Yang paling menyentuh dari tatapan mata seorang anak adalah kepolosannya, kesederhanaannya, dan ketidakmampuannya untuk berbohong, bertopeng, atau berpura-pura. Hanya orang dewasa yang dapat berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya.
Ketika seorang anak dihukum dan dipaksa agar mengakui kesalahannya atau mengemukakan alasan dan perasaannya, anak itu belajar berpura-pura dan kepolosannya dihancurkan. Mereka belajar menyembunyikan jati diri mereka dari orang lain dan lama kelamaan mereka menyembunyikannya dari diri mereka sendiri. Maka, bertambahlah orang yang tak mengenal diri sendiri.
Sejauh mana kepolosan masa kanak-kanak masih ada dalam diri Anda? Masih adakah orang yang sedemikian rupa, sehingga di hadapannya Anda bersikap sungguh-sungguh apa adanya, terbuka, dan polos bagaikan seorang anak?
Kepolosan masa kanak-kanak dapat hilang dengan cara lebih halus, ketika anak dipengaruhi oleh keinginan menjadi orang lain - "seseorang" yang sukses, terkenal, dan berkuasa. Mereka ingin menjadi sesuatu yang menghasilkan kejayaan dan pengembangan diri, bukan yang menghasilkan pemenuhan diri.
Lihatlah kehidupan Anda sehari-hari. Adakah pikiran, kata, atau tindakan Anda yang bersih dari keinginan untuk menjadi "seseorang," juga seandainya yang Anda kejar itu hanya kesuksesan dalam hidup kerohanian atau sekadar menjadi seorang saleh yang tak terkenal?
Orang-orang dewasa yang mempertahankan kepolosan mereka akan menyerah pada dorongan alam tanpa memikirkan untuk menjadi seseorang atau membangkitkan kekaguman orang lain. Tetapi, berbeda dengan anak kecil yang menyandarkan diri pada naluri, orang-orang dewasa menyandarkan diri pada kesadaran terus-menerus akan sesuatu di dalam dan di luar diri mereka. Kesadaran itu melindungi mereka dari kejahatan dan menghasilkan pertumbuhan seperti yang dikehendaki alam, bukan seperti yang dirancang oleh ego yang ambisius.
(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar