Bermain dalam orkes simfoni menuntut rasa berkelompok (kerja sama tim) yang tinggi, tetapi berbeda dengan permainan olah raga beregu. Hal ini tampak jelas dari sudut mereka yang tidak memainkan instrumen (alat musik) penting.
Kalau kita jadi pemain biola utama, maka sungguh terasa sukses-gagalnya orkes simfoni itu tergantung pada kita. Tetapi, pemain biola kedua dan pianis pun punya peran yang jelas bagi para pendengar, yaitu mengiringi melodi biola pertama. Bahkan, mereka yang memainkan klarinet, cello, atau terompet biasanya masih terasa cukup penting, karena kadang-kadang mereka kebagian memainkan potongan melodi yang menentukan arah irama.
Namun, pemain triangle atau timpani dalam orkes simfoni memperlihatkan suatu nilai yang berbeda. Hampir di seluruh konser, pemain biola bermain terus. Sedangkan pemain triangle mungkin hanya main pada birama ke-10 dan ke-11, lalu istirahat selama 70 birama, kemudian sekali lagi membunyikan instrumennya pada birama ke-80, lalu istirahat kembali.
Meski demikian, musik simfoni akan hambar bila tak ada pemain-pemain 'kecil' itu. Orkes simfoni yang agung sungguh punya tempat untuk pemain-pemain 'kecil' yang bermain dalam peran kecil. Keindahan orkes simfoni justru terletak pada prinsip kekecilan instrumen yang kecil harus terdengar, tak boleh ditutupi oleh kebesaran permainan biola pertama atau solois saxophone.
Pemain-pemain 'besar' harus membiarkan pemain-pemain 'kecil' menyumbangkan keindahan kekecilannya, tanpa berusaha 'melindungi'nya. Justru kalau biola terlalu keras menutupi pemain kecil, malah akan merusak harmoni musiknya.
Tidakkah hal seperti itu kurang disadari dalam masyarakat? Kita semua silau kepada 'kebesaran,' juga pada kebesaran yang agak 'kebesaran' (terlalu besar) bagi kualitas kita sendiri. Atau yang besar ingin kelihatan semakin besar dengan menutupi kekecilan yang kecil. Yang kecil mau tampak besar dengan 'main besar,' walau pun sebenarnya kecil.
Memang, semua manusia pada hakikatnya sama. Tetapi, peran setiap orang berbeda. Biarlah setiap kita berperan menurut kualitas kita sendiri dan memberi kesempatan kepada orang-orang lain untuk berperan seperti kualitas diri mereka.
Keagungan kita dalam menjalin relasi terletak pada kesempatan yang kita berikan terhadap orang-orang yang berelasi dengan kita untuk menjadi dan berbuat seperti apa adanya, sebagai dirinya sendiri.
(Dari: Buku Dari Love Story ke Doa Rutin - Renungan-Renungan Harian, karya B.S. Mardiatmadja, S.J. Penerbit Kanisius & Nusa Indah, 1985)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar