Cari Blog Ini

Jumat, 25 November 2011

Kepercayaan Membatasi Pemahaman

Kebanyakan orang yang telah memiliki kepercayaan, merasa telah menemukan kebenaran. Ada yang percaya kepada Tuhan versi Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, dan lainnya. 

Ada yang percaya kepada Tuhan tanpa harus beragama. Ada yang percaya kepada kekuatan dewa-dewi, kekuatan roh leluhur, dan seterusnya. Ada yang merasa tidak perlu percaya kepada Tuhan, tetapi percaya kepada kekuatan sendiri, ide-ide, pengetahuan, ideologi, dan seterusnya. Kepercayaan ini begitu mengakar dalam batin orang atau masyarakat sebagai bagian dari pertahanan diri individual atau kolektif. 

Kalau kepercayaan seseorang atau kepercayaan kolektif diguncang atau dipertanyakan, orang menjadi marah dan brutal. Selama orang terjebak dalam kepercayaan sebagai kebenaran dan tidak berani keluar dari kepercayaan yang membuat nyaman, maka arus brutalitas itu belum akan berakhir. Kekacauan dan kekerasan terus terjadi.

Kepercayaan sesungguhnya merintangi pemahaman akan kebenaran. Apa yang kita kenal hanyalah kata, simbol, atau dogma tentang kebenaran. Tetapi dogma tentang kebenaran tidak identik dengan Kebenaran Sejati. Kita mengenal dogma tentang kebenaran, namun Kebenaran Sejati tidak ada dalam dogma mana pun. Kebenaran dogmatis hanyalah kebenaran teori, dan kebenaran teori bukan Kebenaran Sejati.

Dogma atau rumusan kebenaran bukannya tidak berguna. Rumusan kebenaran berguna sebagai penunjuk kepada Kebenaran Sejati. Tetapi, untuk menemukan Kebenaran Sejati, kepercayaan mesti ditanggalkan sepenuhnya. Tidak peduli kepercayaan tentang Tuhan, roh kudus, roh jahat, roh leluhur, kepercayaan kepada ideologi, dogma, atau berbagai bentuk kepercayaan lainnya.
 
Secara objektif, tidak ada kepercayaan tertentu yang lebih benar atau lebih baik dari yang lainnya. Begitu pula, tidak ada kepercayaan tertentu yang lebih dekat dengan Tuhan. Lewat kepercayaan, apakah Tuhan yang sesungguhnya bisa ditemukan? 

Begitu pula, berpindah dari satu kepercayaan ke kepercayaan lain, dari kepercayaan yang keliru ke kepercayaan yang benar, membuat batin hanya menemukan Tuhan sebagai objek kepercayaan. Semua kepercayaan pada kenyataannya justru menghalangi perjumpaan dengan Tuhan yang sesungguhnya. 

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar