Cari Blog Ini

Sabtu, 08 Oktober 2011

Rumah Abadi


Kapan orang mengalami Rumah Abadi, di mana orang bebas dari segala penderitaan dan menikmati kebahagiaan sejati? Sebagian besar orang berpandangan, kebahagiaan sejati hanya bisa dialami setelah mati. Sebagian yang lain berpandangan, kebahagiaan sejati sudah bisa dialami sekarang.

Rumah Abadi sebenarnya terletak di dalam hati dan pikiran manusia itu sendiri. Kalau orang tinggal di Rumah Abadinya sendiri, ia menikmati kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati itu bisa dialami setiap momen, setiap saat, sebagai bagian dari olah spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Di sanalah tempat kediaman Allah ditemukan.

Tubuh kita seperti rumah. Kalau rumah kita kotor dan terpolusi, maka kita tidak akan bisa tinggal dengan nyaman. Sebaliknya, kalau rumah kita bersih dan bebas dari polusi, maka kita bisa tinggal dengan nyaman. Supaya bisa tinggal dengan nyaman, damai dan bahagia, kita perlu senantiasa menjaga agar rumah kita bersih. Polusi spiritual  bisa berwujud banyak hal seperti terlalu sibuk. Begitu pula uang, seks, dan kekuasaan yang mudah menggantikan pusat hidup kita “dari dalam.”

Tinggal dengan damai dan bahagia di Rumah Abadi memerlukan kemampuan untuk hidup “dari dalam.” Tubuh kita terdiri dari tubuh jasmani dan tubuh rohani. Keduanya tak bisa dipisahkan. Namun, dalam kenyataan hidup harian, orang sering memisah-misahkan dan mengkotak-kotakkan.

Ketika orang hanya hidup dengan tubuh jasmaninya dan meninggalkan tubuh rohaninya, ia bagaikan hantu yang lapar. Ia terus mencari sesuatu di luar dirinya untuk dimakan, dimiliki, dikuasai, dikontrol, dan tidak pernah merasa puas. Selama orang mencari sesuatu yang indah, baik, dan benar di luar tanpa menyentuh yang indah, baik dan benar di dalam; maka orang akan terus hidup dalam kesia-siaan.

Rumah Abadi sudah tersedia bagi kita sekarang. Kalau kita tidak bisa hidup, bergerak, dan tinggal di Rumah Abadi sekarang, kita akan terus mengembara dalam waktu. Kalau bisa tinggal di Rumah Abadi sekarang, kita menikmati kebahagiaan sejati. Segala sesuatu yang disentuh, dilihat, didengar, dan dirasakan adalah indah, baik, dan benar adanya.
 
Kalau seseorang mampu menyentuh yang indah ”di dalam,” maka segala yang ia sentuh ”di luar” juga akan menjadi indah adanya. Mengapa? Karena  sudah lebih dulu menemukan yang indah, baik, dan benar dari dalam dirinya – rumah tubuh spiritualnya sendiri. 

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar