Lihatlah hidup Anda. Lihat bagaimana Anda mencoba mengisi kekosongan hidup dengan orang-orang di sekitar Anda. Akibatnya, orang-orang itu menjerat Anda. Perhatikan bagaimana mereka mengendalikan tingkah laku Anda, agar sesuai dengan yang mereka setujui. Sebagai teman, mereka bisa menghapus rasa kesepian Anda. Puji-pujian mereka bisa menyemangati Anda.
Sebaliknya, dengan berbagai kritik dan penolakan yang dilontarkan, mereka mampu membuat Anda sedih dan putus asa. Lihatlah diri Anda yang menghabiskan energi dan waktu untuk menenangkan amarah dan menyenangkan orang lain. Anda hidup dengan norma mereka, mematuhi standar mereka, mengharapkan kesediaan mereka menjadi teman Anda, mendambakan cinta mereka, mencemaskan cemoohan mereka, merindukan pujian mereka, dan pasrah menerima rasa bersalah yang mereka bebankan kepada Anda.
Cermati juga, bahkan ketika Anda menguasai mereka, Anda justru bergantung pada dan diperbudak mereka. Orang-orang sudah terlanjur menjadi bagian hidup Anda, sehingga Anda tak dapat membayangkan hidup tanpa pengaruh dan kendali mereka. Mereka telah meyakinkan Anda bahwa tanpa mereka, Anda hanya akan menjadi pulau terpencil, kesepian, dan tanpa cinta.
Padahal, sebaliknyalah yang benar. Bagaimana Anda dapat mencintai orang yang memperbudak Anda? Bagaimana Anda dapat mencintai orang yang membuat Anda terikat padanya? Dalam situasi itu Anda hanya mendambakan, membutuhkan, bergantung, takut, dan dikendalikan. Cinta hanya mungkin tumbuh dalam kebebasan dan ketiadaan ketakutan. Bagaimana cara mencapai kebebasan ini? Dengan melawan ketergantungan dan perbudakan Anda.
Berlawanan dengan kepercayaan umum, obat mujarab bagi rasa kekeringan cinta dan kesepian bukanlah adanya teman, melainkan komunikasi dengan realitas. Saat sampai pada realitas, Anda akan mengetahui makna kebebasan dan cinta. Anda akan memahami bagaimana Anda bisa tetap bebas dari orang-orang di sekitar Anda dan sekaligus mampu mencintai mereka.
(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar