Cari Blog Ini

Rabu, 06 Mei 2015

Si Tukang Omong

Aku bosan dengan para tukang omong serta celoteh mereka. Ketika aku bangun di pagi hari untuk membaca surat-surat dan majalah-majalah yang diletakkan di samping tempat tidurku, kutemukan semuanya penuh dengan omongan sia-sia tak bermakna yang penuh kemunafikan.

Ketika kududuk dekat jendela untuk menyingkapkan selubung tidur dari mataku dan menghirup kopi Turki-ku, si Tukang Omong muncul di hadapanku, melompat-lompat, berseru, dan menggerutu.

Ketika aku berangkat kerja, si Tukang Omong ikut, berbisik di telingaku dan menggelitik otakku yang peka. Ketika kucoba menyingkirkannya, ia malah tertawa geli dan segera kembali berceloteh tak berguna.

Ketika aku duduk dengan seorang teman, si Tukang Omong, tanpa diundang, ikut nimbrung. Kalau aku menghindarinya, ia tetap saja bisa demikian dekat sehingga gema suaranya menjengkelkanku.

Ketika aku berkunjung ke pengadilan dan lembaga pembelajaran, kutemukan si Tukang Omong dengan ayah dan ibunya mengenakan Kepalsuan dalam pakaian sutra dan Kemunafikan dalam jubah kebesaran.

Ketika aku mampir di kantor dan pabrik, di sana pun, di luar dugaanku, kutemukan si Tukang Omong, di tengah-tengah ibunya, bibinya, dan kakeknya, berceloteh dengan bibirnya yang tebal. 

Ketika pulang menjelang malam, kutemukan dia juga di sana. Dari langit-langit ia bergantung seperti ular; atau merayap seperti ular besar di keempat sudut rumahku.

Singkatnya, si Tukang Omong ada di mana-mana. Di manakah seorang pencinta keheningan dan ketenangan dapat menjauhkan diri darinya? 

Adakah sebuah tempat di alam semesta ini, di mana aku dapat pergi dan tinggal bahagia sendirian? Adakah sebuah tempat, di mana tak ada pertukaran omongan yang sia-sia?

Kalau saja hanya ada satu jenis tukang omong, aku akan maklum. Tetapi tukang omong itu banyak sekali. Mereka dapat dibagi menjadi beberapa suku dan golongan:

Ada kumpulan tukang omong yang membayangkan kehidupan bagai sepotong kayu, dari mana mereka berusaha membentuk sesuatu bagi diri mereka sendiri, sambil menimbulkan suara yang lebih buruk dibandingkan bisingnya pabrik penggergajian.

Ada golongan yang anggota-anggotanya tidak tahu harus berbuat apa-apa selain duduk, setiap kali tersedia tempat duduk, dan mengunyah kata-kata ketimbang mengucapkannya di sana. 

Sesekali kita temukan suatu kumpulan tukang omong yang menenun udara dari udara, tetapi tetap tanpa pakaian. Sering kali kita jumpai kelompok tukang omong yang aneh, yang perwakilannya seperti burung-burung biasa tetapi menganggap diri mereka burung elang ketika melambung di dalam arus kata-kata mereka. 

Masih ada suku dan golongan tukang omong, tetapi terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Setelah mengungkapkan kebencianku terhadap si Tukang Omong dan rekan-rekannya, kutemukan diriku seperti dokter yang tak dapat menyembuhkan diri sendiri, atau seperti seorang terdakwa yang berkhotbah kepada rekan-rekan satu selnya.

Aku telah menyindir si Tukang Omong dan teman-temannya yang suka berceloteh itu - dengan celotehku sendiri. Aku lari dari para tukang omong, tetapi aku sendiri salah seorang dari mereka.

Akankah Allah mengampuni dosa-dosaku, sebelum Ia memberkatiku dan menempatkanku di dunia Pikiran, Kebenaran, dan Kasih Sayang, di mana tak ada tukang omong? (Kahlil Gibran, 1883-1931)

(Dari: Buku Renungan dan Meditasi, karya Kahlil Gibran. Penerbit Classic Press, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar