Cari Blog Ini

Sabtu, 01 Oktober 2011

Engkau Mendengar Burung Berkicau?

Orang Hindu memiliki gambaran indah tentang hubungan antara Tuhan dan ciptaanNya. Tuhan 'menarikan' ciptaanNya. Ia adalah Sang Penari dan ciptaan adalah tarianNya. Suatu tarian tidak bisa ada, jika yang menarikannya juga tidak ada. Engkau tak dapat membungkus tarian itu dan membawanya pulang, jika engkau menyukainya. Begitu gerak penari terhenti, tariannya pun tak ada lagi. 

Dalam usaha mencari Tuhan, manusia terlalu banyak berpikir, merenung, dan berbicara. Bahkan ketika memandang tarian yang kita sebut ciptaan, manusia masih saja terus berpikir, berbicara dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain, merenung, menelaah, serta berfilsafat. Kata-kata, kata-kata, kata-kata belaka. Suara-suara, suara-suara, suara-suara belaka.

Diam dan lihatlah tarian itu. Hanya melihat saja: sebuah bintang, sekuntum bunga, sehelai daun layu, seekor burung, sebongkah batu.... Satu lambaian tarian saja sudah cukup. Lihatlah. Dengarlah. Hiruplah. Sentuhlah. Nikmatilah. Dan kiranya tak lama kemudian, engkau akan menjumpaiNya. Sang Penari sendiri.

Seandainya engkau sungguh-sungguh pernah mendengarkan kicauan seekor burung, pernah memandang sebatang pohon..., engkau sudah mengerti - melampaui segala perkataan dan pemikiran.

Apa katamu? Engkau telah mendengar puluhan burung berkicau dan melihat ratusan batang pohon? Apakah yang kau lihat itu sungguh sebatang pohon atau hanya 'pohon-pohon'? Jika engkau memandang sebatang pohon, tetapi hanya melihat sebatang pohon, sebenarnya kau belum melihat pohon itu. Jika engkau memandang pohon dan melihat keajaiban, nah, barulah engkau - akhirnya - melihat pohon! Pernahkah hatimu dipenuhi rasa kagum yang tak terhingga, ketika mendengar seekor burung berkicau?

(Dari: Buku Burung Berkicau, karya A. de Mello, S.J. Penerbit Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar