Seseorang menemukan sebutir telur elang dan meletakkannya di eraman induk ayam. Anak elang itu menetas bersama anak-anak ayam dan menjadi besar bersama-sama mereka pula.
Selama hidupnya elang itu berbuat sama seperti seekor ayam. Ia mengira, dirinya seekor ayam saja. Ia mengais-ngais tanah untuk mencari cacing dan serangga. Ia berkotek-kotek. Ia juga mengebaskan sayapnya dan terbang tak seberapa jauh seperti ayam.
Selama hidupnya elang itu berbuat sama seperti seekor ayam. Ia mengira, dirinya seekor ayam saja. Ia mengais-ngais tanah untuk mencari cacing dan serangga. Ia berkotek-kotek. Ia juga mengebaskan sayapnya dan terbang tak seberapa jauh seperti ayam.
Tahun-tahun berlalu dan elang itu pun menjadi tua. Pada suatu hari ia melihat seekor burung perkasa terbang tinggi di angkasa biru. Burung itu melayang-layang dengan indah dan lincah melawan tiupan angin, hampir-hampir tanpa mengepakkan sayapnya yang kuat dan bewarna keemasan.
Elang tua itu melihat ke atas dengan rasa kagum. “Apakah itu?” tanyanya kepada temannya.
“Itulah elang, raja segala burung,” kata temannya. “Tetapi jangan terlalu memikirkan hal itu. Engkau dan aku berbeda dengan dia.”
Maka, elang tua itu pun tidak pernah memikirkan hal itu lagi. Akhirnya ia mati dengan masih tetap mengira dirinya hanyalah seekor ayam.
(Dari: Buku Burung Berkicau, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Yayasan Cipta Loka Caraka, 1984)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar