Saya selalu ingat seorang pria yang mengikuti retret saya di Sydney bertahun-tahun lalu. Dalam retret meditasi, peserta seharusnya diam ketika bermeditasi, namun pria ini terus menarik dan menghembuskan napas lewat mulutnya dengan berisik.
Ada peserta yang menghadap saya dan mengeluhkan hal itu. Saya berkata, "Ia punya tumor di saluran pernapasannya yang memblokir kedua lubang hidungnya. Dokter-dokter sudah menyerah melakukan pengobatan. Ia datang ke sini sebagai upaya terakhir."
Pria dengan tumor itu kemudian memberitahu saya di hari terakhir retret, ia tengah bernapas keras, tanpa berpikir, hening, ketika ia mendengar bunyi "pop." Saat itu ia bisa bernapas lagi dengan hidungnya. Saluran hidungnya terbuka, namun hanya sekitar 5-10 menit, lalu menutup lagi. Betapa pun, hal itu luar biasa.
Saya tak mengira ia akan bertahan hidup. Beberapa tahun kemudian, saat mengajar meditasi di Sydney, pria ini datang dan berkata, "Ajahn ingat saya?" "Tentu saja tidak. Siapa, ya?" saya harus jujur mengatakannya.
Ternyata, ia berhasil mengatasi penyakitnya dengan meditasi. Saluran napas di hidungnya telah membuka. Lalu, ia berkeliling mengajar orang-orang bagaimana menjadi damai, hening, karena kankernya telah mengalami penyusutan, padahal ia seharusnya telah meninggal bertahun-tahun lalu.
Keheningan seperti itu sangat ampuh bagi tubuh kita. Ketika kita berpikir, kita menciptakan ketegangan bagi diri sendiri dan malah memberi makan penyakit kita.
(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar