Cari Blog Ini

Selasa, 08 Mei 2012

Tangan Ibu

Beberapa tahun yang lalu, ketika ibu saya berkunjung, ia mengajak saya berbelanja bersama, karena ia membutuhkan gaun baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama orang lain, dan saya bukan orang yang sabar. Walau demikian, kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan.

Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita. Ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Saya mulai lelah dan ibu mulai frustasi.

Di toko terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba sebuah gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi leher. Karena saya tidak sabar, kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu di dalam ruang ganti pakaian. 

Saya melihat bagaimana ibu menjajal pakaian itu, dan dengan susah mencoba mengikat tali di bagian tepi leher. Ternyata, tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang mendalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang mengalir keluar tanpa saya sadari.

Setelah saya tenang, saya kembali masuk ke kamar ganti untuk mengikatkan tali gaun itu. Pakaian tersebut begitu indah dan ibu membelinya. Perjalanan belanja kami berakhir, tetapi kejadian itu terukir dan tak dapat terlupakan.

Sepanjang sisa hari itu, saya teringat kejadian di dalam ruang ganti pakaian. Terbayang kedua tangan ibu yang penuh kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya. Terlebih dari semua itu, berdoa untuk saya. 

Sore harinya, saya pergi ke kamar ibu dan memegang kedua tangannya. Saya menciumnya dan mengatakan kepadanya, bagi saya kedua tangan itu adalah tangan yang paling indah di dunia.

Saya sangat bersyukur, Tuhan telah membuat saya melihat dengan mata saya yang baru, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa, suatu hari kelak, tangan dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.

(Dari: Buku Chicken Soup for the Christian Soul - 57 Kisah untuk Membuka Hati dan Membangkitkan Semangat, karya Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Patty Aubery & Nancy Mitchell. Penerbit Dabara Publishers, 1999)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar