Satyakama adalah seorang pemuja kebenaran. "Betapa pun, kebenaran adalah segala-galanya bagiku," ia berkata kepada dirinya sendiri.
Ketika beranjak dewasa, ia makin rindu mencari kebenaran yang lebih dalam tentang hidup. Ia mulai mencari seorang guru yang bisa menunjukkan jalan kebenaran kepadanya. Pencariannya menuntun ia ke pertapaan Rishi Gautama.
Sang Rishi sangat terkesan dengan prinsip Satyakama tentang kebenaran. Ia berkata, "Mulai hari ini, aku adalah ayahmu dan engkau adalah anakku. Tinggallah di pertapaan ini, semoga kemuliaan Tuhan bercahaya atas dirimu."
Suatu hari, Rishi memanggil Satyakama dan berkata, "Anakku, tibalah saatnya bagimu untuk meninggalkan pertapaan ini dan menemukan tempat tinggalmu sendiri di tengah hutan. Bawalah bersamamu empat ratus lembu dan sapi. Rawat dan jagalah mereka. Jangan kembali sebelum mereka berkembang biak sampai seribu ekor."
Satyakama pergi ke hutan. Ia memelihara sapi dan lembu itu, berteman dengan mereka. Ia juga bersahabat dengan angin, pepohonan, burung-burung, sungai, bebatuan, matahari, bulan, dan bintang. Satyakama hidup sendirian dengan Sang Penyendiri. Dalam kesunyian hutan, ia belajar mendengarkan suara dari kesunyian, yang semakin bertumbuh dalam keindahan meditasi. Berkali-kali, ia terus bertanya, "Katakanlah kepadaku, siapakah Engkau yang berdiam dengan tenang di kota yang memiliki sembilan gerbang ini?"
Bulan bertambah besar dan memudar. Musim silih berganti. Lembu dan sapinya bertambah banyak. Satyakama menjadi seorang anak dari kesunyian. Ia tumbuh dalam keindahan, dalam kerendahan hati, dalam cinta Allah dan cinta ciptaan Allah. Tetapi, pertanyaannya tetap tak terjawab.
Satyakama mengerti, pertanyaannya tak akan pernah terjawab dengan akal sehat. Pertanyaan itu hanya akan terjawab kalau ia belajar untuk hening dalam Allah. Maka, ia membebaskan diri dari semua ketegangan dan beban mental yang berat, dari pikiran-pikiran sehatnya. Ia menyerahkan diri kepada Dia yang merupakan Tuhan dari Kebenaran dan Cinta. "Lakukanlah apa yang Engkau kehendaki atas diriku," katanya, "Terjadilah sesuai kehendakMu!"
Satyakama menceburkan diri ke dalam lautan cinta Allah. Berkali-kali ia melantunkan doa sederhana, "Tuhan, Tuhan!" Tiba-tiba, suatu hari, ia melihat dalam sekejap, segala sesuatu dipenuhi dengan Allah. Segala sesuatu menampakkan Allah. Satyakama menyadari persatuannya dengan sapi-sapi yang menatapnya, dengan bunga-bunga yang tersenyum di sekelilingnya. Dengan kesadaran yang semakin besar, ia merasa menjadi satu dengan semuanya. Satyakama telah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
Ia menghitung semua sapi dan lembunya. Jumlahnya telah mencapai seribu ekor. Dengan gembira ia kembali ke pertapaan Rishi Gautama. Sang Rishi menatapnya dan berkata, "Terberkatilah engkau, Satyakama. Di dalam dirimu telah terpancar rahasia orang-orang bijak, rahasia zaman. Sekarang tak ada lagi yang perlu engkau ketahui!"
(Dari: Buku Kumpulan Kisah Bijak - Saat Chung Tzu Kehilangan Istri, karya J.P. Vaswani. Penerbit Kanisius, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar