Cari Blog Ini

Senin, 21 Januari 2013

Cangkir Kopi


Suatu hari, beberapa alumni Universitas California Berkeley yang sudah bekerja dan mapan dalam karier mengunjungi profesor mereka yang sudah lanjut usia. Mereka berbicara banyak hal seputar pekerjaan dan kehidupan mereka.


Sang profesor lalu pergi ke dapur dan kembali dengan membawa seteko kopi panas. Di atas nampan, ia membawa bermacam cangkir. Ada cangkir dari kaca, kristal, melamin, dan plastik. Beberapa cangkir tampak indah dan mahal, tetapi ada juga cangkir yang bentuknya biasa-biasa saja dan terbuat dari bahan murah. "Silakan kalian masing-masing ambil cangkir dan tuang sendiri kopinya," ujar sang profesor. 

Setelah setiap orang memegang cangkir berisi kopi, profesor itu berkata, "Perhatikan. Kalian semua memilih cangkir yang bagus. Yang tersisa hanya cangkir murah dan tak menarik. Memilih yang terbaik adalah wajar, tetapi di situlah letak masalahnya. Ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus, perasaan kalian terganggu. Kalian mulai melihat cangkir-cangkir yang dipegang orang lain dan membandingkan dengan cangkir yang kalian pegang. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukan cangkirnya melainkan kopinya."

Sesungguhnya, kopi itu adalah kehidupan kita. Sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, uang, dan posisi yang kita miliki. Mungkin sebagian orang menurut penglihatan kita tampak begitu beruntung dan bahagia, tetapi belum tentu mereka menikmati indahnya karunia kehidupan yang diberikan Tuhan. Jangan pernah membiarkan "wadah kopi" memengaruhi "kopi" yang kita nikmati. 

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar