Cari Blog Ini

Kamis, 29 Oktober 2015

Mengapa Terus Dilakukan?

Seorang pengantar surat kabar selalu memilih jalan pintas setiap kali mengantar surat kabar ke sebuah desa di lembah. Dengan melintas di antara padang rumput, ia menghemat perjalanan beberapa kilometer.

Di padang rumput itu ada banyak sapi yang merumput. Setiap kali ia melintas, selalu ada sapi yang terganggu sehingga berusaha mengejar dan menyeruduk si pengantar surat kabar.

Sekali waktu ketika hampir tiba di ujung jalan, pengantar surat kabar berpapasan dengan seorang guru bijak. Guru itu menyapanya, "Kau hampir kena seruduk, ya?" Pengantar surat kabar menjawab singkat, "Ya."

Kemudian ia melanjutkan jawabannya dengan tenang, "Begitulah yang terjadi setiap hari," ujarnya seolah diseruduk sapi bukanlah masalah baginya.

Dari kisah itu kita belajar: betapa sering kita membiarkan semua hal yang tidak baik dalam diri kita hanya karena alasan praktis, bahkan tidak sedikit dari kita yang menikmatinya sebagai suatu sensasi, sekali pun kita kehilangan ketenangan hidup.

Hal-hal yang tidak baik itu antara lain kemarahan, kebencian, rasa kesal, dendam, dan sikap ingin membalas. Sesungguhnya semua itu merusak jiwa kita dan mengganggu jalan kita. Bukankah jauh lebih menyenangkan jika kita mampu mengayuh sepeda kita sambil menikmati pemandangan dan bersenandung tentang keindahan kehidupan?

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan bagi Kesehatan Jiwa 3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)

Rabu, 21 Oktober 2015

Melihat Tuhan

Semua orang di sekeliling kita akan membantu kita. Tuhan menghampiri kita dalam ribuan samaran untuk menunjukkan kita jalan yang mendekatkan kita denganNya. 

Setiap orang akan membantu kita untuk mengingatkan kita - mereka sebenarnya adalah panggilan Tuhan untuk kita. Jika kita tak mencintai orang-orang yang bisa kita lihat, bagaimana kita bisa mencintai Tuhan yang tak bisa kita lihat?

Kemauan kita untuk menembus semua samaran ini akan memberi kita kesempatan mengenali Tuhan dalam diri setiap orang. Ketika kita tak membiarkan diri kita dibatasi oleh penilaian kita, kita dapat melihat Tuhan dalam diri mereka.

Dengan melihat Tuhan dalam diri semua orang, kita akan dapat merasakan kegembiraan setiap saat dan merasakan betapa kita dicintai.

Latihan

Hari ini, berlatihlah melihat Tuhan dalam diri siapa pun yang dekat dengan Anda. Tataplah mata mereka, pandanglah mereka lebih jauh, dan lihatlah Tuhan tersenyum kepada Anda. 

Saat Anda mengakui Anda melihat Tuhan dalam diri semua orang, nikmatilah cinta dan semua berkah yang diberikan Tuhan kepada Anda.

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
 

Minggu, 18 Oktober 2015

Awal dari Cinta

Awal dari cinta adalah membiarkan mereka yang kita cintai sepenuhnya menjadi diri mereka sendiri, tidak mengubah mereka agar memenuhi gambaran kita. Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri kita yang kita temukan dalam diri mereka. 


Thomas Merton (1915-1968), 
rahib dan penulis


Senin, 12 Oktober 2015

Dengan Memberi, Aku Sembuh

Jika kita memilih untuk sepenuhnya menyerahkan diri, atau membantu orang lain, saat kita memiliki perasaan negatif, kita menciptakan terobosan.

Entah kita merasa malu, terluka, cemburu, takut, putus asa, hampa, tak berguna, sia-sia, atau tersesat; kita menciptakan kelahiran baru dengan memberi.

Ketika kita memberi, kita keluar dari kebekuan dan mengalir. Kita mengubah kesadaran diri dan siksa diri menjadi rahmat. Pemberian yang tulus menciptakan penerimaan - inilah salah satu sarana penyembuhan terbesar di dunia.

Latihan

Hari ini, cobalah lalui rasa sakit hati Anda dengan memberi. Apakah Anda merasa mati rasa? Apakah Anda merasa beku? Apa pun rasa sakit itu, pilihlah untuk memberi. Lihatlah sekeliling Anda, di manakah pemberian Anda akan memperbaiki situasi itu? Sekarang, rengkuhlah orang lain dan dukung dia. Saat Anda memberi kepada dia, segala sesuatu menjadi lebih baik bagi dia dan Anda.

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
  

Rabu, 07 Oktober 2015

Lonceng Kecil di Leher Kucing

Keluarga tikus selalu ketakutan karena seekor kucing besar tinggal di rumah tempat mereka tinggal. Berkali-kali kucing besar membunuh tikus. 

Keluarga tikus sepakat melawan kucing pembunuh di rumah tersebut. Mereka ingin memasang lonceng kecil di leher kucing sehingga mereka tahu ke mana si kucing berjalan. Lonceng itu akan menjadi semacam tanda bahaya bagi keluarga tikus.

Tetapi, masalahnya siapa di antara mereka yang bersedia memasang lonceng di leher kucing? Keluarga tikus bersitegang. Masing-masing tikus berargumentasi menolak tugas itu sambil mengusulkan tikus lain yang melakukannya.

Tikus-tikus tidak lagi menjadi saudara bagi yang lain, karena mereka hanya memikirkan keselamatan diri sendiri. Tidak mungkin persaudaraan dibangun di atas kepentingan pribadi dan egoisme. 

(Dari: Buku Momen Inspirasi - Renungan bagi Kesehatan Jiwa 3, karya Imanuel Kristo. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)
 

Minggu, 04 Oktober 2015

Suara Penuh Kasih

"Apa maksudmu, kamu tidak perlu mengikuti peraturan?" tanya Rick kepada putrinya Heather, dengan nada tak percaya.

"Temanku, Shelly, bilang kami tidak harus mengikuti peraturan," jawab Heather. "Temanmu itu salah. Kamu harus mengikuti peraturan!" kata Rick lagi. "Tidak, aku tidak mau," sanggah Heather. "Kamu harus!" Rick menegaskan.

Perdebatan itu terus berlanjut beberapa menit, sampai Jane - istri Rick - masuk ke kamar putri mereka dan dengan tenang berkata, "Rick, apakah kamu sadar kamu berdebat dengan anak berumur tiga tahun?" Kemudian ia berpaling kepada Heather sambil bertanya, "Kamu tahu apa arti peraturan?"

"Tidak," jawab Heather. "Ketika kamu akan masuk ke kelas, kamu dan Shelly berbaris. Itu salah satu contoh peraturan. Kamu tentu akan mengikutinya bukan?," sang ibu menjelaskan. "Ya," ujar Heather.

Jane lalu meninggalkan kamar Heather, diikuti Rick. "Agaknya aku tadi terlalu terbawa perasaan," gumam Rick sambil tersipu kepada istrinya.

Sangat mudah untuk terbawa perasaan. Jika kita tidak hati-hati, kita bisa mendapati diri kita terlibat dalam konflik dengan orang lain, tanpa pernah tahu alasan sebenarnya. 

Pertengkaran dalam keluarga sering kali terjadi seperti itu. Alasan kebenciannya sudah lama terlupakan, namun permusuhannya berlanjut dari generasi ke generasi. 

Melanjutkan konflik semacam itu tanpa berusaha memahami satu sama lain, sama bodohnya seperti Rick yang berdebat dengan putrinya yang berumur tiga tahun. Dibutuhkan suara penuh kasih seperti Jane, ibu Heather, untuk menenangkan suasana. Kita pun dapat menjadi suara yang membawa kerukunan.

(Dari: Buku Nikmatilah Fajar Menyingsing bersama Allah, editor Daru Susilowati. Penerbit Gospel Press, 2002)    

Kamis, 01 Oktober 2015

Perjalanan di Kereta



Kehidupan seperti perjalanan di kereta. Kita naik. Kita turun. Kita kembali dan naik kereta lagi. Kadang kita mengalami kecelakaan dan penundaan keberangkatan. 

Di pemberhentian tertentu, kita memperoleh kejutan-kejutan. Sebagian kejutan mendatangkan momen kegembiraan; sebagian lagi menimbulkan kesedihan.
 
Ketika kita dilahirkan dan pertama kali ada di dalam kereta, kita bertemu orang-orang yang kita harapkan akan bersama-sama kita sepanjang perjalanan. Mereka adalah orangtua kita! Sayangnya, tidak demikian. Orangtua kita berada bersama kita selama kita benar-benar membutuhkan mereka. Mereka juga harus menuntaskan perjalanan mereka. Kita hidup dengan kenangan akan cinta, persahabatan, bimbingan, dan kehadiran mereka setiap saat.

Ada orang-orang lain yang naik kereta dan akhirnya menjadi sangat berarti bagi kita. Mereka adalah saudara-saudara kita, para sahabat dan teman; dengan mereka kita belajar mencintai dan menghargai.

Sebagian orang menganggap perjalanan mereka seperti wisata. Mereka hanya mau bersenang-senang dengan kita. Sebagian lain akan menjumpai berbagai kepedihan dan kehilangan dalam perjalanan mereka. Sedangkan sebagian lagi akan tetap tinggal di kereta, menawarkan bantuan bagi yang memerlukan.

Sebagian orang yang ada di kereta akan meninggalkan kesan mendalam bagi kita, ketika mereka turun dari kereta. Sebagian lain akan naik dan turun kereta dengan cepat, sampai-sampai mereka tidak meninggalkan kesan apa-apa dalam perjalanan kita.

Terkadang kita kecewa karena beberapa penumpang yang kita sayangi, memilih untuk pindah duduk ke gerbong lain, sehingga kita meneruskan perjalanan sendirian. Tak ada salahnya kita mencari mereka. Namun, setelah mereka ditemukan, kita mungkin tidak bisa duduk bersebelahan dengan mereka lagi, karena kursi di sebelah mereka telah terisi. 
   
Tidak apa. Perjalanan setiap orang diwarnai dengan harapan, impian, tantangan, kegagalan, dan perpisahan. Betapa pun, kita berusaha melakukan yang terbaik. Kita terus berupaya memahami rekan-rekan seperjalanan kita dan melihat yang terbaik dalam diri setiap orang. 

Ingatlah, di setiap momen dalam perjalanan kita, setiap orang yang menjadi rekan-rekan seperjalanan kita bisa menjadi lemah dan membutuhkan pertolongan kita. Mungkin kita juga mengalami keraguan dan terombang-ambing, semoga ktia dapat menemukan seseorang di kereta untuk mendukung dan memahami kita.  
 
Misteri terbesar dalam perjalanan kita adalah kita tidak tahu kapan kita akan tiba di pemberhentian terakhir. Kita juga tidak tahu kapan rekan-rekan seperjalanan kita akan sampai di pemberhentian terakhir mereka; bahkan orang yang duduk di samping kita, tidak kita ketahui.

Saya tentu akan sedih, ketika saya sampai di pemberhentian terakhir. Meninggalkan mereka yang dekat dengan saya. Namun, saya yakin suatu saat saya akan tiba di stasiun utama untuk bertemu kembali dengan mereka. Mereka semua membawa koper masing-masing, padahal sebagian besar dari mereka belum memiliki koper saat mereka pertama kali naik kereta ini.

Saya akan gembira bertemu kembali dengan mereka. Saya juga senang telah memberi kontribusi bagi koper mereka dan memperkaya hidup mereka, seperti mereka juga telah memberi kontribusi untuk koper saya dan memperkaya hidup saya.  

Kita semua berada dalam perjalanan di kereta. Kita perlu berupaya semampu kita untuk membuat perjalanan ini menyenangkan dan mengesankan, sampai tiba di pemberhentian terakhir dan turun dari kereta terakhir kali. 

(Dari The Train Ride, penulis tidak dikenal. Sumber: http://www.rogerwendell.com/life.html)