Selama ada si aku (diri/ego) yang menderita, tidak mungkin ada Cinta dan Welas Asih. Ketika si aku tiada, Cinta dan Welas Asih akan mekar dengan sendirinya.
Saat kita menderita atau melihat orang lain menderita karena penyakit, kelaparan, kehilangan, konflik, perang, dan sebagainya, kita bertanya, “Di manakah Tuhan di tengah penderitaan ini?” “Mengapa ada begitu banyak penderitaan di sekitar kita?”
Tuhan diam. Tuhan terasa begitu jauh. Selama kita menjauh dari penderitaan, Tuhan yang sesungguhnya barangkali tidak kita temukan. Sebaliknya, saat kita menghadapi penderitaan seperti apa adanya, Tuhan mungkin datang tanpa kita duga; bahkan barangkali menggerakkan kita dalam Cinta dan Welas Asih untuk menjangkau sesama yang menderita.
(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar