Cari Blog Ini

Rabu, 18 September 2013

Berbicara dan Mendengarkan dalam Keheningan


Kebanyakan dari kita sudah memiliki pola tertentu dalam berbicara, mendengarkan, dan berdialog. Kita memiliki gagasan tertentu untuk disampaikan dan merasa tahu apa yang hendak dikatakan orang lain.

Kita sudah terbiasa menilai dan membuat kesimpulan tentang orang lain. Kita menafsir kata-kata menurut pikiran kita, merekam makna di balik intonasi nada, menafsir bahasa tubuh, cepat membuat penilaian, dan menarik kesimpulan.

Pola dialog yang digerakkan oleh persepsi pikiran tidak membawa orang kepada pemahaman akan masalah secara utuh. Tidak ada kejernihan, penghargaan timbal-balik, persahabatan yang tulus, keterbukaan, pemahaman akan motif-motif tersembunyi, nilai-nilai, keinginan, ketakutan, harapan-harapan.

Sebaliknya, jika dialog berlangsung tanpa reaksi-reaksi dan prediksi-prediksi mental, terbuka luas kemungkinan akan pemahaman yang mendalam dari kedua pihak.

Betapa sering kita terbiasa mendengarkan dan berbicara dari memori. Bisakah kita berbicara dan mendengarkan bukan sebagai reaksi memori, bukan sebagai kebiasaan, kecuali untuk mengingat bahasa atau rekaman teknis di otak kita, agar kita bisa berkomunikasi? Apakah Anda bisa mendengarkan teman bicara Anda, seolah-olah Anda baru mendengarkan ia untuk pertama kalinya, tanpa respons memori?

Berbicara dan mendengarkan merupakan dua proses yang tak terpisahkan. Ketika tidak ada proses menamai, tiada reaksi memori, maka ada kemungkinan indra bekerja secara utuh. Bukan hanya mulut yang berbicara dan telinga mendengar, tetapi keseluruhan indra kita bangun.

Ketika gambaran-gambaran masa lampau, penilaian, kesimpulan, keinginan, ketakutan, dan harapan tidak mengintervensi, maka tidak ada keterpisahan antara pembicara dan pendengar. Dalam kesatuan seperti ini, komunikasi intens dalam keheningan memungkinkan pemahaman  menyeluruh terhadap sesuatu. 

(Dari: Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma hal. 149-151, 154, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar