Cari Blog Ini

Rabu, 28 November 2012

Kesalahan dalam Rancangan

Saat permadani Persia ditenun, permadani itu diletakkan di atas suatu bingkai besar yang berdiri tegak. Di beberapa kursi dan tangga di belakang permadani itu, duduk anak-anak kecil yang bertugas membantu menyelesaikan pekerjaan itu.

Si penenun sendiri berdiri di depan permadani dan memberi petunjuk kepada anak-anak kecil yang ada di belakang. Kadang-kadang, salah seorang dari anak-anak itu melakukan kesalahan, misalnya meletakkan warna benang tidak pada tempat seharusnya. 

Lalu, inilah yang terjadi: si penenun sering kali tidak memindahkan benang yang salah warna itu. Jika ia sungguh-sungguh artis yang baik, ia bisa memperbaiki rancangan dengan tetap menggunakan benang yang salah letak tersebut, sehingga menghasilkan rancangan baru.

Salah satu ciri khas permadani Persia yang asli adalah permadani ini memiliki sedikitnya satu kesalahan seperti itu atau ketidakseimbangan dalam rancangannya.

Hal serupa dengan Tuhan yang menenun kesalahan-kesalahan kita ke dalam rancangan-Nya. Tak peduli, apa pun kesalahan kita, Dia tetap berada di depan permadani dan meneruskan rancangan-Nya. (Bruno Hagspiel)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-2, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)

 

Senin, 26 November 2012

Memaafkan

Memaafkan itu sulit, karena kita percaya pada mitos bahwa memaafkan orang adalah untuk kepentingan orang tersebut. Mitos ini membuat kita berpikir, memaafkan akan membuat kita rugi dua kali.

Pertama, kita sudah rugi karena disakiti orang lain. Kedua, kita tambah rugi karena harus memberikan maaf kepadanya. Karena itu, banyak orang yang begitu marah atau benci kepada orang yang telah menyakitinya, mengatakan sampai mati pun tidak akan memaafkan orang yang telah menyakitinya. Ini sangat disayangkan, karena dengan begitu orang tersebut telah memelihara luka sepanjang hidupnya.

Ada ungkapan bijak yang bisa kita resapi dan renungkan: Memaafkan berarti melepaskan tawanan dan menyadari bahwa tawanan itu adalah diri kita sendiri.

Dengan memaafkan, kita sendiri yang akan memetik keuntungannya. Memaafkan membuat hati jadi tenang dan damai. Memaafkan melindungi kita dari pengaruh orang tersebut. Memaafkan membuat kita menjadi orang yang tak mudah disakiti orang lain.

Yang menarik, memaafkan itu tidak harus merupakan proses dua arah. Memaafkan bisa terjadi satu arah. Kita tak perlu menunggu orang yang bersalah minta maaf. Lebih baik kita langsung memaafkan orang yang bersalah, terlepas dari apakah ia mau minta maaf atau tidak. Jangan menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain. Orang lain tak perlu tahu kita sudah memaafkannya. Memaafkan adalah urusan kita, bukan urusan orang lain. 
 
(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, ringkasan hal. 235-237, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)
  

Sifat Orang Kuat

The weak can never forgive. 
Forgiveness is the attribute of the strong.

Orang lemah tak pernah bisa memaafkan.
Memaafkan merupakan sifat orang kuat.

                   - Mahatma Gandhi (1869-1948)
               
(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)

Sabtu, 24 November 2012

Bebas dari Kemelekatan

Anda tidak bisa melenyapkan ego atau kemelekatan. Keinginan untuk melenyapkan ego atau kemelekatan adalah bentuk lain ego atau kemelekatan. Semakin besar keinginan untuk berubah, justru menjadi perintang perubahan.

Gerak keinginan untuk melepas, justru memperkuat energi bagi ego atau kemelekatan. Jangan ada upaya untuk melepas. Pelepasan tidak akan terjadi kalau Anda melepas dengan memegang harapan bebas dari kemelekatan.

Alih-alih, sadari saja ketika itu muncul. Ketika kemarahan, luka penderitaan muncul kembali, sadari lagi. Jangan lelah untuk menyadari hingga semua itu berhenti dengan sendirinya.


Kuncinya adalah batin yang diam. Batin yang terus bergerak dengan memegang harapan, keinginan, daya upaya, justru memberi energi pada objeknya. Kalau batin diam, objek tidak mendapatkan pasokan energi darinya dan ikut diam. Kembali lihatlah batin dan tataplah objeknya sekaligus dalam titik diam, hingga objeknya berhenti bergerak dan lenyap.  

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek hal. 91-92, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)

Kamis, 22 November 2012

Berada di Sini Sekarang

Hambatan utama dalam menghargai setiap momen adalah pikiran kita sendiri. Pikiran kita senantiasa bercakap-cakap dengan dirinya sendiri dan ini sulit dihentikan. 

Ketika kita sedang dilanda sebuah masalah - apalagi bila masalahnya cukup berat - pikiran kita akan melakukan self talk secara berulang-ulang. Kita disibukkan dengan perdebatan yang terjadi dalam pikiran kita sendiri, sehingga kita akan sulit merasakan hal-hal yang ada di sekitar kita.

Hambatan yang lain adalah kebiasaan kita melakukan sesuatu secara otomatis dan tanpa kesadaran penuh. Kita juga sering ingin menyelesaikan apa pun yang kita lakukan secepat-cepatnya. Padahal, keindahan segala sesuatu senantiasa terletak pada prosesnya bukan pada hasilnya. 

Mana yang lebih nikmat, menyaksikan pertandingan sepak bola atau mengetahui hasil akhirnya? Menikmati makanan satu demi satu atau merasakan perut yang telah kenyang? Menikmati sebuah film atau mengetahui akhir ceritanya?  

Hidup yang indah terletak pada menjalani prosesnya satu demi satu dengan penuh kesadaran. Kita melakukan satu hal di satu waktu. Kita menyatukan badan, pikiran, dan jiwa kita di satu tempat. Dengan demikian kita selalu akan memiliki energi baru dan hidup di setiap momen.

Kita bisa melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya karena energi kita akan terpusat. Kita pun akan memperoleh kedamaian dalam setiap apa pun yang kita lakukan.

(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)

Selasa, 20 November 2012

Kiamat

Menjelang Desember, bermunculan ramalan seputar "akhir zaman." Ada ilmuwan menafsirkan teks pada sebuah prasasti dari suku Maya yang mendiami Meksiko selatan, menyebutkan kiamat bakal terjadi tanggal 21 Desember 2012. Sementara ilmuwan lain meramalkan bumi akan mengalami kegelapan total (blackout) pada 23-25 Desember 2012.

Berita-berita seperti itu menimbulkan keresahan pada sebagian besar penghuni bumi. Mengapa orang begitu mudah ditakuti oleh ramalan-ramalan yang belum pasti terjadi? 

Sejatinya, masih banyak orang yang belum hidup pada saat sekarang. Mereka dibebani pikiran akan masa depan yang merupakan misteri. Kedahsyatan berbagai bencana yang menghancurkan bumi seperti digambarkan dalam film-film bertema kiamat itulah yang merajalela dalam benak. Ilusi-ilusi yang diciptakan pikiran tentang masa depan itu begitu mencekam, sehingga orang tidak bisa lagi menikmati keindahan saat ini. 

Ketakutan akan bakal terjadinya kejadian-kejadian yang mengacaukan dunia semakin menumpuk karena kelekatan orang terhadap kenyamanan hidup yang selama ini dirasakannya. Orang takut kehilangan keluarga dan mereka yang dikasihi, takut kehilangan benda-benda yang dimiliki, takut kehilangan posisi dan pekerjaan, takut kehilangan segalanya.

Salah satu definisi atau arti kata "kiamat" menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ialah  berakhir, tidak akan muncul lagi. Dalam konteks ini, hidup di titik hening adalah "kiamat." Kita tak lagi melekat pada segala sesuatu, diri atau ego kita berakhir dan tidak muncul lagi.

Kiamat yang tidak menyenangkan itu memang harus dilalui, karena setelahnya akan muncul langit dan bumi yang baru. Begitu pula kita perlu melalui "kiamat" kematian diri atau ego, agar kita dapat mengalami sesuatu yang lain, di mana kita menjadi pribadi baru tanpa diri atau ego. Pribadi yang murni seturut gambar Sang Pencipta dan bersatu dengan Sang Pencipta.

Alamilah "kiamat" sekarang, sehingga tak ada lagi kecemasan dan ketakutan menanti kiamat di masa depan.

 

Minggu, 18 November 2012

Setiap Orang Punya Masalah

Seorang ibu kehilangan putra tunggalnya. Ia menghadap pemimpin agama di desanya dan bertanya, "Adakah sesuatu yang bisa saya lakukan untuk mengurangi penderitaan saya?"

"Pergi dan temukan biji sesawi dari sebuah rumah yang tak pernah punya masalah. Biji sesawi seperti itu dapat mencegah segala masalah. Bila engkau menemukannya, aku akan memakainya untuk menyembuhkan penderitaanmu," kata pemimpin agama tersebut.

Ibu itu pergi mendatangi sebuah rumah mewah. Kelihatannya tak ada sesuatu yang kurang dari rumah tersebut. Ia mengetuk pintu dan mengutarakan niatnya. Para penghuni rumah berkata, "Anda salah alamat." Mereka lalu menguraikan segala masalah yang mereka alami.

Ibu itu berpikir, "Mungkin saya bisa membantu mereka dengan mendengarkan." Setelah mendengar curahan hati mereka, ibu itu tetap bertekad menemukan biji sesawi tersebut. Walau sudah lama berjalan, ia tak menemukannya. Di mana saja setiap orang mempunyai masalah berbeda.

Sesungguhnya, ibu itu telah menemukan biji sesawi ajaib yang dicari. Dengan berusaha menolong orang-orang lain memecahkan berbagai masalah mereka, ibu itu telah melupakan masalah yang dialaminya.

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)

Sabtu, 17 November 2012

Mengubah

Everybody thinks of changing the world, but nobody thinks of changing himself.

Setiap orang berpikir untuk mengubah dunia, tetapi tak ada orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri.

                    - Leo Tolstoy (1828-1910)

(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)

Rabu, 14 November 2012

Orang Beragama atau Orang Baik?

Mengapa Indonesia yang penduduknya dikenal taat beragama juga dikenal sebagai salah satu negara terkorup di dunia?
Mengapa sering kita dengar guru agama yang memerkosa murid-muridnya? 
Mengapa ada pejabat yang hafal seluruh isi kitab suci tapi dipenjara karena kasus korupsi?
Mengapa banyak orang menyerang orang lain atas nama agama?
Mengapa agama sering gagal membuat orang menjadi baik?

Rentetan pertanyaan itu menggiring saya pada kesadaran baru, betapa anggapan kita selama ini tentang agama dan para pemeluknya bisa jadi salah. Secara umum kita sering beranggapan bahwa orang yang beragama adalah orang baik. Tapi menurut saya itu hanya teori.

Fakta di lapangan sering menunjukkan hal berbeda. Dua fenomena menarik adalah ternyata orang beragama tidak selalu baik dan ternyata orang baik itu tidak selalu beragama.

Empat alasan yang membuat kenapa orang beragama gagal menjadi orang baik:
1. Agama sering dianggap sebagai kewajiban.
2. Agama sering diajarkan dengan rasa takut.
3. Agama sering menggunakan pendekatan surga dan neraka yang bagi manusia kebanyakan terasa amat lama (kuno-red.)
4. Agama sering hanya dipahami semata-mata dari aspek ritual.

Esensi agama adalah kasih. Itulah keyakinan saya. Bukankah dalam ajaran agama apa pun selalu dikatakan: "Belum beriman seseorang sebelum ia mengasihi orang lain sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri." Bagi saya kata-kata ini sangat luar biasa. Bagaimana tidak, beriman kepada Tuhan sampai disejajarkan dengan mengasihi orang lain, bahkan mengasihi orang lain ini menjadi kunci agar seseorang bisa dikatakan beriman kepada Tuhan.

Melalui tulisan ini saya sama sekali tidak mempromosikan bahwa kita tak perlu beragama. Saya hanya ingin mengajak Anda untuk berpikir mengapa agama sering gagal dalam mengubah perilaku orang menjadi lebih baik.

Di luar dua tipe manusia yang disebut di atas - orang beragama yang tidak baik dan orang baik yang tidak beragama - masih ada dua tipe manusia lain: orang yang tidak beragama sekaligus tidak baik. Orang seperti ini tentu saja tidak perlu kita diskusikan; serta orang yang beragama dan baik budinya. Ini tentu saja tipe ideal kita.

Orang yang baik dan beragama adalah 
- Orang yang selalu segar dan menikmati hidup, karena mereka senantiasa memperoleh energi dari Tuhan.

- Mereka tak pernah berputus asa, karena keyakinan bahwa dalam masalah sesulit apa pun Tuhan selalu ada bersama mereka.

- Tak takut pada kematian, karena mereka percaya kematian bukanlah akhir, justru merupakan awal dari kehidupan baru.

- Senantiasa memiliki kerinduan akan Tuhan, sesuatu yang bisa mereka rasakan tetapi tak dapat mereka lihat. Kenikmatan tertinggi di surga berbeda dengan kenikmatan fisik kita di dunia. Kenikmatan tertinggi justru akan didapatkan ketika kita bertemu dengan kekasih kita, yaitu Tuhan.

(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, ringkasan hal. 129-138, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)
 

Minggu, 11 November 2012

Doa yang Membebaskan

Ada bermacam bentuk doa. Ada doa permohonan, doa syukur, doa vokal dengan melafal rumus doa tertentu, doa mental dengan menggunakan pikiran untuk merenung-renung atau menggunakan imajinasi untuk merenungkan misteri tertentu, doa devotif yang ditujukan kepada pribadi Allah atau kepada orang kudus, dan ada doa hening.

Doa hening berbeda dengan semua bentuk doa yang disebutkan sebelumnya. Yang dimaksud doa hening di sini adalah menyadari gerak batin dan tubuh dengan batin yang hening. Kata, permohonan, ucapan syukur, perenungan, imajinasi, dan daya-daya mental yang lain tidak dipakai.

Meditasi tanpa objek adalah sebuah bentuk doa hening. Yang dilakukan pemeditasi adalah menyadari gerak batin dan tubuh dari saat ke saat. Dengan menyadarinya, batin melampaui keterbatasan dirinya. Ketika diri atau si aku berhenti, muncul "sesuatu yang lain."

Dalam doa hening, "sesuatu yang lain" itu tidak dikejar secara sadar, tidak dicapai dengan daya upaya, tidak diraih dengan teknik atau metode tertentu. Datangnya "sesuatu yang lain" itu sepenuhnya merupakan rahmat yang datang tanpa diantisipasi, tanpa diduga, tanpa diinginkan sebelumnya. Rahmat tersebut datang ketika diri atau si aku lenyap.

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek hal. 17-18, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)
 

Sabtu, 10 November 2012

Dua Kali Diselamatkan

Fleming dan Churchill
Sebuah keluarga kaya asal Inggris membawa anak-anak mereka ke desa untuk berlibur. Tuan rumah menyerahkan rumahnya kepada mereka selama satu pekan. Anak-anak berenang di kolam. Salah seorang anak mulai tenggelam dan seorang anak lainnya berteriak minta tolong.

Putra tukang kebun melompat masuk dan menolong anak itu. Orangtua anak yang nyaris tenggelam menanyakan kepada tukang kebun apa yang dapat mereka lakukan sebagai tanda terima kasih kepada pahlawan kecil itu. Tukang kebun berkata, anaknya ingin jadi dokter. Keluarga kaya itu menyatakan kesediaan mereka membiayai anak tukang kebun tersebut.  

Beberapa tahun kemudian, perdana menteri Inggris saat itu Winston Churchill menderita radang paru-paru. Raja Inggris yang prihatin akan kondisinya meminta Churchill berobat ke dokter terbaik, Alexander Fleming, penemu penisilin.

Setelah Churchill sembuh, ia berkata kepada Fleming, "Jarang terjadi, seseorang diselamatkan dua kali oleh orang yang sama." Fleming adalah anak tukang kebun yang menyelamatkan Churchill kecil di kolam renang.

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
 

Kamis, 08 November 2012

Berhenti Bergosip

Dulu, saya bekerja di sebuah kantor yang punya "budaya" bergosip. Yang digosipkan adalah teman-teman sendiri yang sedang tidak ada di tempat. Saya tahu bergosip itu buruk. Tetapi, bergosip itu mengasyikkan dan kadang juga bisa menghilangkan stres dalam pekerjaan.

Walau bertahun-tahun belajar mengenai keburukan bergosip, saya masih suka gosip, minimal ikut mendengarkan - meski tidak berkontribusi dengan menambah cerita apa pun. 

Suatu hari, saya sedang berada di luar kota untuk jangka waktu cukup lama. Seorang kawan baik di kantor menelepon saya dan mengatakan bahwa orang-orang di kantor sedang menggosipkan saya. Mereka membongkar habis kelemahan-kelemahan saya. Bukan hanya bergosip, mereka bahkan menambahkan informasi-informasi menyesatkan tentang saya. 

Kejadian itu benar-benar membuat saya terpukul. Berhari-hari saya memikirkan hal ini. Saya merasa dikhianati oleh rekan-rekan sendiri. Tetapi kejadian menyakitkan ini benar-benar membuat saya berubah. Mulai saat itu, saya berhenti menggosipkan orang lain.

Siapa guru sejati yang telah berhasil membuat saya berhenti bergosip? Orangtua, guru-guru, buku-buku yang saya baca, atau Kitab Suci?

Bukan. Benar, semua itu memberi pelajaran kepada saya, tetapi pelajaran saja tidak membawa perubahan. Yang membawa perubahan adalah pengalaman yang menyakitkan. Guru sejati saya dalam hal menghentikan kebiasaan bergosip adalah teman-teman di kantor saya itu.

Orang baik-baik memberi manfaat berupa persahabatan, cinta, dan kasih sayang; sementara orang jahat memberi manfaat dalam bentuk pelajaran-pelajaran menyakitkan yang membangun spiritualitas.

(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)
    

Selasa, 06 November 2012

Ciri Pikiran

Pikiran dikondisikan oleh pengalaman masa lampau. Karena terkondisi, maka pikiran bekerja secara mekanis. Pikiran bereaksi terhadap tantangan dengan pola tertentu. Pikiran menamai, mengonseptualisasi, menilai, menafsir menurut keterkondisian memori. Karena memori terkondisi, maka pikiran terbatas. Karena terbatas, pikiran tidak menangkap fakta "apa adanya." Ketika pikiran bertemu pikiran, muncul konflik.

Pikiran menciptakan si aku atau diri. Diri rendah atau diri tinggi, diri palsu atau diri sejati tetaplah diri. Pikiran cenderung bergerak untuk mencari sesuatu yang lain atau sesuatu yang lebih. Pikiran dan objek-objek pikiran selalu berubah. 

Pikiran yang pada hakikatnya tidak permanen ini menciptakan si aku atau si pemikir permanen untuk menstabilkan dirinya. Si aku atau si pemikir ini sesungguhnya tidak berbeda dari pikiran.

Pikiran menciptakan dualitas dalam masalah-masalah kejiwaan. Ada objek-objek datang kepada batin. Namanya kemarahan, kesedihan, ketegangan. Itu semua adalah fakta. Pikiran yang bergerak menciptakan bukan fakta. Kemarahan adalah fakta. Tidak boleh marah adalah bukan fakta. Kesedihan adalah fakta. Bebas kesedihan bukanlah fakta. Ketegangan adalah fakta. Bebas ketegangan bukanlah fakta. 

Apa yang bukan fakta adalah ciptaan pikiran. Ketika pikiran disadari dan berhenti, apa yang bukan fakta itu tidak ada, dualitas tidak ada. Yang ada adalah fakta "apa adanya." Bisakah ketika melihat objek yang datang ke batin, gerak "apa yang seharusnya" itu dilihat dan dibiarkan berhenti, sehingga ada kejernihan melihat "apa adanya"?

Bisakah kita hidup, bergerak, dan ada bersama fakta? Apa saja yang datang kepada batin adalah "apa adanya." Ketika pikiran bergerak dan menciptakan "apa yang seharusnya," maka muncul dualitas. Ketika dualitas sudah muncul, konflik dan ketegangan terjadi.

Pikiran menciptakan kesadaran akan waktu psikologis. "Aku sekarang buruk, nanti aku akan menjadi baik." Upaya untuk menjadi baik atau tidak menjadi buruk membutuhkan waktu, konflik, pergulatan. Pikiran tidak bisa mengubah yang buruk menjadi baik, karena apa yang berlawanan masih mengandung lawannya. Waktu adalah pikiran dan setiap pikiran mendatangkan konflik. Perubahan yang mendasar tidak datang dari waktu, bukan dari pikiran, bukan dengan konflik. 

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek hal. 74-75, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)
 

Minggu, 04 November 2012

Eksekutif dan Nelayan

Seorang eksekutif tengah berlibur di sebuah desa. Suatu siang ia bertemu dengan seorang nelayan yang sedang asyik bermain dengan kedua anaknya. Eksekutif ini bertanya, kenapa si nelayan tidak bekerja lebih keras, padahal hidupnya masih berkekurangan.

"Katakan, apa yang dapat saya lakukan," ujar nelayan.
"Belilah kapal yang lebih besar," kata si eksekutif, "Dengan demikian Anda bisa menangkap ikan lebih banyak."

Nelayan kembali bertanya, "Dengan tangkapan lebih banyak, apa yang dapat saya lakukan?"
"Juallah hasil tangkapan itu ke kota, Anda akan mendapat uang lebih banyak," lajut si eksekutif.
 "Lantas uang itu untuk apa?" tanya nelayan lagi.
"Dengan uang itu Anda dapat membangun rumah yang bagus dan menyekolahkan anak-anak hingga jadi orang pintar."
"Lantas, kalau saya sudah punya semua itu, apa yang akan terjadi?" 
"Dengan semua milik itu, Anda akan punya waktu luang yang banyak dan akan merasa bahagia," kata sang eksekutif.

Mendengar penjelasan itu, si nelayan malah tertawa terbahak-bahak. "Lantas, apa bedanya dengan saya sekarang? Sekarang pun saya punya waktu luang banyak dan sudah sangat bahagia!" 

(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)