Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya.
Dari sumber yang sama, yang melahirkan tawa,
betapa sering mengalir air mata.
Dan, bagaimana mungkin terjadi yang lain?
Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma,
maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia.
Bukankah piala minuman pernah menjalani pembakaran,
ketika berada dalam pembuatan?
Apabila engkau sedang bergembira,
mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati,
di sana nanti engkau dapati,
hanya yang pernah membuat derita,
berkemampuan memberimu bahagia.
Apabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati,
di sanalah pula engkau bakal menemui,
sesungguhnya engkau sedang menangisi
sesuatu yang pernah engkau syukuri.
Di antara kalian ada yang mengatakan,
"Sukacita itu lebih besar daripada dukacita."
Yang lain berpandangan, "Tidak. Dukalah yang lebih besar dari suka."
Tetapi aku berkata kepadamu, keduanya tak terpisahkan.
Bersama-sama keduanya datang,
dan bila yang satu sendiri bertamu di meja makanmu,
ingatlah selalu bahwa yang lain sedang ternyenyak di pembaringanmu.
Sebenarnya engkau ditempatkan tepat di tengah timbangan yang adil.
Menengahi kegembiraan dan kesedihan.
Hanya apabila engkau sedang kosong, kau diam tak gerak,
seimbanglah takaran.
Ketika Sang Bendahara berkenan mengangkatmu
untuk menguji berat emas-perak di pinggan,
di saat itulah Kesukaan dan Kedukaanmu timbul-tenggelam.
(Dari: Buku Sang Nabi, karya Kahlil Gibran.Penerbit Pustaka Jaya, 1995)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar