Cari Blog Ini

Minggu, 08 November 2015

Berhenti Menipu Diri Sendiri



Essena O'Neill
Seleb Instagram Essena O’Neill (18 tahun) undur diri dari hingar-bingar media sosial. Padahal, banyak orang iri melihat kehidupan O’Neill yang sebelumnya gencar ia pamerkan lewat akun Instagram, YouTube, Tumblr, dan Snapchat.

“Tak ada yang keren dari dirimu, jika yang kamu lakukan hanya mengunggah foto-foto hasil editan ke media sosial untuk membuktikan kamu keren,” kata O’Neill dalam unggahannya di situs Let’s Be Game Changers. Di situs itu O’Neill mengunggah video-video tanpa sentuhan make-up dan baju mewah. Ia juga mem-posting hal-hal positif tentang musik, buku, kesetaraan gender, teknologi, dan makanan sehat. 

Menurut O'Neill, kecenderungan anak muda menghabiskan waktu berjam-jam menggulir linimasa media sosial menggoreskan luka mental tersendiri. Rasa minder, narsisme, ingin pamer, ingin diakui, hingga pada akhirnya memicu depresi.

Semua orang berlomba-lomba menunjukkan kehidupan paling sempurna di media sosial. Walau mereka (atau kita) harus berbohong untuk itu. Maniak media sosial ingin menampilkan wajah paling cantik, liburan paling mahal, dan prestasi paling gemilang. Padahal, foto-foto yang diunggah adalah hasil bidikan beratus-ratus kali dengan pengeditan super lama. 

"Saya menghabiskan kehidupan remaja saya untuk status sosial, penerimaan sosial, dan penampakan fisik yang basisnya adalah media sosial. Itu semua tak nyata. Itu semua manipulasi untuk saling membandingkan diri dengan orang lain," papar O’Neill yang memiliki lebih dari 265.000 pengikut di YouTube dan 702.000 pengikut di Instagram.

Hal itu tak membuat O'Neill bahagia. Namun, O'Neill tak menyalahkan Instagram atau para pendiri media sosial. Sebab, media sosial lahir dengan itikad mulia: memudahkan komunikasi antarmanusia, menembus jarak dan waktu. Hanya saja, pemanfaatannya telah berkembang jauh dari tujuan awal. 

Saat ini kita memasuki era di mana kehidupan seseorang diukur dari media sosial. Kesuksesan, kekayaan, kepintaran, kebaikan, dan popularitas dilihat dari tiga indikator: foto yang diunggah, jumlah follower dan like. Menurut O’Neill, manusia jadi lupa akan indahnya kehidupan nyata seperti bersosialisasi dengan orang-orang, mengobrol dan berdiskusi tentang hal-hal yang signifikan, berbagi, serta belajar hal-hal baru. 

Terlalu lama menggulir linimasa media sosial membuat manusia modern kehilangan produktivitas dan ide-ide brilian. “Jangan biarkan jumlah follower dan like mendefinisikan dirimu," kata O’Neill yang kini menggunakan akun-akunnya untuk mengkampanyekan gerakan "berhenti menipu diri sendiri lewat media sosial." 

(Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2015/11/04/09050047/Ratusan.Ribu.Follower.dan.Like.Tidak.Bikin.Bahagia?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar