Cari Blog Ini

Jumat, 11 November 2011

Ikuti Kata Hatimu

Sebagai pengusaha besar pembuat pakaian di Kanada, aku sering menjual sejumlah produk ke sebuah toko eceran di Montreal. Pemilik toko itu anggota perkumpulanku dan kudengar ia seorang yang jujur dan terhormat. Maka, aku berani memberi kredit kepadanya sesuai syarat yang kami sepakati. Setelah barang-barang dikirim, dalam waktu 60 hari ia harus membayar utang sebesar $ 8.724. Aku sangat kecewa, ketika petugas pembukuanku melaporkan, pemilik toko itu terlambat melunasi kewajibannya.

Kami mengirimkan tiga surat peringatan, tetapi semua diabaikan. Aku meneleponnya. "Bisnis sedang payah. Mungkin saya harus menutup usaha ini. Saya tak punya uang sepeser pun," katanya. Aku tak tahu harus bagaimana. Betapa pun, uang ribuan dolar itu bukan jumlah yang sedikit. Perlukah aku membawa masalah ini ke pengadilan? Aku sangat membutuhkan uang itu, tetapi di pihak lain aku kasihan kepadanya. Aku bertanya kepada seorang sahabat. Ia tidak memberikan saran konkret, hanya berkata, "Ikuti saja kata hatimu. "Lama aku bergulat dengan nuraniku. Akhirnya aku memutuskan tak akan menuntut pria itu.

Beberapa tahun berlalu, usahaku semakin maju. Suatu hari aku mendapat telepon dari seorang perempuan yang tak kukenal. Ia menyembunyikan identitasnya dan meminta bertemu denganku di kantor. Ternyata, ia anak perempuan dari pria yang berhutang kepadaku.

"Selama bertahun-tahun, ayah merasa sangat bersalah, mengingat hutangnya kepada Anda. Usahanya bangkrut dan sampai sekarang pun ia tetap tak punya uang. Tetapi, ia meminta saya datang menyerahkan kalung pusaka keluarga ini kepada Anda sebagai pelunas hutang. Ia tak tahu berapa harga kalung ini, setidaknya bisa membayar separuh hutangnya kepada Anda," tutur si gadis.

Aku menolak menerima kalung tersebut, tetapi perempuan itu bersikeras. Aku tak tahu banyak tentang perhiasan. Tidak terlalu yakin kalung itu benar-benar berharga. Aku memasukkan kalung ke dalam laci. Beberapa hari kemudian, aku tunjukkan kalung itu kepada ayahku. Beliau menganjurkan, tak ada salahnya membawanya ke ahli perhiasan.

Dengan saksama, ahli perhiasan meneliti kalung dan berkata, "Benda ini sangat berharga. Nilainya jauh lebih besar dari yang Anda bayangkan. Saya bersedia membelinya seharga $ 8.724." Jumlah itu persis senilai hutang si pemilik kalung kepadaku!

Di dunia ini manusia cenderung saling memakan sesama. Namun, sikap murah hati yang ditunjukkan si pengusaha akhirnya mendapat penghargaan dari "Kekuasaan" yang lebih tinggi.

(Dari: Buku Small Miracles - 68 Kisah Nyata tentang Kebetulan Tak Terduga yang Memperkaya Jiwa, karya Yitta Halberstam & Judith Leventhal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar