Cari Blog Ini

Selasa, 26 Juli 2011

Kesaksian Seorang Sahabat

Selama Perang Sipil, Presiden Abraham Lincoln menerima banyak permintaan amnesti bagi para tentara yang akan dihukum mati karena melarikan diri dari tugas. Setiap permohonan itu selalu diikuti sejumlah surat kesaksian dari para sahabat dan orang berkuasa.

Suatu hari, Presiden menerima sebuah permohonan amnesti yang berbeda. Permohonan itu tiba tanpa dokumen atau surat pendukung yang menjamin narapidana tersebut. Presiden Lincoln bingung dan bertanya kepada perwira yang bertugas, apakah tentara itu memiliki seseorang untuk berbicara mewakilinya?

Presiden terkejut, karena perwira yang bertugas mengatakan tentara itu tak memiliki seorang sahabat pun dan seluruh keluarganya telah tewas dalam perang. Presiden akan memikirkan perkara ini dan memberitahukan keputusannya keesokan pagi.

Sepanjang malam Lincoln bergumul dengan masalah ini. Melarikan diri dari tugas bukanlah masalah kecil. Kalau hukuman mati dibatalkan, akan menimbulkan pesan yang salah bagi para tentara lain. Namun, Lincoln merasa sulit untuk tidak bersimpati kepada seseorang yang sangat sendirian di dunia ini.

Keesokan pagi, ketika perwira bertanya apa keputusan Presiden, ia terkejut mendengar Lincoln berkata bahwa kesaksian seorang sahabat telah memeteraikan keputusannya terhadap tentara yang mangkir dari tugas itu.

Sang perwira mengingatkan, permohonan amnesti tersebut datang tanpa surat referensi apa pun. Lincoln hanya berkata, "Aku akan menjadi sahabatnya." Ia lalu menandatangani permohonan itu dan mengampuni tentara tersebut.

(Dari: Buku Harga Tak Ternilai Seorang Sahabat, karya John C. Maxwell. Penerbit Light Publishing. 2010)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar