Gadis itu tersentuh dengan kehadiran si pemuda. Ia melemparkan sebutir apel ke balik pagar - sebagai tanda kehidupan, harapan, dan cinta. Si pemuda membungkuk dan mengambil apel itu.
Hari berikutnya, ia menunggu lagi di balik pagar. Ia merasa bodoh, berharap bisa melihat gadis itu lagi. Sementara di luar pagar, si gadis juga rindu melihat kembali sosok menyedihkan yang telah menyentuh hatinya. Ia datang membawa sebutir apel. Meski hari itu sangat dingin dan badai salju menerpa, kedua hati anak manusia itu kembali dihangatkan oleh apel yang dilemparkan ke balik pagar. Kejadian tersebut berlangsung beberapa kali. Kedua anak muda itu menanti saat-saat bertemu, meski hanya sejenak dan hanya bertukar beberapa patah kata.
Pada pertemuan terakhir, si pemuda menyambut temannya yang manis dengan wajah muram. Katanya, "Besok jangan bawakan apel lagi untukku. Aku tidak akan ada di sini. Aku akan dipindahkan ke kamp lain." Lalu, si pemuda berjalan pergi tanpa menoleh.
Sejak hari itu, sosok si gadis yang menyejukkan selalu muncul dalam bayangannya. Keluarga si pemuda sudah meninggal dalam perang. Kehidupannya yang lama sudah sirna, tetapi kenangan yang satu ini tetap hidup dan memberinya harapan.
Tahun 1957, di Amerika Serikat, dua orang dewasa yang sama-sama imigran bertemu untuk suatu kencan buta (blind date). "Di mana kau berada semasa perang?" tanya si wanita. "Di kamp konsentrasi di Jerman," sahut si pria. "Aku ingat, dulu aku suka melemparkan apel ke balik pagar untuk seorang pemuda yang ditahan di sana," lanjut si wanita.
Dengan terperanjat si pria berkata, "Apakah pemuda itu pernah berkata padamu: Jangan bawakan apel lagi untukku?" "Ya," sahut si wanita. "Tapi, bagaimana kau bisa tahu?" Pria itu menatapnya dan berkata, "Akulah pemuda itu."
Sejenak keduanya terdiam. Lalu si pria melanjutkan, "Aku kehilangan jejakmu. Sekarang aku tak mau kehilangan kau lagi. Maukah kau menikah denganku?" Mereka berpelukan dan si wanita menjawab, "Ya."
Di hari Valentine tahun 1996, pada acara Oprah Winfrey yang disiarkan secara nasional di Amerika Serikat, pria ini kembali menyatakan cintanya kepada wanita yang sudah 40 tahun menjadi istrinya. "Kau memberiku makanan ketika aku ada di kamp konsentrasi," katanya. "Kau juga telah memberiku makanan selama bertahun-tahun ini. Kalau bukan karena cintamu, aku akan selalu merasa lapar."
(Dari: Buku Small Miracles - 68 Kisah Nyata tentang Kebetulan-Kebetulan Tak Terduga yang Memperkaya Jiwa, karya Yitta Halberstam & Judith Leventhal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar