Cari Blog Ini

Senin, 30 September 2013

Yang Paling Berbahagia


Sudah beberapa bulan ini tak ada lagi kedamaian di hutan. Berawal dari perbedaan pendapat sederhana antara teman-teman lama, menjalar menjadi konflik berskala penuh yang melibatkan semua hewan di hutan.

Awalnya, tupai mengatakan kepada serigala bahwa dari semua makhluk di hutan, ia hewan paling berbahagia. “Tak mungkin,” balas serigala dengan marah. “Aku yang paling bahagia!” Serigala lalu memberitahu pertengkaran itu kepada sigung.

Tentu saja, sigung mencibir bahwa serigala lebih berbahagia darinya. Mereka lalu terlibat pertengkaran yang menarik perhatian seekor burung berbulu abu-abu dan seekor burung pelatuk. Sejenak kemudian, keempat hewan bertengkar mengenai siapa yang paling berbahagia. Dari sanalah konflik menyebar.

Solomon, burung hantu tua yang bijak di hutan itu, tak berminat terlibat dalam perdebatan kekanak-kanakan yang sering kali meletup di antara kawan-kawannya. Tetapi, ia ingin membereskan masalah itu dan ia tahu siapa yang paling bahagia dari semua makhluk ciptaan di hutan tersebut.

Solomon lalu memanggil semua hewan di hutan untuk menghadiri sidang perdamaian istimewa. Pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, mereka hadir. “Jangan-jangan, tak satu pun di antara kalian semua yang ada di sini sama seperti yang kalian katakan,” ujar Solomon. “Sebab, yang paling bahagia dari antara kalian, tidak bersama kita hari ini,” lanjutnya.

Suasana sepi tetapi tegang menyelimuti sidang itu. “Kalau begitu, katakan kepada kami, menurut pendapatmu siapa yang paling berbahagia dari antara kita?” terdengar satu teriakan. Solomon berhenti sejenak, kemudian berkata, “Kalian semua mengenalnya. Ia adalah Abraham, si kura-kura tua dari Lembah Timur.”

“Apa!” jerit salah satu dari burung-burung gagak. “Katakan, apa yang bisa membuat Abraham sangat mungkin berbahagia, sementara kami tidak?” Solomon menjawab seraya tersenyum, “Tidak peduli bahaya dalam perjalanan yang ditempuhnya, tanpa memandang cuaca, atau apa pun tantangan yang bakal dijumpai sepanjang perjalanan, rumah Abraham selalu bersamanya.”

Cerita di atas lebih daripada sekadar metafora dengan tambahan nilai rohani. Kura-kura yang selalu membawa rumahnya ke mana pun ia pergi – mengingatkan kita akan kerinduan rohani kita yang terdalam: mampu menghadapi masalah apa pun yang menghadang jalan kita tanpa rasa takut, karena kekuatan yang kita perlukan telah menjadi bagian dari diri kita. Sumber surgawi dari Yang Kudus ini hidup dan tinggal di dalam diri kita. Jati diri kita sesungguhnya adalah sebagian dari cahayaNya yang abadi. 

(Dari: Buku Sang Pencari, Pencarian, dan Yang Kudus - Mutiara-Mutiara Pencerah untuk Menemukan Kebesaran Jiwa, karya Guy Finley. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar