Kadang orang bertanya, "Apakah kejujuran bisa melukai orang lain? Apakah berbohong demi kebaikan itu baik? Jika saya tidak berbohong, ada orang yang akan mati."
Di situlah letak lereng terjal dan licin dari penalaran ini, sebab akan mudah sekali, dan sebentar saja, berkembang menjadi, "Jika saya memberitahu istri saya, saya akan mati. Jika saya bilang ke orang lain, saya akan malu. Jika saya membertahu masyarakat, saya akan kehilangan pekerjaan dan jabatan politik saya. Saya melakukannya benar-benar demi kebaikan negara saya." Bisakah Anda melihat lereng licin itu? Ketika mengalami pembenaran di satu tempat, dengan segera hal itu dibenarkan pula di tempat lain.
Begitu pula dengan istilah dusta putih (white lie). Di situlah tempat keangkuhan kita berada, ketika kita mulai mengatakan bahwa boleh mengucapkan dusta asal demi kebaikan. Betapa pun, itu tetap saja dusta dari awalnya. Sesungguhnya, tidak ada yang namanya dusta putih, apalagi jika diucapkan kepada pasangan Anda. Semakin sering digunakan, dusta putih akan menjadi dusta abu-abu, dan ketika makin sering lagi akan menjadi dusta hitam, yang pasti menghancurkan hubungan Anda.
Sekali Anda mengucapkan dusta putih, Anda mengucapkan dusta putih kepada diri sendiri pula, dan itu menjadi abu-abu. Ketika Anda mulai mengelabui diri sendiri, maka Anda akan mulai masuk ke dalam masalah besar.
Ada kisah dari Perang Dunia II yang diceritakan oleh seorang biksu Jerman di Melbourne. Ternyata, ada seorang Buddhis di Jerman yang menyembunyikan beberapa orang Yahudi pada masa Perang Dunia II. Ketika polisi rahasia Nazi datang dan menanyakan apakah ada orang Yahudi bersembunyi di sana, umat Buddha ini berkata, "Lihat saja sendiri." Justru karena sifat keterbukaannya, para polisi malah meninggalkannya dan pergi. Mungkin saja ia dilindungi karena ia berkata jujur, tak berdusta.
(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar