.... Kau berkata bahwa aku adalah pelukis dan penyair. Aku bukan pelukis, May, juga bukan penyair. Aku menghabiskan hari-hariku untuk melukis dan menulis, namun aku tidak menyatu dengan hari-hariku.
Aku adalah awan, May, awan yang membaur dengan benda-benda, namun tak pernah menyatu dengannya. Akulah sang awan, dan dalam awan itu terdapat kesunyianku, kesendirianku, lapar dan hausku.
Tetapi yang membuat duka hatiku ialah bahwa awan itu, yang menjadi kenyataan diriku, merindukan seseorang yang berkata, "Di dunia ini engkau tidak sendiri, tetapi kita bersama. Aku tahu siapa dirimu."
Katakanlah, May, adakah di sana seseorang lain yang mampu dan rela mengatakan kepadaku, "Akulah sang awan yang lain. Wahai, awan, marilah kita menebarkan diri di atas bukit-bukit dan di lembah-lembah. Marilah kita berjalan-jalan di atas pepohonan dan di sela-selanya, marilah menutup batu-batu karang yang tinggi, marilah menembus hati umat manusia, marilah mengembara ke tempat-tempat jauh yang tak dikenal dan berpagar benteng." (Surat Kahlil Gibran kepada May Ziadah, tahun 1926)
*Catatan: Kahlil Gibran (1883-1931) seniman dan penulis asal Lebanon yang tinggal di New York City, Amerika Serikat, menjalin kasih lewat surat-menyurat selama 19 tahun dengan May Ziadah (1886-1941) penyair, esais, dan penerjemah asal Lebanon di Mesir, tanpa pernah bertatap muka sekali pun.
*Catatan: Kahlil Gibran (1883-1931) seniman dan penulis asal Lebanon yang tinggal di New York City, Amerika Serikat, menjalin kasih lewat surat-menyurat selama 19 tahun dengan May Ziadah (1886-1941) penyair, esais, dan penerjemah asal Lebanon di Mesir, tanpa pernah bertatap muka sekali pun.
(Dari: Buku Potret Diri Kahlil Gibran, diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh M. Ruslan Shiddieq. Penerbit Pustaka Jaya, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar