Cari Blog Ini

Kamis, 02 Februari 2012

Jangan Menoleh

Mencintai berarti menjadi peka terhadap kehidupan, terhadap orang lain, terhadap segala sesuatu; menaruh simpati tanpa pengecualian. Pengecualian adalah hasil pengerasan hati dan penutupan pintu hati. Saat Anda mengeraskan hati, kepekaan Anda pun mati.

Sesungguhnya tidak sulit bagi Anda untuk menemukan contoh-contoh kepekaan macam itu dalam hidup Anda. Pernahkah Anda berhenti untuk memindahkan batu atau paku di tengah jalan, supaya orang yang lewat tidak terluka? Anda tak peduli tindakan Anda tidak diketahui siapa pun dan tidak mendapat penghargaan apa pun. Anda melakukannya hanya karena kebajikan dan kemurahan hati. Di saat seperti itulah cinta muncul dalam kehidupan Anda. Itu berarti, cinta senantiasa ada dalam diri Anda dan menunggu untuk dibebaskan.

Apa yang dapat Anda lakukan agar memiliki cinta seperti itu? Tidak ada, karena cinta tersebut telah ada dalam diri Anda. Yang perlu Anda lakukan hanyalah menyingkirkan penghalang yang Anda pasang pada kepekaan Anda, maka cinta itu akan muncul.

Ada dua penghalang kepekaan, yaitu kepercayaan dan kelekatan. 

Saat Anda berpegang pada kepercayaan Anda, Anda membentuk kesimpulan mengenai suatu hal, situasi, atau orang tertentu. Segera Anda terpancang pada kesimpulan Anda sendiri dan mulai kehilangan kepekaan. Anda berprasangka dan akan melihat orang itu menurut penilaian Anda. Lalu, Anda tak mau melihatnya lagi. Bagaimana Anda dapat menjadi peka pada seseorang, jika Anda tak mau melihat orang itu lagi?

Pandanglah dengan sungguh-sungguh kepercayaan-kepercayaan Anda. Hanya dengan menyadari bahwa mereka adalah kepercayaan, kesimpulan, dan prasangka - bukan refleksi atas realitas - maka semua itu akan hilang.

Lalu, bagaimana kelekatan terbentuk? Mulanya, terjadi hubungan dengan sesuatu yang memberikan kegembiraan pada Anda, seperti mobil, peralatan canggih yang menawan, kata pujian, dan persahabatan. Kemudian, timbul keinginan untuk mempertahankannya, mengulang perasaan senang yang disebabkan hal atau orang itu. Akhirnya, timbul keyakinan dalam diri Anda bahwa Anda tidak bahagia tanpa sesuatu atau orang itu. 

Anda telah menganggap kesenangan yang diakibatkannya sama dengan kebahagiaan. Lalu muncullah sikap tertutup terhadap yang lain, tidak peka terhadap segala sesuatu yang bukan bagian dari kelekatan Anda. Simfoni kehidupan terus berjalan, tetapi Anda tetap menoleh ke belakang, terikat pada beberapa melodi saja. Timbul ketidakselarasan antara apa yang ditawarkan kehidupan dan apa yang Anda lekati. Cinta dan kebebasan hanya dapat ditemukan bila orang menikmati setiap nada yang muncul dan kemudian membiarkannya berlalu, sehingga dapat peka dan tanggap terhadap nada-nada berikutnya.

Bagaimana cara melepaskan kelekatan? Orang mencoba melepaskannya dengan menolak atau menyangkal. Dengan menolak irama musik dan menghapuskannya dari kesadaran, Anda kembali mengeraskan diri sendiri. Anda cukup mengamati kebusukan dan kebejatan sifat kelekatan. Biarkanlah berlalu dan mengalir. Selanjutnya, Anda tidak menoleh ke masa lampau, melainkan hanyutlah dalam alunan musik "saat ini."

Lihatlah masyarakat di sekitar kita, busuk sampai ke intinya, terinfeksi oleh kelekatan. Orang-orang yang terikat pada kekuasaan, uang, kemakmuran, kemasyhuran, kesuksesan - dan mencari semua itu seolah-olah kebahagiaan mereka tergantung pada semua hal tersebut; malah dianggap sebagai anggota masyarakat yang produktif, dinamis, dan giat bekerja keras.
Mereka mengejar semua itu dengan penuh ambisi, hingga menghancurkan simfoni hidup mereka dan membuat mereka menjadi pribadi yang keras, dingin, serta tidak peka terhadap diri sendiri dan orang lain. 

Berapa banyakkah orang "terhormat" di sekitar Anda yang masih mempunyai kepekaan cinta yang hanya dapat diberikan oleh ketidaklekatan? Bila Anda merenungkan hal ini dengan sungguh-sungguh, Anda akan merasa jijik, hingga secara instingtif Anda akan membuang setiap kelekatan seperti melemparkan ular berbisa yang melilit Anda.

Anda akan memberontak dan melepaskan diri dari budaya busuk yang didasarkan pada keserakahan, kelekatan, kecemasan, kerakusan, kekerasan, dan ketidakpekaan, yang bukan cinta.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar