Cari Blog Ini

Sabtu, 31 Agustus 2013

Bergerak ke Tingkat Lain


Terkadang kita “menabrak dinding” saat kita berlari menuju Tuhan. Terkadang kita “tersandung batu” dalam perjalanan kita. Yohanes dari Salib (1542-1591) menggunakan malam gelap sebagai metafora untuk saat-saat yang sulit ini. Melalui kesulitan, orang mengalami masa transisi untuk dapat masuk ke tingkat baru dalam relasi dengan Tuhan.

Masa transisi tersebut dapat menjadi suatu saat yang “gelap,” saat Tuhan tampaknya tidak hadir. Dalam malam gelap kita merasakan kekosongan, tidak mampu meraih Tuhan. Kita kehilangan penghiburan yang pernah menyertai di tahap awal relasi kita dengan Tuhan. Dalam malam gelap, kesombongan menyerah pada kerendahan hati seperti kita melepas diri kita yang palsu, keinginan kita yang serakah.

Menurut Yohanes dari Salib, ada dua fase malam gelap yaitu fase indrawi dan fase spiritual. Dalam malam gelap fase indrawi, kita kehilangan kelekatan pada kesenangan indrawi yang merupakan ketertarikan kita pada situasi, orang, dan hal-hal duniawi. Sedangkan dalam malam gelap fase spiritual, jiwa dimurnikan dan disiapkan untuk persatuan cinta dengan Tuhan.

Dibersihkan dari kepentingan diri, kita menyadari kita tengah diarahkan kepada iman yang murni, yang seutuhnya berpusat kepada Tuhan. Hubungan yang mendalam dengan Tuhan tidak terjadi melalui refleksi intelektual, penglihatan atau gambar, atau pengalaman spiritual; melainkan melalui kontemplasi – suatu pemusatan yang penuh cinta.

Kekeringan dan malam gelap adalah saat Ia sungguh-sungguh menarik kita secara langsung ke dalam persatuan dengan-Nya. Ini merupakan karya Roh yang mengubah kita. Cara lama dalam berbicara kepada Tuhan dalam doa menguap. Kita menemukan diri kita hanya duduk dan diam bersama Tuhan, diisi dengan keheningan yang tetap.

Yohanes dari Salib berkata bahwa badai akan merundung orang yang bergerak ke tingkat lain dari doa. Mungkin berupa badai egois dan penuh nafsu keinginan, ketidaksabaran, atau kemarahan terhadap Allah. Awan gelap kebingungan, ketidakpastian, dan keraguan mungkin timbul sebagai tanda keegoisan dalam diri kita sedang dihapus.

Dalam bukunya Nyala Cinta yang Hidup, Yohanes dari Salib mengingatkan kita untuk tidak mundur, tetapi tetap mengikuti pimpinan Roh. Kita harus mengetahui bahwa jika jiwa mencari Tuhan, maka Sang Kekasih terlebih lagi mencari jiwa itu. Jiwa tidak bisa menyadari kemajuan yang dicapainya dalam persatuan dengan Tuhan, karena Tuhan sajalah yang berkarya dalam jiwa, sehingga kita dapat menjadi seperti kayu pijar dengan nyala cinta yang hidup.

(Dari: Buku Edisi Khusus Saat Teduh – 40 Hari Semakin Dekat dengan Tuhan, karya J. David Muyskens. Penerbit PT BPK Gunung Mulia, 2011) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar