Cari Blog Ini

Kamis, 30 Agustus 2012

Temukan Jati Diri Anda

Sebelum meninggal, George Bernard Shaw (1856-1950) - dramawan asal Irlandia & salah satu pendiri London School of Economics - ditanya seorang reporter, "Tuan Shaw, Anda telah bertemu orang-orang terkenal di dunia. Anda bersahabat dengan raja-raja, para penulis kenamaan, seniman, dan guru. Seandainya Anda dapat hidup kembali dan menjadi sosok salah satu orang terkenal atau tokoh sejarah, siapa yang Anda pilih?"

Shaw menjawab, "Saya akan memilih menjadi George Bernard Shaw yang telah saya idam-idamkan, tetapi belum tercapai."

Sangat sedikit orang dapat mencapai semua keagungan yang ada dalam batin mereka. Tak perlu menghendaki menjadi seorang yang lain. Tetaplah menjadi diri Anda sendiri - tetapi yang lebih baik. (Quote)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008) 

Selasa, 28 Agustus 2012

Tidak Menemukan

Orang-orang akan melakukan apa pun, betapa pun mustahilnya, agar terhindar dari berhadapan dengan jiwa (soul) mereka sendiri. Mereka akan berlatih yoga, menerapkan diet yang keras, belajar teosofi - hikmat Ilahi dengan hati, atau mengulangi secara mekanis teks mistik dari kesusasteraan - semua karena mereka tidak menemukan diri mereka sendiri dan tidak punya sedikit pun kepercayaan bahwa sesuatu yang berguna dapat muncul dari jiwa mereka sendiri. (Carl Gustav Jung, psikolog & psikiater kelahiran Swiss, 1875-1961)

(Dari: Buku Sepanjang Tahun Bersama Fransiskus - Meditasi Harian dari Perkataan dan Hidupnya, karya Murray Bodo. Penerbit Bina Media Perintis, 2006)

Mencari di Luar

Lambat aku mencintai Engkau! Sebab sesungguhnya Engkau ada di dalam, dan aku ada di luar; dan aku mencari Engkau di luar, pada barang-barang menarik yang Engkau buat.

              - St. Augustinus (354-430)


(Dari: Buku Ruah - Sabda Allah Menyegarkan Jiwa, edisi Juli-September 2012, koordinator & editor A. Ari Pawarto, O.Carm. Penerbit Karmelindo, 2012)

Minggu, 26 Agustus 2012

Menutup Bibir atau Mata

Kata 'mistik' (mystical) berasal dari kata rahasia (mystery), menurut bahasa Yunani kuno berarti menutup bibir atau mata. Apa yang dapat kita lihat dan dengar, ketika kita menutup bibir atau mata? 

Dalam sikap yang mendalam tersebut terkandung awal pemahaman - dari yang tampaknya menyerupai pusat kegelapan, di luar pengalaman kita, kemudian berkembang dalam jiwa dan tak bisa diberi nama. 

Di sanalah dimulai segala pengalaman mistik: menunggu Tuhan dalam kebebasan kasih-Nya untuk datang dan mengasihiku; daripada melakukan segala sesuatu dengan penuh ketakutan untuk 'membuat'-Nya mengasihiku.

(Dari: Buku Sepanjang Tahun Bersama Fransiskus - Meditasi Harian dari Perkataan dan Hidupnya, karya Murray Bodo. Penerbit Bina Media Perintis, 2006)

Kamis, 23 Agustus 2012

Nilai Tersembunyi

Rossini
Raja Perancis sangat menikmati musik dari komponis Italia, Giaochino Rossini (1792-1868), sehingga ia menghadiahkan sebuah jam tangan istimewa yang indah kepada komponis itu. Rossini sangat bangga dengan hadiah raja tersebut.

Beberapa tahun kemudian, ia memperlihatkan jam tangan itu kepada seorang sahabatnya. Menurut sahabatnya, Rossini tampaknya sama sekali tidak sadar akan nilai sesungguhnya dari jam tangan itu. Rossini tersinggung mendengar komentar sahabatnya. 

"Coba pinjamkan kepadaku jam tangan itu sebentar saja," ujar sahabatnya. Ketika Rossini melepaskan jam tangan tersebut, ia menyentuh pegas rahasia dan seketika itu juga bagian belakang jam tangan terbuka dan tampak sebuah miniatur indah yang melukiskan diri Rossini.

Itulah pertama kali Rossini mempunyai ide tentang dirinya, yang telah tersembunyi di sana selama bertahun-tahun.

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008) 

Selasa, 21 Agustus 2012

Tidak Semuanya Penting

Masih ingatkah engkau? Ketika engkau masih kecil, engkau akan mengambil karton bekas atau segenggam pasir dan membangun sebuah puri? Tampaknya, tak bisa dihindari. Orang lalu akan menghancurkannya. Hatimu terluka.

Namun, sekarang kita mengerti bahwa hal-hal seperti itu, yang terasa sangat menyakitkan ketika kita masih kecil, pada akhirnya tidak semuanya merupakan sesuatu yang penting. Dunia tidak akan kiamat, ketika puri pasir kita runtuh. 

Meski demikian, kita masih sangat takut dan cemas akan puri kerapuhan masa dewasa kita. Puri tersebut juga akan runtuh, karena hal itu tidak begitu penting dalam cahaya keabadian.

Butuh waktu untuk mendapatkan pemahaman tersebut. 

Kita dapat menjalani hari-hari kita seperti berjalan dalam lingkaran: dihantui ribuan hal dan yakin bahwa segalanya penting untuk kebahagiaan kita.

Atau, kita dapat berhenti sejenak dan membayangkan keabadian. Lalu, kita akan melihat betapa tidak pentingnya ribuan kekhawatiran yang mengacaukan pikiran dan menghantui jiwa kita. 

(Dari: Buku Bebaskan Hatimu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)

Minggu, 19 Agustus 2012

Maaf Lahir dan Batin

Meminta maaf lahir dan batin membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan dan kelemahan sebagai manusia. Seseorang yang dengan tulus memohon maaf lahir dan batin berarti menyatakan niatnya untuk berubah dari kesalahan dan kelemahannya di masa lalu yang telah membuat orang lain menderita - sedikit atau banyak.

Di sisi lain, orang yang menerima permohonan maaf lahir dan batin juga membutuhkan kerendahan hati dan ketulusan untuk memaafkan. 

Memaafkan kesalahan lahiriah mungkin lebih mudah dibandingkan memaafkan kesalahan batiniah. Bagi kebanyakan orang, luka batin membekas bagai guratan yang tak pernah sembuh. Setiap kali teringat akan peristiwa itu atau bertemu dengan orang yang pernah menyakiti, batin kembali meradang. Dalam kondisi batin seperti ini, perlu kesadaran dari orang yang terluka, bahwa kepahitan yang telah terjadi adalah bagian dari masa lalu. Bukankah orang yang melukai batinnya telah meminta maaf? Mengapa terus membawa beban masa lalu ke dalam saat sekarang?

Maaf lahir dan batin, kalimat yang indah dan bermakna dalam. Ucapkanlah kalimat itu serta terimalah permohonan maaf lahir dan batin dengan kerendahan hati dan ketulusan. Hiduplah di saat ini, tanpa terbelenggu oleh masa lalu. 
       

Jumat, 17 Agustus 2012

Sekali Merdeka, Tetap Merdeka


Kemerdekaan batin melebihi kemerdekaan fisikal. Seseorang yang hidup dalam lingkungan penuh tekanan atau mengalami penderitaan jasmaniah, bisa saja tetap menjadi manusia yang merdeka batinnya.

Sebaliknya, seseorang yang berada dalam lingkungan nyaman dan menyenangkan serta tidak mengalami penderitaan jasmaniah, belum tentu menjadi manusia yang memiliki kemerdekaan batin.

Batin yang merdeka adalah batin yang bebas dari segala keterikatan. Seseorang yang telah mengalami kemerdekaan batin, mendapati kehidupannya kini berbeda. Ketika dunia menawarkan hal-hal menggiurkan untuk menariknya kembali dalam keterikatan, orang yang batinnya merdeka tidak akan mudah terpengaruh.

Untuk dapat mengalami kemerdekaan batin, ego atau diri perlu mengecil sampai akhirnya padam. Perjalanan spiritual ini berlangsung seumur hidup. Olah batin - hidup dalam kesadaran penuh dari saat ke saat, memampukan orang mengendalikan ego atau diri-nya; sehingga sekali (batin) merdeka, tetap merdeka.

Kamis, 16 Agustus 2012

Perubahan Fundamental

Perubahan fundamental tidak dihasilkan oleh daya upaya. Perubahan yang fundamental mesti menyentuh pusatnya, yaitu si aku/ego/diri.

 - J. Sudrijanta, S.J.

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek hal. 54, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012) 

Selasa, 14 Agustus 2012

Berilah, maka Anda akan Diberi

Seorang Sikh bernama Singh bersama seorang temannya mengadakan perjalanan menyusuri bagian utara pegunungan di India. Badai musim dingin bertiup menerpa mereka. Dalam kabut badai salju itu, mereka menemukan seorang pria berbaring di tepi jalan. Singh berhenti dan memberikan pertolongan, tetapi temannya menolak. Ia malah meneruskan perjalanan sendirian.

Singh memijat tangan dan kaki pria itu dan membersihkan salju yang menutupi tubuhnya. Ia lalu memanggul pria itu di atas bahunya dan meneruskan perjalanan dengan susah payah. Kehangatan tubuh pria itu ditambah kehangatan tubuh Singh menghasilkan daya hidup lebih besar pada kedua orang tersebut, sehingga membuat mereka mampu bertahan menghadapi cuaca dingin yang membeku.

Setelah berjalan satu mil, Singh mendapati temannya yang tadi meninggalkannya terbaring kaku di tepi jalan. Karena berjalan seorang diri, ia tak punya cukup kehangatan tubuh untuk melawan badai salju itu. (William Barclay)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
 

Minggu, 12 Agustus 2012

Berhadapan dengan Diri

Michel Siffre
Tahun 1972, seorang ilmuwan Perancis, Michel Siffre, pernah bertahan hidup selama 205 hari dalam sebuah gua terisolasi dengan maksud meneliti bagaimana pola hidup manusia jika ia tidak dipengaruhi oleh waktu. Ruang tempat tinggalnya dirancang sedemikian rupa, sehingga ia tak mengetahui pergantian siang dan malam.

Ia memilih gua Midnight, di dekat Del Rio, Texas, yang terletak 35 mil dari perbatasan Meksiko dan 100 kaki di bawah permukaan tanah. Gua ini dilengkapi makanan enak, bacaan bagus, sarana rekreasi, juga kegiatan uji coba dan penelitian ilmiah. Bahkan ada sebuah telepon yang disediakan untuk komunikasi cepat dengan petugas di atas permukaan gua. Tetapi telepon ini hanya boleh digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan dalam situasi darurat.

Awalnya, ia tak mengalami masalah dengan kesepian. Tetapi, setelah dua bulan, ia mulai mengalami kemunduran fisik, mental, dan emosional. Ia berjuang mengatasi kesepian itu, meski hampir tak mampu menanggungnya.

Situasi semakin buruk, tatkala ia membiarkan perasaan kasihan pada dirinya bertumbuh dan rasa putus asa menguasainya. Di hari ke-86 terlintas pikiran untuk mengakhiri segalanya dengan bunuh diri. Satu minggu kemudian, ia merasa kuat, walau dalam catatan hariannya ia menulis: "Saya sedang mengalami titik terendah kehidupanku. Kesepian panjang ini berada di luar kemampuanku untuk menanggungnya." Hanya roh dalam dirinya yang memberi kemampuan untuk menanggung situasi yang tak tertanggungkan itu. Siffre tetap dapat bertahan.

Pada hari ke-156 lewat konfrontasi yang panjang dengan dirinya, ia mencapai sesuatu yang menyakitkan. Namun, di saat itulah ia tercerahkan. Ia menulis: "Ketika engkau menemukan dirimu sendirian, terisolasi dalam suatu dunia secara total tanpa perhitungan waktu lagi, berhadapan dengan dirimu, maka semua topeng di mana engkau bersembunyi - akhirnya runtuh."

Topeng dirinya runtuh dan Siffre menatap dirinya tanpa penutup apa pun. Ia dapat mengenali dirinya dengan baik. Keheningan dan kesepian telah membawa Siffre ke suatu tahap pengenalan diri yang hanya dapat dicapai oleh sedikit orang.

Pengenalan diri tak pernah bisa diraih tanpa penderitaan. Siffre telah mengalami penderitaan padang gurun kesepian yang panjang. Dari sana ia memperoleh sesuatu yang berharga: topeng diri runtuh dan kita dapat mengenal diri kita dengan baik.

(Dari: Buku Dalam Keheningan - Menelusuri Gurun Kehidupan, karya S.M. Ndolu, O.Carm. Penerbit Dioma, 2008)

Sabtu, 11 Agustus 2012

Mengambil Keputusan

Ada sebuah legenda tua tentang seorang jenius yang berkuasa. Ia berjanji memberikan kepada seorang gadis cantik suatu hadiah bernilai mahal, kalau gadis itu mau menelusuri sebuah ladang jagung dan memilih bulir paling besar dan sudah matang dari antara bulir-bulir jagung yang ada. Tetapi, gadis itu harus berjalan terus, tidak boleh berbalik arah. Nilai hadiah yang akan diberikan sesuai dengan besar dan kematangan bulir jagung yang dipetiknya.

Gadis itu mulai berjalan. Ia melewati banyak bulir jagung yang indah dan besar. Namun, karena nafsunya begitu besar untuk menemukan bulir jagung yang terbesar dan terbaik, ia terus saja menyusuri ladang, tanpa memetik sebulir jagung pun. 

Semakin jauh ia berjalan, semakin kecil bulir jagung yang dilihatnya. Ia merasa malu untuk memetiknya. Karena tidak diperkenankan berbalik ke jalan yang telah ditempuhnya, gadis itu keluar dari ladang tanpa membawa sebulir jagung pun.

Orang yang tak mampu mengambil keputusan, akan kehilangan segalanya.

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)

 

Rabu, 08 Agustus 2012

Kesombongan

Seorang pria bertamu ke rumah Sang Guru. Ia tertegun heran melihat Sang Guru sibuk mengangkut air dan menyikat lantai rumahnya. "Mengapa Guru melakukan pekerjaan ini?" tanya pria tersebut.

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat bermanfaat bagi mereka. Mereka tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang, tiba-tiba saya merasa jadi orang hebat. Kesombongan saya muncul. Karena itu, saya melakukan pekerjaan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."


Kesombongan adalah penyakit yang sering menghinggapi kita. Benih-benihnya kerap muncul tanpa kita sadari. Pada tingkat pertama, kesombongan akan hal-hal yang material. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, kesombongan yang menyangkut kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, lebih berwawasan dibandingkan orang lain. Kemudian, di tingkat ketiga, kesombongan akan kebaikan. Kita menganggap diri lebih bermoral, lebih pemurah, lebih tulus dibandingkan orang lain.

Perhatikanlah, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit kita mendeteksinya. Kesombongan karena materi sangat kelihatan, namun kesombongan karena kecerdasan dan kebaikan, sulit dideteksi karena sering kali hanya berupa benih-benih halus di dalam batin kita.

Periksalah batin kita setiap hari dan sadarilah. Manusia bagaikan debu, suatu saat akan lenyap. Kesombongan hanya akan membawa kita pada kejatuhan. Setiap hal yang baik dan bisa kita lakukan, semua karena anugerah Tuhan. 

(Dari: Kiriman seorang sahabat)

Senin, 06 Agustus 2012

Makna Penderitaan

Di daerah perkebunan apel di negara bagian Maine, Amerika Serikat, saya mengunjungi sahabat saya, seorang petani apel. Saya melihat sebatang pohon apel yang begitu lebat buahnya, sehingga dahan-dahannya harus ditopang agar tidak patah.

Ketika saya mengungkapkan kekaguman atas lebatnya buah di pohon apel itu, sahabat saya berkata, "Telitilah dan periksalah baik-baik batang pohon apel itu." Saya lihat, batang pohon apel itu telah dibacok seluruh sisinya. 

Sahabat saya menjelaskan, "Itulah yang kami pelajari tentang pohon apel. Bila pohon apel yang kami tanam cenderung tumbuh menjadi pohon kayu yang tinggi dan berdaun lebat tanpa berbuah, kami menghentikan pertumbuhannya dengan melukainya, yakni membacok-bacok batangnya. Kami tak tahu mengapa, tetapi hasilnya hampir selalu sama. Pohon itu lalu mengubah seluruh energinya dan menghasilkan buah berlimpah."

Dapatkah hal itu menjadi perumpamaan bagi kita sebagai pohon-pohon apel manusia dalam kebun buah-buahan kemanusiaan? (Harry Emerson Fosdick)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
  

Kamis, 02 Agustus 2012

Pikiran dan Rasa Takut

Seorang pria berkunjung dan tinggal di tempat sahabatnya di Cornwall, Inggris. Di tempat itu ada banyak lubang yang dalam, sebelumnya digunakan sebagai tempat penambangan emas. Tak ada pagar atau jeruji di sekelilingnya. 

Suatu hari, tamu itu berjalan berkeliling dan tersesat. Hari sudah malam. Ia terjebak dalam kegelapan. Berjalan terus terlalu berbahaya, tetapi duduk dan menunggu hingga pagi terlalu dingin. 

Maka, ia maju perlahan dengan sangat hati-hati. Namun, kakinya tergelincir. Ia terperosok masuk ke salah satu lubang. Untunglah, salah satu tangannya masih dapat menggapai dan memegang sebuah batu karang di sisi lubang itu. Ia bergelantungan, sangat ketakutan. Kakinya terjuntai. Ia merasa tenaganya sudah terkuras habis dan akan segera melepaskan pegangan itu, lalu jatuh dan mati.

Dalam ketegangan batin yang semakin memuncak itu, ia melihat secercah cahaya dari kejauhan. Ia berteriak dengan sekuat tenaga yang tersisa. Para penolong tiba dan mengarahkan cahaya senter kepadanya. Yang pertama mereka lihat adalah kaki orang itu bergelantungan tepat di atas tanah liat di dasar lubang tersebut. Rupanya, lubang itu telah terisi tanah dan hanya tersisa persis setinggi tubuh orang itu. Semua kengerian hanyalah pikiran dan ketakutannya sia-sia.

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)