Engkau bertanya kepadaku, saudaraku,
kapankah manusia akan mencapai kesempurnaan?
Dengarlah jawabanku:
Manusia mendekati kesempurnaan
ketika ia merasa bahwa ia adalah suatu ruang yang tak terhingga
dan lautan tak berpantai,
Api yang abadi, terang yang tak dapat dipadamkan,
Angin tenang atau badai mengamuk, langit mengguntur atau sorga yang hujan,
Sungai bernyanyi atau sungai meratap,
pohon yang berbuah di musim semi,
atau anak pohon yang telanjang di musim gugur,
Gunung yang menaik atau lembah yang menurun,
Dataran tinggi yang subur atau padang gurun.
Ketika manusia merasakan semuanya ini,
ia telah mencapai separuh jalan menuju kesempurnaan.
Untuk mencapai sasarannya, ia harus mempersepsikan bahwa
ia adalah anak yang tergantung pada Ibunya,
Ayah yang bertanggung jawab bagi keluarganya,
Pemuda yang dimabuk cinta,
Orangtua yang bergumul dengan masa silamnya,
Penyembah dalam baitnya,
Penjahat dalam penjaranya,
Sarjana di tengah kitab-kitabnya,
Jiwa yang tidak tahu apa-apa, yang tersandung di antara kegelapan malamnya
dengan kegelapan siangnya,
Biarawati yang menderita di antara bunga imannya dengan onak duri kesepiannya,
Pelacur yang terperangkap di antara kelemahannya yang menyakitkan dengan cengkeraman kebutuhannya,
Orang miskin yang terperangkap di antara kepahitannya dengan kepasrahannya,
Orang kaya di antara ketamakannya dengan nuraninya,
Pujangga di antara kabut senjanya dengan sinar fajarnya.
Siapa yang dapat mengalami, melihat, dan memahami semuanya ini
dapat mencapai kesempurnaan dan menjadi bayang-bayang
dari Bayang-bayang Allah.
(Dari: Buku Renungan dan Meditasi, karya Kahlil Gibran. Penerbit Classic Press, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar