Jasad Wang Yue yang baru dua tahun menghirup udara dunia, sudah kembali ke pangkuan bumi. Namun, kisah tragisnya masih beredar di seluruh dunia. Senja 13 Oktober di sebuah pasar grosir di kota Foshan, provinsi Guangdong, China; Yue-Yue begitu putri kecil ini dipanggil, dengan santai berlenggang di jalan kecil menjauhi toko orangtuanya.
Saat Yue-Yue berada di tengah jalan, sebuah mobil van melintas tidak terlalu kencang. Bagian depan van membentur kepala mungil dan menjatuhkannya. Pengemudi van tetap melaju, ban kanan depan mobil menyentuh tubuh Yue-Yue. Pengemudi merasa ‘menginjak’ sesuatu. Ia sempat berhenti sebentar, tetapi kemudian melanjutkan perjalanannya – ban kanan belakang mobil kembali menyentuh tubuh Yue-Yue yang terkapar.
Kamera yang dipasang di pojok atas sebuah toko, tepat menyorot ke jalan, merekam jelas kejadian itu. Selama tujuh menit Yue-Yue menahan sakit, sementara 18 orang yang lalu-lalang di dekatnya tak peduli. Seorang pengendara motor berhenti sejenak, melihat Yue-Yue, lalu menjauh. Bahkan sebuah truk yang melintas di jalan itu, menambah derita Yue-Yue.
Lalu lewatlah seorang wanita pemulung. Ia mendekati Yue-Yue, menggesernya ke tepi jalan, berteriak-teriak menarik perhatian orang-orang sekitar, sampai ibu Yue-Yue berlari keluar dan mengangkat tubuh putrinya.
Seluruh dunia mengecam orang-orang yang menganggap remeh balita yang terbaring tak berdaya di jalan. Seandainya, pengemudi mobil van tidak mengikuti egonya, berhenti dan keluar dari mobil ketika ia merasa roda depan ‘menginjak’ sesuatu, tentu luka Yue-Yue terlalu parah. Seandainya, setelah itu orang yang melintas di jalan segera menolong Yue-Yue, tentu ia tak akan kehilangan banyak darah dan dimangsa truk untuk kedua kalinya.
Dunia menangis. Ke mana hilangnya Hati? Kematian Yue-Yue adalah kematian hati nurani. Manusia semakin egois, belas kasih terkikis habis. Sosok kecil Yue-Yue menggambarkan ketidakberdayaan akan kerasnya dunia. Orang-orang kecil, kaum marginal, kerap jadi santapan gurita dunia.
Mungkin bukan hanya 18 orang, tetapi semakin banyak orang yang acuh tak acuh terhadap berbagai bentuk "korban tabrak lari" dalam arti luas. Jika suatu saat kelak rekaman kehidupan kita dibuka, akankah kita melihat adegan di mana kita melintas di depan penderitaan sesama, kemudian berlalu menjauh?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar