Ketika Ia berada di antara kami, Ia memandang kami dan dunia ini dengan pandangan kagum, karena Mata-Nya tidak tertutup oleh selubung waktu. Semua ini tampak cerah dalam kebahagiaan masa muda-Nya.
Meskipun Ia mengetahui makna keindahan, Ia selalu terpesona oleh kedamaian dan keagungannya. Dan Ia menghadapi dunia ini seperti manusia pertama yang berdiri menghadapi hari awal.
(Sementara) kami menatap dalam cahaya di siang bolong namun kami tidak melihat, sebab indra kami telah ditumpulkan. Kami memasang telinga namun tidak mampu mendengar, mengulurkan tangan tetapi tidak dapat menyentuh. Dan sekalipun orang membakar seluruh kemenyan di tanah Arab, kami tetap berjalan tanpa menciumnya.
Sesungguhnya kita melihat tetapi tidak merenungkan, kita mendengar tetapi tidak memahami. Kita makan dan minum tetapi tidak mengecap kelezatannya. Dan di sinilah terletak perbedaan antara Yesus dengan kita.
Indra-Nya selalu membaru, dan dunia pun selalu ditangkap-Nya sebagai dunia yang baru. Bagi-Nya kegaduhan kanak-kanak adalah pekikan seluruh umat manusia, padahal bagi kita hanyalah ocehan belaka.
Ia melihat akar bunga di padang sebagai suatu kerinduan akan Tuhan, sedangkan kita hanya melihat akar yang menjalar.
(Dari: Buku Yesus Sang Anak Manusia, karya Kahlil Gibran. Penerbit Yayasan Bentang Budaya, 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar