anggota dewan, serta dinastinya yang korup. Jones menerima tawaran suap sebesar US$500.000 - jumlah yang besar pada waktu itu - dari para sekutu Tweed. Yang harus dilakukan Jones hanyalah mengundurkan diri, pergi ke Eropa.

"Anda dapat hidup seperti pangeran sepanjang hari-hari Anda seterusnya," kata orang yang memberikan tawaran itu. "Ya, tetapi setiap hari saya akan  mengenal diri saya sebagai seorang bajingan," Jones menanggapi.

Hati nurani yang bersih tidak dapat dibeli. Itulah yang membuatnya dihargai sangat tinggi. Menjaga hati nurani tetap bersih adalah semudah memutuskan untuk memiliki hati nurani yang bersih.

Putuskanlah untuk tidak membiarkan tawaran-tawaran yang menggoda itu memengaruhi Anda. Saat Anda melakukannya, yakinlah Tuhan ada untuk memberi Anda kekuatan mengatasi godaan apa pun.

Ada satu hal yang tetap bertahan dalam menghadapi keadaan hidup terburuk: hati nurani.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)

Kamis, 14 November 2013

Kepuasan

Bud Robinson (1860-1942), pengkhotbah terkenal asal Amerika Serikat, diajak teman-temannya ke New York. Ia diantar berkeliling kota. 

Malam itu dalam doanya, Bud berkata, "Tuhan, terima kasih Engkau telah mengizinkan aku melihat semua pemandangan New York. Dan terutama aku berterima kasih kepada-Mu, karena aku tidak melihat satu hal pun yang aku inginkan."

Kepuasan bukan soal memiliki segala sesuatu yang kita inginkan,
tetapi soal tidak menginginkan segala sesuatu yang kita lihat.

(Dari: Buku Real Stories for the Soul jilid ke-1, karya Robert J. Morgan. Penerbit Gospel Press, 2003)


Senin, 11 November 2013

Penyakit Keakuan

Pelatih bola basket Pat Riley dalam bukunya The Winner Within menceritakan tentang tim bola basket sohor Los Angeles Lakers (LA Lakers). Tim ini memenangi kejuaraan NBA tahun 1980 dan dikenal sebagai tim bola basket terbaik di dunia.

Di musim kompetisi 1980-1981, LA Lakers berharap mempertahankan gelar juara. Tetapi, baru beberapa minggu bermain, pembungkus tulang lutut Magic Johnson terkoyak. Ia perlu pemulihan tiga bulan.

Tanpa Magic Johnson sebagai pemain andalan, LA Lakers bermain sekuat tenaga. Mereka berhasil memenangi 70 persen pertandingan. Semakin dekat waktu bagi Magic Johnson untuk beraksi kembali.

Publikasi tentang akan kembalinya Magic Johnson kian gencar. "Jangan lupa menandai kalender Anda di tanggal 27 Februari. Magic Johnson akan kembali memperkuat juara dunia LA Lakers!" kata pembawa acara berulang kali.

Hari tersebut semakin dekat. Seluruh perhatian media terpusat pada satu pemain yang belum melakukan apa-apa dalam kompetisi itu. Sedangkan perjuangan para anggota LA Lakers yang lain semakin sedikit diulas.

Tibalah tanggal 27 Februari. Saat memasuki pintu arena, setiap orang dari 17.500 pemegang tiket memperoleh pin bertuliskan "The Magic is Back!" Sedikitnya 50 juru foto pers berkerumun di tepi lapangan. Magic Johnson bagaikan dewa yang turun kembali ke bumi.

Para pemain yang selama tiga bulan menopang LA Lakers sama sekali tidak diacuhkan. Mereka begitu kesal sampai nyaris tidak ingin memenangkan pertandingan melawan tim yang tidak diunggulkan.Semangat tim hancur. Para pemain saling menyalahkan. Pelatih dipecat. Akhirnya, mereka kehilangan seri pembukaan play-off, salah satu rekor paling menyedihkan yang pernah terjadi.

"Karena ketamakan, kepicikan, dan kejengkelan, kami mengalami salah satu keruntuhan kejayaan yang paling cepat dalam sejarah NBA," tulis Riley, "Itulah akibat penyakit keakuan."

(Dari: Buku Real Stories for the Soul jilid ke-1 - Kisah-kisah Sejati bagi Jiwa, karya Robert J. Morgan. Penerbit Gospel Press, 2003)
 

Sabtu, 09 November 2013

Melihat secara Berbeda

Stephen R. Covey (1932-2012) menulis dalam bukunya Seven Habits of Highly Effective People tentang pengalamannya di kereta api bawah tanah New York. Hari itu Minggu pagi, para penumpang duduk diam, terkantuk-kantuk, membaca surat kabar, beberapa di antaranya melamun. Adegan damai itu berubah, ketika seorang pria dan anak-anaknya mendadak naik. Anak-anak berbuat gaduh, mereka mengganggu seluruh gerbong.

Pria itu duduk di sebelah Covey, tampak tidak peduli dengan situasi tersebut. Anak-anaknya berteriak, melemparkan benda-benda, dan bahkan menyambar surat kabar penumpang lain. Sangat mengesalkan, tetapi sang ayah tidak berbuat apa-apa.

Covey berusaha mengatasi rasa jengkelnya. Tetapi, saat kekacauan semakin parah, akhirnya ia menoleh dan berkata, "Pak, anak-anak Anda benar-benar mengganggu banyak orang. Apakah Anda bisa sedikit mengendalikan mereka?"

Pria itu mengangkat kepala, seolah-olah baru sadar, kemudian berkata perlahan, "Oh, Anda benar. Seharusnya saya melakukan sesuatu. Kami baru pulang dari rumah sakit, ibu mereka meninggal sekitar satu jam lalu. Saya tidak tahu harus berbuat apa, dan saya kira mereka juga tidak tahu bagaimana harus menghadapinya."

Belakangan Covey menulis, "Bisakah Anda membayangkan perasaan saya saat itu? Paradigma saya bergeser. Tiba-tiba saya melihat semuanya secara berbeda. Karena saya melihat secara berbeda, maka saya berpikir secara berbeda, saya merasa secara berbeda, dan saya berperilaku secara berbeda. Kekesalan saya lenyap... hati saya dipenuhi kepedihan pria itu. Rasa simpati dan belas kasih mengalir bebas... Semuanya berubah dalam sekejap."

(Dari: Buku Real Stories for the Soul jilid ke-1 - Kisah-kisah Sejati bagi Jiwa, karya Robert J. Morgan. Penerbit Gospel Press, 2003)  

Kamis, 07 November 2013

Daya Tahan yang Sabar

"Bangkitlah!" demikian tulisan di sebuah stiker besar. "Bersuka citalah, biarpun tanpa alasan," tulis stiker besar yang lain.

Mudah bagi stiker-stiker itu berbicara. Tetapi, bagaimana dengan kehidupan nyata, di mana ada penderitaan, kesengsaraan, dan kekecewaan?

Seorang penyair yang sinis merangkum kenyataan hidup yang keras dengan mengatakan, "Belum pernah ada seorang filsuf yang dapat menahan sakit gigi dengan sabar." Apa maksudnya?

Daya tahan yang sabar, itulah yang kita perlukan dalam melalui masa-masa sulit. Daya tahan yang sabar bersama dengan sukacita yang utuh, akan mendatangkan rahmat secara misterius.

(Dari: Buku Finding Peace of Heart - Menemukan Kedamaian Hati, karya Linus Mundy. Penerbit Kanisius, 2005)

Mati untuk Hidup

Sebuah iklan di jendela usaha dry cleaning dan pencelupan: 

We dye to live, we live to dye.
The more we dye, the more we live.
And the more we live, the more we dye.

Kata dye yang berarti mencelup, diucapkan sama dengan die atau mati. Kalau dye dibaca sebagai die, maka terjemahannya menjadi:

Kami mati untuk hidup, kami hidup untuk mati.
Semakin kami mati, semakin kami hidup.
Dan semakin kami hidup, semakin kami mati.

Ketika James Calvert (1813-1892) berangkat menjadi misionaris bagi orang-orang kanibal di Kepulauan Fiji, kapten kapal yang membawanya berusaha membujuk untuk membatalkan niatnya. "Kau akan kehilangan nyawa kalau kau pergi ke tengah orang-orang liar seperti itu," ujar kapten kapal.

Calvert hanya menjawab, "Kami telah mati sebelum kami datang ke sini."

(Dari: Buku Real Stories for the Soul jilid ke-1 - Kisah-kisah Sejati bagi Jiwa, karya Robert J. Morgan. Penerbit Gospel Press, 2003)

Senin, 30 September 2013

Doa

Tanpa pertolongan, hatiku bagaikan tanah liat yang tandus; yang dari kodratnya sendiri tak bisa memberi makan. 

Engkaulah benih pekerjaan yang baik dan saleh, yang memperlihatkan tanda-tanda kehidupan hanya di mana Engkau menghendakinya. 

Seandainya Engkau tidak menghantar kami ke jalan-Mu yang sejati, tak ada manusia yang bisa menemukannya: Tuhan, pimpinlah kami.

     - Michaelangelo (1495-1564), pelukis, pemahat, pujangga asal Italia 

(Dari: Buku Sang Pencari, Pencarian, dan Yang Kudus - Mutiara-Mutiara Pencerah untuk Menemukan Kebesaran Jiwa, karya Guy Finley. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Yang Paling Berbahagia


Sudah beberapa bulan ini tak ada lagi kedamaian di hutan. Berawal dari perbedaan pendapat sederhana antara teman-teman lama, menjalar menjadi konflik berskala penuh yang melibatkan semua hewan di hutan.

Awalnya, tupai mengatakan kepada serigala bahwa dari semua makhluk di hutan, ia hewan paling berbahagia. “Tak mungkin,” balas serigala dengan marah. “Aku yang paling bahagia!” Serigala lalu memberitahu pertengkaran itu kepada sigung.

Tentu saja, sigung mencibir bahwa serigala lebih berbahagia darinya. Mereka lalu terlibat pertengkaran yang menarik perhatian seekor burung berbulu abu-abu dan seekor burung pelatuk. Sejenak kemudian, keempat hewan bertengkar mengenai siapa yang paling berbahagia. Dari sanalah konflik menyebar.

Solomon, burung hantu tua yang bijak di hutan itu, tak berminat terlibat dalam perdebatan kekanak-kanakan yang sering kali meletup di antara kawan-kawannya. Tetapi, ia ingin membereskan masalah itu dan ia tahu siapa yang paling bahagia dari semua makhluk ciptaan di hutan tersebut.

Solomon lalu memanggil semua hewan di hutan untuk menghadiri sidang perdamaian istimewa. Pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, mereka hadir. “Jangan-jangan, tak satu pun di antara kalian semua yang ada di sini sama seperti yang kalian katakan,” ujar Solomon. “Sebab, yang paling bahagia dari antara kalian, tidak bersama kita hari ini,” lanjutnya.

Suasana sepi tetapi tegang menyelimuti sidang itu. “Kalau begitu, katakan kepada kami, menurut pendapatmu siapa yang paling berbahagia dari antara kita?” terdengar satu teriakan. Solomon berhenti sejenak, kemudian berkata, “Kalian semua mengenalnya. Ia adalah Abraham, si kura-kura tua dari Lembah Timur.”

“Apa!” jerit salah satu dari burung-burung gagak. “Katakan, apa yang bisa membuat Abraham sangat mungkin berbahagia, sementara kami tidak?” Solomon menjawab seraya tersenyum, “Tidak peduli bahaya dalam perjalanan yang ditempuhnya, tanpa memandang cuaca, atau apa pun tantangan yang bakal dijumpai sepanjang perjalanan, rumah Abraham selalu bersamanya.”

Cerita di atas lebih daripada sekadar metafora dengan tambahan nilai rohani. Kura-kura yang selalu membawa rumahnya ke mana pun ia pergi – mengingatkan kita akan kerinduan rohani kita yang terdalam: mampu menghadapi masalah apa pun yang menghadang jalan kita tanpa rasa takut, karena kekuatan yang kita perlukan telah menjadi bagian dari diri kita. Sumber surgawi dari Yang Kudus ini hidup dan tinggal di dalam diri kita. Jati diri kita sesungguhnya adalah sebagian dari cahayaNya yang abadi. 

(Dari: Buku Sang Pencari, Pencarian, dan Yang Kudus - Mutiara-Mutiara Pencerah untuk Menemukan Kebesaran Jiwa, karya Guy Finley. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Minggu, 29 September 2013

Life is Beautiful


Kalau Anda pernah menonton film Life is Beautiful (La Vita est Bella), pasti Anda akan sepakat: hidup memang indah. Mengambil setting di Italia pada awal Perang Dunia II, film ini bercerita tentang seorang lelaki bernama Guido Orefice yang sangat menikmati hidupnya. Terlepas dari masalah apa pun yang dihadapinya, ia tak lupa bernyanyi dan menari. Padahal, dunia di luar sana tak terlalu bersahabat. Pada masa itu orang-orang keturunan Yahudi dimusuhi dan diperlakukan tak layak.

Suatu ketika, Guido, istri, dan anak lelakinya Joshua, ditangkap dan dikirim ke kamp konsentrasi Nazi. Guido sadar apa yang dihadapinya, tetapi ia tak mau larut dalam kesedihan. Ia tak ingin putranya yang berusia 6 tahun tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Karena itu, ia mengarang cerita kepada Joshua, bahwa mereka sedang melakukan permainan. Semua yang ada di kamp itu, baik orang-orang Yahudi maupun tentara-tentara Jerman adalah para pemainnya. Mereka harus mengikuti peraturan amat ketat, kalau ingin memenangi hadiah pertama, yaitu mobil tank sungguhan. Film ini berakhir dengan kalahnya tentara Jerman. Guido meninggal ditembak Nazi, tetapi istri dan anaknya selamat. Joshua bahkan mendapat “hadiah,” yaitu naik tank tentara Amerika.

Bagi saya, film yang mendapat 3 penghargaan Academy Awards dan 56 penghargaan internasional ini memberi pelajaran amat berharga tentang kepemimpinan. Kita sering keliru memahami kepemimpinan dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan. Padahal, kepemimpinan adalah mengenai kita sendiri. Setiap kita sesungguhnya adalah pemimpin. Dan esensi tertinggi dari kepemimpinan adalah mencapai hidup damai dan bahagia.

Seperti dicontohkan Guido, menikmati hidup mestinya tidak sulit. Namun, mengapa banyak orang sulit menikmati hidup? Ini berkaitan dengan “jendela” yang kita gunakan dalam memandang kehidupan. Penyebabnya adalah lima keyakinan atau paradigma yang salah.

Pertama, keyakinan bahwa Anda tidak dapat bahagia tanpa hal-hal yang Anda pandang bernilai dan yang membuat Anda terikat. Anda senantiasa merasa kekurangan. Anda merasa akan lebih bahagia kalau memiliki uang lebih banyak, rumah lebih besar, mobil lebih bagus, dan sebagainya. Padahal, masalah sebenarnya: Anda tidak bahagia karena lebih memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang tidak Anda miliki, bukannya pada apa yang Anda miliki sekarang.

Kedua, Anda percaya bahwa kebahagiaan ada di masa depan. Kapan Anda bahagia? Nanti, kalau sudah jadi manajer, kata Anda. Persoalannya, saat menjadi manajer, tugas Anda bertambah banyak. Anda belum bahagia juga. Kebahagiaan Anda letakkan di tempat yang jauh, sebenarnya kebahagiaan berada sangat dekat dan dapat Anda nikmati di sini, sekarang juga.

Ketiga, Anda tidak bahagia karena selalu membanding-bandingkan diri Anda dengan orang lain. Saya pernah bertemu seorang eksekutif yang berkali-kali pindah kerja hanya karena kawan akrabnya semasa kuliah memperoleh penghasilan yang lebih besar darinya. Sampai suatu saat, ia sadar tak ada gunanya “mengejar” sahabat karibnya.

Keempat, Anda percaya bahwa kebahagiaan akan datang bila Anda berhasil mengubah situasi dan orang-orang di sekitar Anda. Anda perlu menyadari, sangat sulit mengubah orang lain. Walau demikian, silakan saja kalau Anda ingin meneruskan niat Anda mengubah dunia. Namun, jangan tempatkan kebahagiaan Anda di sana. Jangan biarkan situasi, lingkungan, dan orang-orang di sekitar Anda membuat Anda tidak bahagia. Kalau Anda tidak dapat mengubah mereka, yang perlu Anda ubah adalah diri Anda sendiri.

Kelima, keyakinan bahwa Anda akan bahagia kalau semua keinginan Anda terpenuhi. Padahal, target-target itu membuat kita tegang, frustasi, cemas, dan takut. Terpenuhinya keinginan Anda hanya akan membawa kesenangan sesaat, itu tidak sama dengan kebahagiaan.

Kebahagiaan berada di dalam hati kita, bukannya di luar sana. Oliver Wendell Holmes, penulis asal Amerika Serikat, mengungkapkannya dengan sangat baik: “Apa yang ada di belakang kita dan apa yang ada di depan kita adalah persoalan kecil, dibandingkan dengan apa yang ada di dalam kita.”  

(Dari: Buku Life is Beautiful - Sebuah Jendela untuk Melihat Dunia, karya Arvan Pradiansyah. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2013)