Cari Blog Ini

Selasa, 05 Maret 2013

Pergumulan Batin

Kebanyakan orang memiliki pergumulan batin yang berlarut-larut. Orang bergumul dengan rasa bersalah, terluka, sakit hati, dendam, khawatir, gelisah, benci, malas, bosan, takut, kelekatan, ,konflik, ambisi, dan seterusnya. Setiap daya upaya seperti menolak, membuang, menekan, mengalihkan, mengatasi, melupakan, tidak mau tahu, atau lari daripadanya; justru menjauhkan pemahaman langsung akan pergumulan yang dihadapi. Karena itu, pergumulan batin perlu dipahami secara langsung, tanpa daya upaya.

Pergumulan sering mendera batin yang biasa memupuk harapan atau cita-cita. Batin yang selalu mencari kenikmatan, selalu mencari kepastian, selalu mencari kepuasan, selalu ingin berbuat baik atau tampil sempurna, biasanya hidup dalam ketegangan terus-menerus. Cita-cita psikologis, gagasan-gagasan psikologis, atau harapan-harapan psikologis justru menciptakan ketegangan dalam menjalani kehidupan.

Sekali kita menciptakan gagasan, harapan, cita-cita, maka muncullah daya upaya. Daya upaya merupakan bentuk penguatan ego atau diri. “Si aku” diperkuat, “si aku” yang berkemauan, “si aku” yang berkehendak, “si aku” yang berjuang, “si aku” yang bergumul. Bisakah kita melihat Kebenaran tanpa menciptakan gagasan? Kalau batin menyadari proses terbentuknya daya upaya dan mengakhirinya, barangkali di sana ada kemungkinan batin bebas dari pergumulan.

Mengapa batin suka menciptakan gagasan? Bukankah itu merupakan suatu kebiasaan? Sesuatu dihadirkan di hadapan kita, segera muncul kebiasaan untuk menciptakan gagasan, teori, kesimpulan tentang hal itu. 

Batin juga suka menciptakan gagasan, karena batin ingin mendapatkan hasil secara cepat. Batin ingin sesuatu yang pasti. Maka batin lebih suka menciptakan pegangan dalam bentuk gagasan, teori, keyakinan, dan pengetahuan. Ketika pegangan dipertanyakan, munculah kebingungan dan kegelisahan. Batin menghindari ketidakpastian, mencari rasa aman bagi dirinya sendiri dengan menciptakan daya upaya untuk mengejar hasil. Secara psikologis kita terbiasa berjuang sejak kecil.

Batin kita dipenuhi gagasan-gagasan yang membenarkan bahwa kebebasan, kedamaian, pencerahan mesti dicapai lewat perjuangan. Tidak bisa disangkal, untuk bisa berhasil dalam hidup, orang harus memiliki daya juang, tidak lemah, tidak mudah menyerah. Tetapi sungguhkah daya upaya berguna dalam olah kejiwaan?

Semua kenikmatan dan kepahitan hidup merupakan hasil daya upaya. Apa saja yang diperoleh lewat daya upaya bersifat material. Hal-hal yang sungguh-sungguh spiritual tidak diperoleh lewat daya upaya, perjuangan, atau pergulatan. Mengejar hal-hal spiritual adalah perluasan dari tujuan-tujuan material yang dipersepsikan sebagai lebih tinggi, lebih suci, dan lebih agung. Kedamaian, kebebasan, pencerahan, kesucian lalu menjadi objek pencarian dan pergulatan tiada akhir.

Batin yang sarat gagasan, merasa aman, merasa pasti, merasa bingung, dan mengejar hasil; tidak mampu melihat langsung Kebenaran. Sedangkan batin yang bebas gagasan, mampu melihat langsung Kebenaran tanpa daya upaya, dan Kebenaran itu dengan seketika membebaskan. Batin yang bebas dari pergumulan mampu menemukan kedamaian di tengah aktivitas perjuangan. Bisakah kita menjalani kehidupan sehari-hari dengan bebas dari pergumulan?  

(Dari: Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar