Batin yang tidak bisa diam mudah tergoda untuk mengikuti gerakan massa, mengikuti tindakan kolektif, mengikuti kecenderungan publik. Apa yang diikuti oleh banyak orang dianggap benar dan perlu.
Ada rasa-perasaan kerdil atau lumpuh, kalau kita bergerak sendirian. Kita merasa butuh teman lebih banyak, dukungan lebih luas, gerakan massa lebih solid, organisasi lebih besar, dan seterusnya.
Kita merasa butuh gelar lebih tinggi, kekuasaan lebih besar, uang lebih banyak. Tanpa itu semua, kita merasa bukan apa-apa. Bukankah senyatanya kita ini bukan apa-apa, bukan siapa-siapa?
Aksi yang sesungguhnya hanya mungkin lahir kalau batin diam. Batin yang bising dengan banyak gagasan, tidak bisa dipaksa diam - seperti kita memaksa seorang anak agar berhenti merengek. Ketika kebisingan batin disadari, tanpa upaya keras atau upaya halus untuk membuatnya diam, maka batin sungguh-sungguh diam.
Batin yang hening adalah batin yang berada dalam keadaan sadar. Di dalam keadaan sadar tidak ada fokus konsentrasi, tidak ada proses-menjadi, tidak ada tujuan yang hendak dicapai, tidak ada motif yang menggerakkan tindakan, tidak ada pikiran tebang-pilih.
Batin yang berada dalam keadaan sadar atau diam sepenuhnya adalah batin yang aktif. Di dalam diam ada tindakan yang lengkap dan seketika. Batin yang diam bergerak jauh lebih cepat, dibandingkan apa yang bisa dilakukan batin yang sibuk dengan gagasan.
Batin yang berada dalam keadaan sadar atau diam sepenuhnya adalah batin yang aktif. Di dalam diam ada tindakan yang lengkap dan seketika. Batin yang diam bergerak jauh lebih cepat, dibandingkan apa yang bisa dilakukan batin yang sibuk dengan gagasan.
(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar