Cari Blog Ini

Senin, 25 Juli 2011

Menahan Kebaikan

Si Disaster demikian aku menjulukinya. Anjing cokelat muda berbadan kekar dengan kaki-kaki kuat dan napas memburu. Ia rajin bertandang ke rumah, bermain dengan anjing kami. Biasanya, sebelum mereka berkejaran dan bergulingan, Disaster lebih dulu kami ajak masuk ke rumah dan diberi makan. Pendatang baru ini melahap semua makanan yang disodorkan ke hadapannya – termasuk sayuran, buah, bahkan roti tawar. 

Setiap hari selama sekitar dua minggu ia rajin mampir pada sore hari dengan ritual yang sama – makan dan bermain. Kami tak tahu namanya, siapa pemiliknya, di mana ia tinggal, namun kami senang karena anjing kami yang biasa sendirian jadi punya teman bermain. 

Lalu, Disaster menghilang beberapa hari. Suatu senja ia datang kembali. Begitu datang ia langsung bercengkrama dengan sahabatnya di teras rumah. Ada dorongan untuk menghidangkan makanan buatnya, tetapi aku enggan melakukannya. Masih beberapa kali Disaster bertandang ke rumah setelah itu, namun setiap kali aku tak mau membukakan pintu rumah, hanya membiarkan mereka bermain di teras. Pikirku, besok-besok ia bakal datang lagi, nanti saja memberinya makan.

Belakangan ini Disaster kembali tak tampak, sampai semalam aku mendengar berita tentangnya dari salah seorang tetangga. Suatu pagi, ketika Disaster - yang ternyata bernama asli Bento,  tengah mengejar kucing di jalan dalam perumahan, sebuah mobil melintas dengan kencang, menabrak, dan menewaskan Bento seketika. Sirna sudah kesempatan memberinya makan. Maafkan aku, Bento…

Tak jarang kita menunda untuk melakukan sesuatu yang baik bagi sesama dengan berbagai alasan, padahal kita tidak tahu berapa lama lagi waktu yang tersisa. Mengapa tidak melakukannya saat ini? 
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar