Sebuah lembah dikelilingi deretan gunung nan megah. Pada salah satu sisi dari gunung-gunung itu, alam telah melukis sebuah wajah sangat besar. Di lembah itu hiduplah seorang anak lelaki bernama Ernest.
Dari pondoknya, Ernest biasa memandangi wajah batu itu dengan penuh perhatian. Ibunya pernah mengatakan, suatu hari nanti seorang pria yang mempunyai raut wajah seperti Wajah Batu Besar itu akan datang ke lembah tersebut. Kedatangannya akan membawa kegembiraan dan kebahagiaan kepada semua orang.
Sudah banyak kali tersebar berita bahwa seorang pria dermawan berwajah lonjong akan datang, tetapi setiap kali ada pria tiba di lembah itu, terbukti bahwa berita tersebut hanya kabar angin. Ernest semakin dewasa dan tumbuh menjadi seorang yang berbelas kasih. Orang-orang desa di sekitar lembah itu mencintainya. Semua orang menjadi temannya. Ketika Ernest menjadi tua, ia masih saja mengharapkan dan menanti kedatangan pria yang pernah diceritakan oleh ibunya.
Suatu hari, seorang penyair datang ke lembah itu. Ia juga telah mendengar ramalan tentang Wajah Batu Besar. Suatu senja, ketika matahari hampir terbenam, sang penyair melihat Ernest sedang berbincang dengan beberapa penduduk desa. Saat cahaya matahari yang terakhir menyinari lereng gunung-gunung itu, sekonyong-konyong Wajah Batu Besar terpantul pada wajah Ernest. Menyaksikan kejadian tersebut, sang penyair berteriak, "Lihat! Lihatlah! Ernest sendiri adalah gambar dan rupa Wajah Batu Besar!"
Semua orang lalu memerhatikannya. Mereka melihat apa yang dikatakan penyair itu benar. Dengan memandangi Wajah Batu Besar setiap hari, Ernest telah menyerupainya. (Nathaniel Hawthorne)
(Dari: Buku Percikan Kebijaksanaan - Rangkaian Kisah Keutamaan Hidup, karya Brian Cavanaugh. Penerbit Obor, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar