Cari Blog Ini

Rabu, 29 Februari 2012

Mana yang Paling Kau Sayangi?

Seorang gadis kecil berkata kepada teman ibunya, "Aku memiliki banyak sekali boneka. Apakah tante mau melihat boneka-bonekaku?"
"Oh, tentu, dengan senang hati," tanggap teman ibunya.

Gadis kecil itu berlari dan kembali dengan membawa beberapa boneka. Salah satunya, boneka Barbie. 

"Boneka mana yang paling kau sayangi?" tanya teman ibunya. Ia sangat yakin, gadis kecil itu akan menunjuk pada boneka Barbie yang cantik. Betapa terkejutnya ibu itu, karena ternyata gadis kecil mengambil boneka rongsokan yang hidungnya sudah rusak, satu lengannya hilang, dan kedua pipinya banyak goresan.

"Mengapa boneka itu?" tanya teman ibunya ingin tahu. "Aku pikir, kamu paling sayang pada boneka Barbie ini."

Gadis kecil itu menjawab, "Kalau aku tidak menyayangi boneka ini, tidak ada orang lain yang akan menyayanginya."

Gadis kecil itu mengajarkan kita sebuah pelajaran sangat berharga. Allah mencintai mereka yang tidak dicintai - orang-orang miskin, patah hati, bernasib malang, menderita, ditinggalkan, tidak berpengharapan, hina-dina, dan kehilangan arah.

Kita pun dapat belajar mencintai seperti itu, sehingga membuat kita tumbuh sesuai dengan kehendak Allah. 

(Dari: Buku Kumpulan Kisah Bijak - Saat Chung Tzu Kehilangan Istri, karya JP. Vaswani. Penerbit Kanisius, 2006)

Rabu, 22 Februari 2012

Selalu Ada Harapan

Selalu ada harapan, 
bagi hati yang mencinta 
dengan lepas-bebas. 
Harapan akan dunia yang lebih baik,
di mana hati yang murni 
menggerakkan setiap insan.


Hope has a Place 
song by Enya
 
One look at love
and you may see,
it weaves a web
over mystery, 


All ravelled threads
can rend apart,
for hope has a place in the lover's heart,
Hope has a place in a lover's heart.

Whispering world,
A sigh of sighs,
The ebb and the flow
of the ocean tides,

One breath, one word
may end or may start
a hope in a place of the lover's heart,
Hope has a place in a lover's heart.

Look to love
you may dream,
And if it should leave
then give it wings.

But if such a love
is meant to be, 
Hope is home, and the heart is free.

Under the heavens
we journey far,
On roads of life
we're the wanderers,

So let love rise,
so let love depart,
Let hope have a place in the lover's heart,
Hope has a place in the lover's heart.

Look to love
and you may dream,
And if it should leave
then give it wings.
 
But if such a love
is meant to be,
Hope is home, and the heart is free.


 

Selasa, 21 Februari 2012

Melanjutkan Peziarahan


Hari ini tepat setahun blog Revolusi Batin diluncurkan.
Terima kasih kepada saudara-saudara seperjalanan di sejumlah negara di dunia, yang setia  menelusuri relung-relung batin setiap hari lewat tulisan-tulisan di blog Revolusi Batin, termasuk kepada sembilan member blog ini.

Dalam kurun setahun, 13.367 kali blog Revolusi Batin diakses.
Kenyataan ini membuktikan, betapa besar kerinduan manusia akan pencerahan batin yang membawa kedamaian bagi jiwa. 

Dalam kurun setahun, ada 500 tulisan pencerahan yang diunggah di blog Revolusi Batin. Tulisan-tulisan ini tak lekang oleh waktu, dapat dibaca ulang kapan pun, tanpa harus berurutan menurut tanggal.
 
Selanjutnya, tulisan-tulisan pencerahan di blog Revolusi Batin akan diunggah tanpa terikat waktu setiap hari. Berbekal tulisan-tulisan yang ada, kita dapat terus berlatih hidup sadar dari saat ke saat, mencermati gerak-gerik batin kita, agar dapat memiliki kejernihan batin - memandang hidup dan dunia sekitar kita dengan cara pandang berbeda. 

Saudara-saudara seperjalanan, dengan hati yang lepas-bebas, mari lanjutkan peziarahan....










Salam,
Batin Hening

Hal Sangat Penting

Jarang dapat ditemukan, orang yang demikian tinggi hidup batinnya, sehingga ia dapat melepaskan diri dari segala macam ikatan duniawi.

Seandainya orang telah menyerahkan segala harta benda kekayaannya, hal itu belum berarti apa-apa.

Sekalipun orang melakukan puasa berat dan berolah tapa lama, belum seberapalah itu artinya.

Dan sekalipun orang itu pandai serta telah mendalami segala ilmu pengetahuan, namun hal itupun belum besar artinya.

Meskipun orang sungguh sangat suci dan jiwa ibadatnya menyala-nyala, jikalau ia belum memiliki satu hal yang sangat penting baginya, maka sebenarnya orang itu masih menderita kekurangan besar.

Satu hal sangat penting itu ialah setelah meninggalkan segala sesuatu di dunia ini, ia hendaknya mengesampingkan diri sendiri serta segala keinginan dan kepentingan pribadi, sehingga ia tidak terganggu lagi oleh cinta terhadap diri sendiri.

Sebenarnya, tak ada orang yang lebih kaya, lebih berkuasa, lebih bebas daripada ia yang dapat mengesampingkan segalanya dan dirinya sendiri, serta tahu menempatkan dirinya di tempat paling bawah. 

(Dari: Buku Mengikuti Jejak Kristus, karya Thomas a Kempis. Penerbit Obor, 1982)

Senin, 20 Februari 2012

Kesatuan dengan Tuhan

Orang yang sudah lebih maju dalam kehidupan doanya, bisa merasa terganggu dengan kata, sehingga ia merasa lebih cocok untuk berdoa dalam keheningan. Itulah yang disebut doa hening.

Doa hening adalah doa yang diam dengan batin yang sungguh-sungguh hening. Segala bentuk aktivitas pikiran tidak dipakai. Doa hening dapat dilakukan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Dalam keheningan, pendoa menyadari dan merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya dan segala sesuatu. 

Doa yang mendalam dan tak kunjung putus membawa pendoa semakin bersatu dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan inilah barangkali tujuan dari perjalanan hidup kaum monoteis. 

Pengalaman kesatuan diri dengan Tuhan itu bisa dicapai saat manusia masih hidup. Orang tak perlu menunggu nanti kalau sudah meninggal. Bukan hanya orang-orang suci yang membuktikan kebenaran ini, tetapi juga banyak pendoa di antara orang-orang biasa di sekitar kita yang masih hidup.

Dalam pengalaman kesatuan mistik aku dan Tuhan, si aku atau diri masih ada. Diri ini bersatu dengan Tuhannya seperti sekeping mata uang. Di sisi yang satu ada diri, di sisi yang lain ada Tuhan. 

Dalam pengalaman pasca-kesatuan mistik, diri dan Tuhan sepenuhnya berakhir. Orang mengalami sesuatu di luar waktu, Kebenaran, Realitas yang Tak Dikenal. Doa hening dapat menghantar pendoa memasuki pengalaman pasca-kesatuan mistik.

Bagi para pendoa seperti itu, doa bukan hanya tindakan berkomunikasi dengan Tuhan pada ruang dan waktu tertentu, tetapi seluruh hidupnya menjadi doa itu sendiri. Mereka mengalami secara aktual bahwa segala sesuatu ada dalam Yang Mahakudus atau Tuhan dan hidup seutuhnya dari saat ke saat.

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009) 

Hidup tanpa Kepentingan Pribadi

Diri tak terpisah dari dunia, karena diri identik dengan dunia. Kalau pikiran berakhir, diri juga berakhir. Kalau diri berakhir, dunia yang kita kenal ini juga berakhir. 

Dunia yang kita kenal ini seperti panggung perluasan diri. Dunia penuh dengan warna-warni kenikmatan dan kesakitan, dualitas konflik dan kompromi. Semua itu tak berbeda dari diri.

Diri atau dunia yang kita kenal ini tampaknya nyata. Ketika pikiran berakhir, dunia terlihat tidak nyata seperti yang kita duga. Realitas dunia ini seperti dunia bayang-bayang. 

Kalau kita belum melihat realitas apa adanya, kita mendapati tidak ada sesuatu yang lain yang lebih nyata daripada dunia yang kita kenal. Lalu, kita membangun hidup dan bergulat dengan kesakitan dan kenikmatan. Proses ini berlangsung terus hingga kita sampai pada keadaan bangun.

Ketika orang tidur, orang bisa bermimpi buruk atau bermimpi indah. Mimpi tampak begitu nyata, sampai orang terbangun. Setelah bangun, orang sadar bahwa mimpi tidak nyata. Begitulah dengan pandangan kita terhadap diri atau dunia ini.

Orang-orang yang bangun, sadar, dan waspada, bukan berarti menjadi asosial atau apolitis. Mereka tidak menjauhi realitas sosial atau politik, tetapi berelasi secara baru dengan realitas sosial, politik, ekonomi, agama, maupun dalam hubungan-hubungan pribadi. Keterlibatan sosial dan politik atau keterlibatan dalam hubungan pribadi tidak lagi berpusat pada ambisi demi kepentingan pribadi.

Bisakah kita hidup tanpa kepentingan pribadi sama sekali - tanpa keinginan, tanpa kemauan, tanpa belenggu, dan tanpa diri? Bisakah kita bertahan hidup tanpa gerak keinginan yang tidak sungguh kita perlukan untuk kelangsungan hidup?

Ketika diri berakhir, ada kebebasan - yang bukan lawan dari belenggu, bukan pula bebas melakukan apa saja yang kita mau. Ketika diri berakhir, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang kudus - yang menggerakkan tindakan kita dalam relasi satu dengan yang lain.  

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Minggu, 19 Februari 2012

Mencinta adalah Melihat

Di mana-mana orang mencari cinta, karena setiap orang yakin, cinta dapat menyelamatkan dunia, menjadikan hidup bermakna dan berharga. Namun, betapa sedikit orang yang memahami apa makna cinta sesungguhnya dan bagaimana cinta tumbuh dalam hati manusia.

Sering kali cinta disamakan dengan sikap baik, murah hati, antikekerasan, atau pelayanan. Padahal, itu semua bukan cinta. Cinta bersumber dari kesadaran. Hanya bila Anda melihat seseorang sebagaimana adanya sekarang - bukan sebagaimana dalam ingatan, keinginan, bayangan, atau perkiraan Anda - Anda dapat sungguh-sungguh mencintainya. Sebab, bisa saja bukan sosok pribadi yang Anda cintai, melainkan gagasan Anda mengenai dia. Anda mencintainya sebagai objek keinginan Anda, bukan dia apa adanya.

Karena itu, unsur pertama dalam cinta adalah melihat pribadi, objek, atau realitas sebagaimana adanya. Tindakan ini membutuhkan disiplin keras dengan melepaskan segala keinginan, prasangka, ingatan, proyeksi, dan cara pandang yang serba pilih-pilih. Begitu kerasnya disiplin yang dituntut, sehingga kebanyakan orang lebih suka langsung bergiat dalam pelayanan atau perbuatan baik lainnya, daripada bersusah payah melakukan jalan mati raga yang panjang dan menyakitkan ini. Periksalah, ketika Anda bermaksud melayani seseorang yang belum pernah Anda kenal, kebutuhan orang itu atau kebutuhan Anda sendiri yang dipenuhi?

Unsur kedua, yang sama pentingnya, adalah melihat diri sendiri. Sadarilah dan periksalah kembali semua motivasi, emosi, kebutuhan, ketidakjujuran, egoisme, serta kecenderungan Anda untuk menguasai dan mengelabui. Sadarilah semua itu menurut apa adanya, tidak jadi soal betapa pun pedihnya penyingkapan dan konsekuensi itu.

Bila Anda mampu menyadari orang lain dan diri sendiri, Anda akan mengetahui makna cinta. Anda akan sampai pada budi dan nurani yang waspada, awas, bening, dan peka. Anda akan memiliki persepsi yang jernih dan kepekaan sedemikian rupa yang membuat Anda mampu menanggapi setiap situasi secara tepat.

Pada saat tertentu Anda akan terdorong untuk bertindak, namun di saat lain Anda menahan diri dan diam. Kadang Anda mengabaikan orang lain, kadang memberikan perhatian yang mereka butuhkan. Kadang Anda lemah-lembut dan mengalah, di waktu lain tanpa kompromi dan tegas.

Cinta yang lahir dari kepekaan mempunyai bentuk yang tidak bisa diperkirakan, karena ia menanggapi realitas konkret yang ada sekarang, bukan prinsip-prinsip dan garis-garis pedoman yang telah ditetapkan. Saat pertama kali mengalami kepekaan semacam ini, Anda mengalami semacam perasaan takut, karena seluruh pertahanan diri Anda diruntuhkan, ketidakjujuran Anda diungkapkan, dan benteng perlindungan Anda dilebur.

Bayangkan rasa takut yang melanda orang kaya saat melihat kondisi kaum miskin, rasa takut diktator saat melihat keadaan orang-orang yang ditindasnya, rasa takut orang fanatik ketika melihat keyakinannya keliru dan tidak sesuai dengan fakta, rasa takut pencinta romantis ketika melihat yang dicintai ternyata bukan kekasihnya melainkan gambarannya mengenai kekasihnya. Itulah sebabnya, melihat disebut tindakan yang paling menyakitkan dan paling menakutkan yang dapat dilakukan manusia. Namun, dalam tindakan itulah cinta lahir, atau lebih tepatnya, tindakan melihat adalah cinta.

Setelah Anda mampu melihat, kepekaan akan menuntun Anda pada kesadaran - tidak hanya atas hal-hal yang Anda pilih, melainkan juga atas segala sesuatu. Ego Anda menjadi tanpa pertahanan, tanpa perlindungan, dan tanpa tempat bergantung. Ego Anda akan berusaha sekuat tenaga menumpulkan kepekaan itu.

Kalau Anda membiarkan diri melihat, itu akan menjadi kematian Anda. Itulah sebabnya, cinta begitu menakutkan. Mencinta adalah melihat, dan melihat adalah mematikan. Meskipun begitu, cinta juga merupakan pengalaman paling menyenangkan dan melegakan, karena dengan kematian ego muncullah kebebasan, kedamaian, ketenangan, dan kegembiraan.

Bila memang cinta yang sesungguhnya yang Anda inginkan, mulailah melihat. Lihatlah orang yang tidak Anda sukai, lihatlah sungguh-sungguh prasangka Anda. Lihatlah orang atau hal yang membuat Anda terikat. Lihatlah sungguh-sungguh penderitaan, kesia-siaan, dan ketidakbebasan akibat kelekatan itu. Lihatlah wajah-wajah dan perilaku-perilaku manusia dengan saksama dan penuh kasih sayang.

Pandanglah alam, burung di udara, bunga mekar, dedaunan kering, sungai yang mengalir, terbitnya bulan, gunung yang menjulang. Begitu Anda melakukannya, lapisan keras yang melindungi hati Anda akan melunak dan melebur. Hati Anda akan menjadi peka dan tanggap. Kegelapan di mata Anda akan hilang. Pandangan mata Anda akan menjadi jelas dan tajam. Akhirnya, Anda akan tahu makna cinta. 

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Sabtu, 18 Februari 2012

Di Dalam Terang

Siapa pun yang hidup harmonis dengan diri sendiri,
akan harmonis dengan kuasa-kuasa dunia,
sengatan tak akan meracuninya,
serangan tak akan menghancurkannya,
dan pemangsa tak akan menakhlukkannya.

Seperti anak yang baru lahir, 
mereka kuat tetapi lembut,
pegangan mereka kuat,
mereka mungkin menangis sepanjang hari,
tetapi suara mereka jelas dan kuat.

Yang mereka ekspresikan,
dilakukan tanpa tekanan,
tanpa tergesa-gesa atau hasrat,
sebab dalam keseimbangan yang sempurna dengan kehidupan,
roh mereka selalu berada di dalam terang. 

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003) 

Butuh Terang

Sekelompok aktivis sosial datang memohon restu dan berkat dari Sang Guru bagi rencana yang akan mereka laksanakan. Sang Guru berkata, "Yang kalian butuhkan adalah terang, bukan tindakan."

Kemudian ia menjelaskan, "Memerangi kejahatan dengan tindakan atau kegiatan adalah seperti memerangi kegelapan dengan menggunakan kedua tangan kita. Jadi, yang kalian butuhkan adalah terang, bukan perang."

(Dari: Buku Berbasa-Basi Sejenak 2, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 2008)

Jumat, 17 Februari 2012

Anda Perlu Berbeda

Satu kata sederhana yang menyedihkan, yang mendefinisikan 90 persen umat manusia adalah kata "seandainya."

Seandainya segalanya berbeda... 
Segala hal tidak perlu berbeda. 
Anda-lah yang perlu berbeda.

Dunia memiliki Bach, Mozart, Picasso, Da Vinci, Gandhi, dan Ibu Teresa. 
Apa yang membuat mereka berbeda?

Mereka bangun setiap pagi dan berpikir bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu. Setiap detik berharga bagi mereka.

Hanya jika setiap hari adalah sapuan kuas seorang maestro-lah, hidup Anda menjadi sebuah mahakarya.

Dalam Dunia Keheningan, Anda berteman dengan kekuatan luar biasa di dalam diri Anda, yang mampu mengubah kehidupan Anda: pikiran Anda.

Maka, setiap hari menjadi semakin dalam dan bergema. 
Lalu, rencana Anda pun sinkron dengan Rencana Agung.

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Tempat yang Didambakan

Keheningan membawa kita kembali pada irama 
yang usianya sama dengan alam semesta, 
dan dengan sumber kekuatan universal 
yang berdenyut melalui semua makhluk hidup. 

Dunia Keheningan yang abadi, 
dari mana kita semua berasal, 
adalah tempat yang kita dambakan untuk kembali.

                                                     - Vijay Eswaran

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)                                                    

Kamis, 16 Februari 2012

Mengalami Tuhan

Tanya: Bagaimana saya bisa mengalami Tuhan melalui praktik olah kesadaran?

Jawab: Dalam perjalanan rohani, dikenal tahap-tahap pemurnian (purification), pencerahan (illumination atau enlightenment), penyatuan (unification), dan pascapenyatuan (post-unification).

Proses pemurnian adalah pembebasan diri dari ego/diri/pikiran sebagai pusat hidup. Tuhan yang dialami oleh batin yang berpusat pada ego/diri/pikiran adalah Tuhan sebatas teori atau konsep atau objek kepercayaan. Pemurnian terjadi ketika batin melihat apa yang palsu sebagai palsu, sehingga menemukan Kebenaran.

Batin yang sudah dimurnikan, lalu mengalami daya-daya terang yang mencerahkan. Kebenaran sejati muncul dengan sendirinya, ketika berbagai ilusi yang disadari runtuh. Ego tidak lagi menjadi pusat hidupnya, meskipun diri yang halus masih tetap ada.

Diri yang halus, semakin lama semakin mengecil. Sementara diri ini mengecil, batin mengalami sensasi-sensasi penyatuan dengan Tuhan, penyatuan dengan alam semesta, penyatuan dengan sesama, dan seterusnya. Pada tahap penyatuan ini, kita mengalami Allah "di dalam diri kita."

Pengalaman kesatuan diri dengan Tuhan itu pun akan lenyap, ketika perjalanan memasuki tahap tanpa-diri. Itulah tahap pascapenyatuan. Di tahap ini, diri dan Tuhan keduanya lenyap. Yang tinggal hanyalah Inti KeAllahan (the Godhead) atau Titik Keheningan Sempurna atau Realitas Terakhir. Dalam tahap pascapenyatuan ini kita mengalami Allah "dalam diriNya."

Dalam olah kerohanian yang kita lakukan, orientasi pemurnian, pencerahan, penyatuan, pembebasan, atau apa saja yang Anda cari janganlah dijadikan objek kesadaran formal. Semua itu tidak bisa kita kejar dengan daya upaya. Kita hanya perlu menyadari dari saat ke saat proses-proses diri individual sampai lapisan-lapisan diri individual itu terpahami dan berakhir dengan sendirinya.

(Dari: Buku Meditasi Sebagai Pembebasan Diri, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2011)

Ketakutan Terbesar

Tanya: Apakah meditasi bisa berbahaya, misalnya batin menjadi kacau, mengalami halusinasi dan kesurupan?

Jawab: Banyak orang tidak paham apa itu meditasi, sehingga memegang anggapan yang salah. Mereka pikir, orang bisa kemasukan roh atau kesurupan. Pandangan salah ini membuat orang takut. Ketakutan yang paling besar adalah menghadapi dirinya sendiri dan membiarkan diri sendiri lenyap. 

Sesungguhnya, memahami diri sendiri dari saat ke saat secara terus-menerus, dan membiarkan diri lenyap adalah pembebasan. Banyak orang ingin bebas, tetapi kenyataannya tidak sungguh-sungguh mau bebas. Banyak orang ingin berubah, namun tidak sungguh-sungguh mau berubah. Yang dicari hanya hiburan atau ketenangan, bukan pembebasan atau perubahan fundamental.

(Dari: Buku Meditasi sebagai Pembebasan Diri, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2011) 

Rabu, 15 Februari 2012

Satyakama

Satyakama adalah seorang pemuja kebenaran. "Betapa pun, kebenaran adalah segala-galanya bagiku," ia berkata kepada dirinya sendiri.

Ketika beranjak dewasa, ia makin rindu mencari kebenaran yang lebih dalam tentang hidup. Ia mulai mencari seorang guru yang bisa menunjukkan jalan kebenaran kepadanya. Pencariannya menuntun ia ke pertapaan Rishi Gautama.

Sang Rishi sangat terkesan dengan prinsip Satyakama tentang kebenaran. Ia berkata, "Mulai hari ini, aku adalah ayahmu dan engkau adalah anakku. Tinggallah di pertapaan ini, semoga kemuliaan Tuhan bercahaya atas dirimu."

Suatu hari, Rishi memanggil Satyakama dan berkata, "Anakku, tibalah saatnya bagimu untuk meninggalkan pertapaan ini dan menemukan tempat tinggalmu sendiri di tengah hutan. Bawalah bersamamu empat ratus lembu dan sapi. Rawat dan jagalah mereka. Jangan kembali sebelum mereka berkembang biak sampai seribu ekor."

Satyakama pergi ke hutan. Ia memelihara sapi dan lembu itu, berteman dengan mereka. Ia juga bersahabat dengan angin, pepohonan, burung-burung, sungai, bebatuan, matahari, bulan, dan bintang. Satyakama hidup sendirian dengan Sang Penyendiri. Dalam kesunyian hutan, ia belajar mendengarkan suara dari kesunyian, yang semakin bertumbuh dalam keindahan meditasi. Berkali-kali, ia terus bertanya, "Katakanlah kepadaku, siapakah Engkau yang berdiam dengan tenang di kota yang memiliki sembilan gerbang ini?"

Bulan bertambah besar dan memudar. Musim silih berganti. Lembu dan sapinya bertambah banyak. Satyakama menjadi seorang anak dari kesunyian. Ia tumbuh dalam keindahan, dalam kerendahan hati, dalam cinta Allah dan cinta ciptaan Allah. Tetapi, pertanyaannya tetap tak terjawab.

Satyakama mengerti, pertanyaannya tak akan pernah terjawab dengan akal sehat. Pertanyaan itu hanya akan terjawab kalau ia belajar untuk hening dalam Allah. Maka, ia membebaskan diri dari semua ketegangan dan beban mental yang berat, dari pikiran-pikiran sehatnya. Ia menyerahkan diri kepada Dia yang merupakan Tuhan dari Kebenaran dan Cinta. "Lakukanlah apa yang Engkau kehendaki atas diriku," katanya, "Terjadilah sesuai kehendakMu!"

Satyakama menceburkan diri ke dalam lautan cinta Allah. Berkali-kali ia melantunkan doa sederhana, "Tuhan, Tuhan!" Tiba-tiba, suatu hari, ia melihat dalam sekejap, segala sesuatu dipenuhi dengan Allah. Segala sesuatu menampakkan Allah. Satyakama menyadari persatuannya dengan sapi-sapi yang menatapnya, dengan bunga-bunga yang tersenyum di sekelilingnya. Dengan kesadaran yang semakin besar, ia merasa menjadi satu dengan semuanya. Satyakama telah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

Ia menghitung semua sapi dan lembunya. Jumlahnya telah mencapai seribu ekor. Dengan gembira ia kembali ke pertapaan Rishi Gautama. Sang Rishi menatapnya dan berkata, "Terberkatilah engkau, Satyakama. Di dalam dirimu telah terpancar rahasia orang-orang bijak, rahasia zaman. Sekarang tak ada lagi yang perlu engkau ketahui!"

(Dari: Buku Kumpulan Kisah Bijak - Saat Chung Tzu Kehilangan Istri, karya J.P. Vaswani. Penerbit Kanisius, 2006)

Tidak Penting

Walau pun waktu merupakan kenyataan, menyadari akan tidak pentingnya waktu merupakan gerbang kebijaksanaan.

         - Bertrand Russell (1872-1970)
    filsuf, ahli matematika, sejarawan, kritikus sosial asal Inggris 

(Dari: Buku Percaya dalam Diri Sendiri, karya Earnie Larsen & Carol Hegarty. Penerbit Professional Books, 1997)

Selasa, 14 Februari 2012

Kalau Bukan Karena Cinta

Suatu hari yang dingin di tahun 1942, di kamp konsentrasi Nazi, seorang pemuda yang kesepian memandang dari balik pagar kawat berduri dan melihat seorang gadis lewat.

Gadis itu tersentuh dengan kehadiran si pemuda. Ia melemparkan sebutir apel ke balik pagar - sebagai tanda kehidupan, harapan, dan cinta. Si pemuda membungkuk dan mengambil apel itu.

Hari berikutnya, ia menunggu lagi di balik pagar. Ia merasa bodoh, berharap bisa melihat gadis itu lagi. Sementara di luar pagar, si gadis juga rindu melihat kembali sosok menyedihkan yang telah menyentuh hatinya. Ia datang membawa sebutir apel. Meski hari itu sangat dingin dan badai salju menerpa, kedua hati anak manusia itu kembali dihangatkan oleh apel yang dilemparkan ke balik pagar. Kejadian tersebut berlangsung beberapa kali. Kedua anak muda itu menanti saat-saat bertemu, meski hanya sejenak dan hanya bertukar beberapa patah kata.

Pada pertemuan terakhir, si pemuda menyambut temannya yang manis dengan wajah muram. Katanya, "Besok jangan bawakan apel lagi untukku. Aku tidak akan ada di sini. Aku akan dipindahkan ke kamp lain." Lalu, si pemuda berjalan pergi tanpa menoleh. 

Sejak hari itu, sosok si gadis yang menyejukkan selalu muncul dalam bayangannya. Keluarga si pemuda sudah meninggal dalam perang. Kehidupannya yang lama sudah sirna, tetapi kenangan yang satu ini tetap hidup dan memberinya harapan.

Tahun 1957, di Amerika Serikat, dua orang dewasa yang sama-sama imigran bertemu untuk suatu kencan buta (blind date). "Di mana kau berada semasa perang?" tanya si wanita. "Di kamp konsentrasi di Jerman," sahut si pria. "Aku ingat, dulu aku suka melemparkan apel ke balik pagar untuk seorang pemuda yang ditahan di sana," lanjut si wanita.

Dengan terperanjat si pria berkata, "Apakah pemuda itu pernah berkata padamu: Jangan bawakan apel lagi untukku?" "Ya," sahut si wanita. "Tapi, bagaimana kau bisa tahu?" Pria itu menatapnya dan berkata, "Akulah pemuda itu."

Sejenak keduanya terdiam. Lalu si pria melanjutkan, "Aku kehilangan jejakmu. Sekarang aku tak mau kehilangan kau lagi. Maukah kau menikah denganku?" Mereka berpelukan dan si wanita menjawab, "Ya."

Di hari Valentine tahun 1996, pada acara Oprah Winfrey yang disiarkan secara nasional di Amerika Serikat, pria ini kembali menyatakan cintanya kepada wanita yang sudah 40 tahun menjadi istrinya. "Kau memberiku makanan ketika aku ada di kamp konsentrasi," katanya. "Kau juga telah memberiku makanan selama bertahun-tahun ini. Kalau bukan karena cintamu, aku akan selalu merasa lapar."

(Dari: Buku Small Miracles - 68 Kisah Nyata tentang Kebetulan-Kebetulan Tak Terduga yang Memperkaya Jiwa, karya Yitta Halberstam & Judith Leventhal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000)

Cinta Semata

Kalau engkau ingin mencintaiku,
cintailah aku karena cinta semata, 
bukan karena hal-hal lain.

Jangan engkau berkata: "Aku mencintaimu karena senyum, paras, cara bicaramu yang lembut, karena pemikiran yang sangat sejalan dengan pemikiranku."

Semua itu membawa rasa kegembiraan sejenak.
Sebab, semua itu dengan sendirinya akan berubah. 
Cinta yang terjalin dengan cara itu akan terurai dengan cara itu pula. 

Jangan engkau mencintaiku, karena rasa belas kasihan engkau mengusap air mata di pipiku. Mungkin aku akan lupa menangis dan tak tahan lagi akan belas kasihmu, dan karenanya kehilangan cintamu pula.

Cintailah aku karena cinta semata,
supaya cintamu semakin mendalam
dalam keabadian cinta sejati. 

(Dari: Buku Gairah Masa Remaja, saduran dari buku Life, Love, Lifts oleh Staf Cipta Loka Caraka, 1980)

Senin, 13 Februari 2012

Mencinta dalam Kesendirian

Pernahkah terbersit bahwa Anda dapat mencinta hanya bila Anda sendirian?

Mencinta berarti melihat seseorang, sesuatu, situasi sebagaimana adanya - bukan sebagaimana yang Anda bayangkan - dan memberikan tanggapan yang dibutuhkan. Anda tidak dapat mencintai apa yang belum pernah Anda lihat.

Apa yang menghalangi Anda untuk melihat? Konsep, kategori, prasangka, proyeksi, kebutuhan, kelekatan, dan cap-cap yang Anda ambil dari pengkondisian dan pengalaman masa lampau Anda! Melihat adalah tindakan yang paling sulit bagi manusia. Mengapa? Sebab, melihat menuntut pikiran yang disiplin dan waspada, sementara kebanyakan orang lebih senang jatuh dalam kemalasan mental daripada bersusah payah melihat setiap pribadi dan segala sesuatu secara baru setiap saat.

Melepaskan pengkondisian Anda supaya dapat melihat adalah cukup sulit. Namun, melihat menuntut sesuatu yang lebih menyakitkan lagi, yakni melepaskan kungkungan dan kendali masyarakat atas diri Anda. Pengaruh dan kendali masyarakat telah merasuki Anda sedalam-dalamnya, sehingga untuk melepaskannya Anda harus merobek-robek diri sendiri.

Kalau Anda ingin melihat, Anda harus belajar untuk melihat lagi. Anda harus mencabut akar-akar pengaruh masyarakat dalam diri Anda. Setelah itu, di luar diri Anda segala sesuatu akan berjalan seperti sebelumnya. Anda tetap hidup di dalam dunia, namun kini tidak lagi bergantung padanya. Akhirnya, nurani Anda sendiri menjadi bebas dan sungguh-sungguh sendiri. Hanya dalam kesendirian dan kesunyian inilah kebergantungan dan keinginan akan mati. Lahirlah kemampuan untuk mencinta. Orang tidak lagi melihat orang lain sebagai sarana untuk memuaskan kecanduannya.

Dapatkah Anda bayangkan kehidupan di mana Anda tidak mau menikmati satu pengakuan dan penilaian pun, di mana Anda tidak bersandar pada seorang pun, di mana Anda tidak bergantung secara emosional pada seorang pun; sehingga tak ada lagi orang yang mempunyai kekuatan untuk membuat Anda bahagia atau sedih. Anda tidak mau menjadi istimewa bagi seseorang, dan tidak mau menganggap orang lain milik Anda?

Burung-burung di udara mempunyai sarang dan serigala-serigala mempunyai liang, tetapi Anda tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala dalam perjalanan hidup Anda.

Kalau Anda dapat mencapai keadaan tersebut, pada akhirnya Anda akan mengetahui makna melihat dengan pandangan yang jelas dan tidak tertutupi oleh ketakutan dan keinginan. Anda akan mengetahui makna mencinta. Akan tetapi, untuk sampai ke ladang cinta, Anda harus melewati pedihnya kematian karena mencintai orang-orang berarti mematikan kebutuhan Anda akan mereka dan menjadi sungguh-sungguh sendiri.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Minggu, 12 Februari 2012

Makhluk Kebiasaan

Obsesi dan adiksi adalah salah satu jalur batin yang bisa menyebabkan masalah besar dan kesulitan bagi banyak orang. Bukan hanya obsesi dan adiksi minuman keras, rokok, namun juga berbagai kecanduan lain seperti kebiasaan kita bicara kepada orang yang kita kasihi, cara berperilaku dalam lingkungan keluarga dan kerja, hingga cara kita berpikir.

Perilaku jasmani, ucapan, dan batin yang obsesif dan adiktif bisa menyebabkan begitu banyak duka dan derita bagi orang lain. Sangatlah berharga dan layak bagi kita untuk menginvestasikan waktu sejenak, mempelajari hal ini dan mengatasinya, sehingga kita menjadi orang yang bahagia, damai dengan diri sendiri, menjadi orang yang tidak memiliki banyak masalah atau tidak menjadi orang yang menyebabkan banyak masalah bagi orang lain.

Kita perlu memahami hubungan sebab-akibat batin, kerja batin sebagai sebuah proses, dan bagaimana batin masuk ke dalam kurungan ini - ke "jalan buntu" obsesi dan adiksi. Salah satu praktik hebat yang merupakan meditasi dalam kehidupan sehari-hari ialah praktik penyadaran penuh.

Penyadaran penuh adalah kesadaran akan cara kerja internal batin. Ibaratnya kita menaruh lampu sorot ke dalam batin kita, ke dalam proses berpikir kita, ke dalam proses bekerjanya emosi kita, sampai ke reaksi kita dalam hidup. Kita menaruh lampu sorot ke dalam semuanya itu untuk melihat mengapa dan bagaimana mereka bekerja seperti itu. Hanya dengan menaruh lampu sorot penyadaran penuh sudah merupakan bantuan sangat besar untuk mengatasi obsesi dan adiksi.

Begitu kita melihat seluruh proses tersebut, tidaklah begitu sulit mengubah proses ini. Perilaku terkondisi batin kita, cara berpikir, dan bagaimana emosi meluap; semuanya diakibatkan sebab-sebab yang begitu sering berulang. Kita telah menempuh jalur yang sama seperti yang kita ambil sebelumnya, kondisi dan reaksi yang sama. Kita telah tercuci otak untuk mengikutinya terus.

Kita telah menjadi makhluk kebiasaan. Itulah sesungguhnya obsesi dan kecanduan tersebut. Kebiasaan berpikir, berucap, bertindak yang tidak mendukung bagi terciptanya kebahagiaan. Dengan praktik penyadaran penuh yang menakjubkan, kita dapat mengatasi kebiasaan-kebiasaan itu.

Inilah kiasan yang sering saya gunakan untuk menggambarkan praktik penyadaran penuh. Ibarat kita tengah berdiri di sebuah ruangan. Kita hanya bisa melihat satu pintu untuk berpindah ke ruang lain. Kita selalu menggunakan pintu tunggal, dan pintu ini juga membawa kita ke tempat yang sama. Tempat itu bukan tempat yang sangat menyenangkan, karena obsesi dan adiksi kita. Namun, dengan penyadaran penuh, kita bisa melihat pintu kedua, bahkan ketiga, dan banyak pintu.

Penyadaran penuh memberi kita lebih banyak pilihan, lebih banyak peluang, lebih banyak cara berbeda untuk menangani hal yang sama.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Arti Penting Tindakan

"Saya sungguh merasa tertekan karena keberadaan saya yang serba biasa-biasa saja. Seumur hidup, saya belum pernah mengerjakan satu hal penting pun yang bisa menarik perhatian dunia di sekitar saya."

"Engkau salah, bila mengira bahwa perhatian dari dunialah yang memberi arti penting bagi tindakan," kata Sang Guru.

Hening untuk beberapa saat.

"Saya belum pernah sekali pun memengaruhi orang lain, baik atau buruk."

"Engkau salah, bila mengira bahwa memengaruhi orang lain itulah yang memberi arti penting bagi tindakan," kata Sang Guru.

"Lalu, apa yang memberi arti penting bagi suatu tindakan?"

"Melakukannya demi tindakan itu sendiri, dengan dirimu sepenuhnya. Maka, tindakan itu menjadi tindakan yang tidak mencari keuntungan, kegiatan yang Ilahi." 

(Dari: Buku Berbasa-Basi Sejenak 2, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 2008)

Sabtu, 11 Februari 2012

Kesempurnaan yang Tak Lengkap

Kesempurnaan yang hebat, 
selalu tidak lengkap.

Kepenuhan yang hebat, 
sering kali tampak kosong. 

Garis yang paling lurus,
tampaknya bengkok.

Orang yang paling bijak,
sering kali bersikap seperti anak-anak.

Karena kebenaran sering kali tampak sebaliknya,
janganlah buru-buru menghakimi.

Menyingkirlah, 
tetaplah di jalurmu,
maka engkau akan menemukan jalanmu. 

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Membentuk Batu

Air yang lembut dan lunak,
bisa membentuk batu yang paling keras sekalipun.

Tanpa memaksakan diri,
air mengalir ke tempat yang tak dapat dituju yang lain.


Mengalah,
berbuat tanpa berupaya,
adalah jalan hikmat.

Demikian pula,
mengalir dengan kehidupan,
dapat menggiling masalah-masalah yang paling berat sekalipun.

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003) 

Jumat, 10 Februari 2012

Menambahkan Nilai

Seseorang harus melihat dua kali lebih banyak daripada ketika dia berbicara.
Seseorang harus berpikir dan mendengar dua kali lebih banyak daripada ketika dia berbicara.

Seseorang harus bekerja dua kali lebih banyak daripada ketika dia berbicara.
Seseorang harus bernapas dua kali lebih banyak daripada ketika dia berbicara.

Namun, kita semua adalah budak lidah kita sendiri. Lidah tidak pernah beristirahat. Kita hampir tak pernah berpikir sebelum berbicara. Kita berbicara bahkan saat kita tidur.

Ada dua halangan utama untuk mendengar jati diri Anda: keberisikan yang Anda hasilkan dan keberisikan dunia luar. Dunia Keheningan menutup sumber utama keberisikan itu, yaitu diri Anda sendiri. Ketika Anda terlalu sibuk mendengarkan diri Anda berbicara, Anda tidak mendengarkan orang lain. Terlalu banyak suara berisik di luar sana dan juga terlalu bising di dalam diri.

Dunia Keheningan adalah peristirahatan bagi lidah kita, yang dapat disebut, sebagai satu-satunya organ tubuh yang paling banyak bekerja. Anda perlu menghentikannya. Jika sepatah kata lebih kuat daripada sebilah pedang, setiap kata yang kita ucapkan harus memiliki nilai.

Anda adalah tuan dari setiap kata yang belum Anda ucapkan, tetapi Anda adalah seorang budak dari setiap kata yang telah terucap.

Kata-kata kita harus mempunyai nilai. Keheningan di antara kata-kata itulah yang menambahkan nilai pada kata-kata kita.

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Melatih Pikiran

Pikiran Anda menentang Anda setiap saat. Pikiran tidak terlatih untuk mendengarkan. Seluruh tubuh kita terlatih untuk berbicara. Rentang perhatian yang normal hanyalah 45 menit. Setelah 45 menit, kemampuan pikiran untuk menangkap akan berkurang.

Seperti bagian-bagian tubuh yang lain, pikiran pada awalnya tidak ingin dilatih. Seseorang yang belum pernah berolah raga, lebih suka minum minuman keras satu sloki daripada mulai berlatih. Tetapi, begitu dia mulai berlatih, dia lebih suka mati daripada harus berhenti berlatih.

Ketika Anda melatih pikiran Anda untuk pertama kali, pikiran itu cenderung mengunci diri, dan Anda akan tertidur. Seolah-olah saat itu alam semesta tengah menentang Anda. Begitu pikiran diberi kebebasan dan kemerdekaan yang telah diingkarinya sejak masa kanak-kanak, ia tak ingin berhenti.Dan percabangan-percabangan itu terasa di seluruh aspek kehidupan Anda.

Sebagian besar dari kita menjalani kehidupan sambil tidur berjalan. Jika sepertiga dari kehidupan Anda dihabiskan untuk tidur, Anda hanya memiliki dua pertiganya untuk bekerja. Masalahnya, ketika Anda berpikir bahwa Anda terjaga, Anda bisa - sesungguhnya - tertidur.

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Kamis, 09 Februari 2012

Arti Pencerahan

"Apa artinya mendapatkan pencerahan?"

"Melihat."

"Apa?"

"Hampanya kesuksesan, kosongnya prestasi, nihilnya usaha manusia," kata Sang Guru.

Murid itu menjawab, "Tetapi, bukankah itu sikap pesimistis dan putus asa?"

"Oh, tidak. Itulah kegembiraan dan kebebasan seekor rajawali yang terbang meluncur di atas jurang tanpa dasar."

(Dari: Buku Berbasa-Basi Sejenak 2, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 2008)

Kabar Baik dan Kabar Buruk

"Apa yang dapat saya perbuat untuk mendapatkan pencerahan?" tanya seorang murid yang tekun.

"Lihatlah realitas sebagaimana adanya," kata Sang Guru.

"Kalau begitu, apa yang dapat saya lakukan untuk melihat realitas sebagaimana adanya?"

Sang Guru tersenyum dan berkata, "Ada kabar baik dan kabar buruk untukmu, Sobat."

"Apa kabar buruknya?"

"Tiada sesuatu pun yang dapat kamu perbuat untuk melihat. Itu adalah anugerah."

"Dan kabar baiknya?"

"Tiada sesuatu pun yang dapat kamu perbuat untuk melihat. Itu adalah anugerah."

(Dari: Buku Berbasa-Basi Sejenak 2, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 2008)

Rabu, 08 Februari 2012

Meditasi Tanpa Objek

Dari segi metodologi, secara garis besar meditasi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu meditasi dengan objek dan meditasi tanpa objek. Meditasi dengan objek selalu memiliki tujuan tertentu dan mempunyai teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 

Berbeda dari meditasi dengan objek, meditasi tanpa objek tidak memiliki tujuan apa pun, selain sadar dari saat ke saat dalam waktu yang lama. Karena tidak memiliki tujuan apa pun, maka tidak ada pula teknik atau metode untuk mencapai tujuan tersebut.

Praktik meditasi ini tidak membutuhkan waktu atau ruang khusus, juga tidak memerlukan kehadiran guru atau pendamping secara terus-menerus. Orang dapat mempraktikkan sendiri bagaimana menjaga kesadaran bekerja dalam batin dan memahami segala sesuatu dari batin yang hening.

Kesadaran meditatif dalam meditasi tanpa objek tidak bisa sengaja dilatih, tidak bisa dicapai dengan daya upaya atau dengan kekuatan kehendak. Kesadaran meditatif ini datang dengan sendirinya, ketika orang sadar bahwa ia tidak sadar. Kesadaran meditatif ini muncul tanpa disengaja, tidak bisa diduga, tidak bisa diantisipasi, tidak bisa diharapkan, bukan hasil dari keinginan, kehendak, atau daya upaya.

Kesadaran meditatif datang ketika seluruh gerak batin berhenti dan diam. Kesadaran meditatif dalam meditasi tanpa objek ini bebas dari doktrin, bebas dari kepercayaan, bebas dari konsep-konsep. Perubahan batin dalam meditasi tanpa objek terjadi seketika, di luar waktu, tanpa pergulatan atau konflik. Kearifan terlahir bukan sebagai akumulasi pengalaman, melainkan ketika seluruh pengalaman runtuh atau berakhirnya secara total keterkondisian batin yang berasal dari pengalaman.

Dalam meditasi tanpa objek, tidak ada yang lebih penting daripada kemampuan melihat dalam kejernihan batin. Pengalaman, pengetahuan, kepercayaan sering kali menjadi perintang utama untuk melihat dalam kejernihan batin.

Terang atau kejernihan dalam melihat segala sesuatu membuat batin terbebaskan dari apa saja yang dilihat. Batin yang bebas dari keterkondisian adalah batin yang hening, murni, suci, religius. Dan batin yang hening mungkin mampu melihat Kebenaran Sejati.

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek dan Meditasi Sebagai Pembebasan Diri, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012 dan 2011)

Batin sebagai Jangkar Meditasi

Tanya: Apa yang mesti dilakukan selama bermeditasi tanpa objek?

Jawab: Kita menjaga agar kesadaran bekerja dari saat ke saat. Sadar akan gerak tubuh dan gerak batin, sadar akan objek-objek di luar yang tercerap oleh indra, dan objek-objek di dalam batin. 

Setiap objek datang ke batin secara alamiah untuk membantu kita menyadari batin. Jadi, yang penting bukan objeknya, tetapi batin yang bereaksi dan berhubungan dengan objeknya.

Bisakah pada saat objek datang kepada batin, ada kesadaran tentang batin sekaligus objeknya? Ketika objek datang kepada batin, muncullah pikiran, perasaan, keinginan, ketakutan, harapan, dan seterusnya tentang objek tersebut. Batin yang bereaksi terhadap objek yang datang ini oleh orang awam dalam meditasi disebut sebagai diri, aku, pemikir, pengontrol, pengendali. 

Bisakah Anda melihat bahwa si aku atau si pemikir tak berbeda dari pikiran? Sadarilah pikiran sebagai pikiran, bukan pikiranku. Perasaan sebagai perasaan, bukan perasaanku. Keinginan sebagai keinginan, bukan keinginanku. Pikiran, perasaan, keinginan adalah batin.

Tidak ada batinku. Batin adalah batin. Tidak ada entitas lain di luar batin. Kalau Anda melihat batin sekaligus objeknya atau melihat objek melalui batin, tanpa entitas lain di luar batin sebagai pusat, maka Anda sudah berada di titik batin yang sadar. Dalam batin yang sadar, tidak ada si aku atau entitas lain yang berhubungan dengan objek.

Selama bermeditasi, ambillah batin sebagai jangkar kesadaran. Dalam meditasi tanpa objek, batin adalah jangkarnya. Tetapi, jangkar yang dimaksud di sini bukan sebagai objek meditasi, bukan objek konsentrasi, melainkan sebagai ruang gerak bagi kesadaran untuk bekerja. 

(Dari: Buku Titik Hening- Meditasi Tanpa Objek, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)

Selasa, 07 Februari 2012

Kanker dan Keheningan

Saya selalu ingat seorang pria yang mengikuti retret saya di Sydney bertahun-tahun lalu. Dalam retret meditasi, peserta seharusnya diam ketika bermeditasi, namun pria ini terus menarik dan menghembuskan napas lewat mulutnya dengan berisik.

Ada peserta yang menghadap saya dan mengeluhkan hal itu. Saya berkata, "Ia punya tumor di saluran pernapasannya yang memblokir kedua lubang hidungnya. Dokter-dokter sudah menyerah melakukan pengobatan. Ia datang ke sini sebagai upaya terakhir."

Pria dengan tumor itu kemudian memberitahu saya di hari terakhir retret, ia tengah bernapas keras, tanpa berpikir, hening, ketika ia mendengar bunyi "pop." Saat itu ia bisa bernapas lagi dengan hidungnya. Saluran hidungnya terbuka, namun hanya sekitar 5-10 menit, lalu menutup lagi. Betapa pun, hal itu luar biasa.

Saya tak mengira ia akan bertahan hidup. Beberapa tahun kemudian, saat mengajar meditasi di Sydney, pria ini datang dan berkata, "Ajahn ingat saya?" "Tentu saja tidak. Siapa, ya?" saya harus jujur mengatakannya.

Ternyata, ia berhasil mengatasi penyakitnya dengan meditasi. Saluran napas di hidungnya telah membuka. Lalu, ia berkeliling mengajar orang-orang bagaimana menjadi damai, hening, karena kankernya telah mengalami penyusutan, padahal ia seharusnya telah meninggal bertahun-tahun lalu.

Keheningan seperti itu sangat ampuh bagi tubuh kita. Ketika kita berpikir, kita menciptakan ketegangan bagi diri sendiri dan malah memberi makan penyakit kita. 

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Senin, 06 Februari 2012

Bergerak dalam Keheningan

Kita perlu menemukan Allah,dan kita tidak dapat menemukanNya dalam kegaduhan dan kesibukan. Lihatlah bagaimana pohon-pohon, bunga-bunga, dan rumput tumbuh dalam keheningan. Lihatlah bintang-bintang, bulan, dan matahari - bagaimana mereka bergerak dalam keheningan. 

Keheningan memberi kita pandangan baru atas segala sesuatu. Di dalam keheningan kita menemukan tenaga baru dan kesatuan yang sejati. Kekuatan Allah menjadi milik kita untuk berbuat segala sesuatu dengan baik. Keselarasan pikiran kita dengan pikiran Allah, keselarasan doa kita dengan kehendak Allah, keselarasan karya kita dengan kehidupan Allah. (Ibu Teresa dari Calcutta) 

(Dari: Buku Di Dalam Keheningan Hati - Renungan Ibu Teresa dan Kerabat Kerjanya, penyusun Kathryn Spink. Penerbit Yayasan Hidup Kristiani, 1987)

Minggu, 05 Februari 2012

Keheningan Batin

Keheningan batin membuat batin tidak terganggu dengan segala sesuatu. Kalau Anda duduk meditasi dan merasa terganggu dengan suara-suara gaduh di luar, lalu Anda berjuang menolak atau menerima suara-suara itu, batin Anda tidak hening. Siapa yang mengganggu - suara di luar mengganggu Anda atau Anda mengganggu suara di luar?

Gangguan tidak disebabkan oleh suara dari luar, melainkan reaksi batin kita sendiri terhadap datangnya suara-suara itu. Kalau batin Anda hening, tidak menolak atau menerima, Anda mendengar suara apa adanya, tanpa merasa terganggu.

Orang yang tercerahkan, batinnya tidak terganggu atau tidak mudah terganggu oleh segala sesuatu. Batinnya hening. Keheningan seperti itu tidak bisa dipupuk, tidak bisa dicari, tidak bisa dikejar dengan daya upaya. Keheningan muncul sendiri, kalau kegaduhan batin dipahami.

(Dari: Buku Meditasi sebagai Pembebasan Diri, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2011)

Mati terhadap Masa Lampau

Kesadaran meditatif membantu kita memahami siapa diri kita yang adalah kumpulan dari semua pengalaman masa lampau dan mengakhirinya. Apakah Anda mau membawa-bawa terus arus masa lampau itu sampai mati? Saatnya sekarang kita perlu mati setiap hari, mati terhadap masa lampau, sehingga setiap saat dapat hadir secara baru.

                                                       - J. Sudrijanta, S.J.

(Dari: Buku Meditasi Sebagai Pembebasan Diri, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2011)

Sabtu, 04 Februari 2012

Melampaui Bunganya

Seseorang, yang mengikuti jalan sejatinya,
secara alami kreatif, tampaknya tidak berbuat apa-apa,
ia tidak membiarkan apa pun tak terlaksana.

Seseorang yang telah kehilangan arah,
berusaha kreatif, selalu berbuat, 
tetapi tidak pernah menyelesaikan apa-apa.

Seseorang yang berada di jalannya,
tidak memusingkan soal keuntungan,
dan tidak perlu pura-pura.
Mereka tidak memusingkan kekuasaan,
dan tidak perlu meyakinkan.

Ketika orang kehilangan arah,
mungkin ia dengarkan nabi-nabi palsu,
yang mengajarkan metode-metode yang berbunga-bunga,
menyatakan jalan yang benar;
pertama kebaikan, dan ketika kebaikan hilang,
moralitas, dan ketika moralitas hilang, ritual,
dan ketika ritual hilang, kekuasaan.

Sementara orang yang sungguh-sungguh menjalani kehidupannya,
melampaui bunganya hingga ke buahnya,
ia hidup di dalam kenyataannya sendiri,
ia tahu apa yang berkenan baginya,
dan ia berusaha sebisanya. 

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Jumat, 03 Februari 2012

Dibutuhkan: Pria dan Wanita Berkepribadian

Dunia membutuhkan pria dan wanita ....

Yang tidak dapat dibeli;
Yang setia terhadap kata-katanya;
Yang menempatkan kepribadian di atas kekayaan;
Yang memiliki pendapat dan kehendak yang kuat;
Yang lebih daripada pekerjaannya;
Yang tidak ragu mengambil risiko;
Yang tak kehilangan identitasnya di tengah orang banyak;
Yang jujur dalam perkara kecil, seperti dalam perkara besar;
Yang tak akan berkompromi dengan kesalahan;
Yang ambisinya tak terkungkung pada keinginan diri sendiri;
Yang tak akan mengatakan bahwa ia melakukan sesuatu "karena setiap orang melakukannya";
Yang setia kepada teman-temannya dalam keadaan baik maupun buruk;
Yang tidak percaya bahwa kelicikan dan keras kepala merupakan sifat terbaik untuk mencapai kesuksesan;
Yang tak malu atau takut membela kebenaran walau tidak disukai;
Yang dengan mantap dapat berkata "tidak", meskipun seluruh dunia berkata "ya". 

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna - 100 Cerita Bijak jilid ke-6, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2004)

Kamis, 02 Februari 2012

Jangan Menoleh

Mencintai berarti menjadi peka terhadap kehidupan, terhadap orang lain, terhadap segala sesuatu; menaruh simpati tanpa pengecualian. Pengecualian adalah hasil pengerasan hati dan penutupan pintu hati. Saat Anda mengeraskan hati, kepekaan Anda pun mati.

Sesungguhnya tidak sulit bagi Anda untuk menemukan contoh-contoh kepekaan macam itu dalam hidup Anda. Pernahkah Anda berhenti untuk memindahkan batu atau paku di tengah jalan, supaya orang yang lewat tidak terluka? Anda tak peduli tindakan Anda tidak diketahui siapa pun dan tidak mendapat penghargaan apa pun. Anda melakukannya hanya karena kebajikan dan kemurahan hati. Di saat seperti itulah cinta muncul dalam kehidupan Anda. Itu berarti, cinta senantiasa ada dalam diri Anda dan menunggu untuk dibebaskan.

Apa yang dapat Anda lakukan agar memiliki cinta seperti itu? Tidak ada, karena cinta tersebut telah ada dalam diri Anda. Yang perlu Anda lakukan hanyalah menyingkirkan penghalang yang Anda pasang pada kepekaan Anda, maka cinta itu akan muncul.

Ada dua penghalang kepekaan, yaitu kepercayaan dan kelekatan. 

Saat Anda berpegang pada kepercayaan Anda, Anda membentuk kesimpulan mengenai suatu hal, situasi, atau orang tertentu. Segera Anda terpancang pada kesimpulan Anda sendiri dan mulai kehilangan kepekaan. Anda berprasangka dan akan melihat orang itu menurut penilaian Anda. Lalu, Anda tak mau melihatnya lagi. Bagaimana Anda dapat menjadi peka pada seseorang, jika Anda tak mau melihat orang itu lagi?

Pandanglah dengan sungguh-sungguh kepercayaan-kepercayaan Anda. Hanya dengan menyadari bahwa mereka adalah kepercayaan, kesimpulan, dan prasangka - bukan refleksi atas realitas - maka semua itu akan hilang.

Lalu, bagaimana kelekatan terbentuk? Mulanya, terjadi hubungan dengan sesuatu yang memberikan kegembiraan pada Anda, seperti mobil, peralatan canggih yang menawan, kata pujian, dan persahabatan. Kemudian, timbul keinginan untuk mempertahankannya, mengulang perasaan senang yang disebabkan hal atau orang itu. Akhirnya, timbul keyakinan dalam diri Anda bahwa Anda tidak bahagia tanpa sesuatu atau orang itu. 

Anda telah menganggap kesenangan yang diakibatkannya sama dengan kebahagiaan. Lalu muncullah sikap tertutup terhadap yang lain, tidak peka terhadap segala sesuatu yang bukan bagian dari kelekatan Anda. Simfoni kehidupan terus berjalan, tetapi Anda tetap menoleh ke belakang, terikat pada beberapa melodi saja. Timbul ketidakselarasan antara apa yang ditawarkan kehidupan dan apa yang Anda lekati. Cinta dan kebebasan hanya dapat ditemukan bila orang menikmati setiap nada yang muncul dan kemudian membiarkannya berlalu, sehingga dapat peka dan tanggap terhadap nada-nada berikutnya.

Bagaimana cara melepaskan kelekatan? Orang mencoba melepaskannya dengan menolak atau menyangkal. Dengan menolak irama musik dan menghapuskannya dari kesadaran, Anda kembali mengeraskan diri sendiri. Anda cukup mengamati kebusukan dan kebejatan sifat kelekatan. Biarkanlah berlalu dan mengalir. Selanjutnya, Anda tidak menoleh ke masa lampau, melainkan hanyutlah dalam alunan musik "saat ini."

Lihatlah masyarakat di sekitar kita, busuk sampai ke intinya, terinfeksi oleh kelekatan. Orang-orang yang terikat pada kekuasaan, uang, kemakmuran, kemasyhuran, kesuksesan - dan mencari semua itu seolah-olah kebahagiaan mereka tergantung pada semua hal tersebut; malah dianggap sebagai anggota masyarakat yang produktif, dinamis, dan giat bekerja keras.
Mereka mengejar semua itu dengan penuh ambisi, hingga menghancurkan simfoni hidup mereka dan membuat mereka menjadi pribadi yang keras, dingin, serta tidak peka terhadap diri sendiri dan orang lain. 

Berapa banyakkah orang "terhormat" di sekitar Anda yang masih mempunyai kepekaan cinta yang hanya dapat diberikan oleh ketidaklekatan? Bila Anda merenungkan hal ini dengan sungguh-sungguh, Anda akan merasa jijik, hingga secara instingtif Anda akan membuang setiap kelekatan seperti melemparkan ular berbisa yang melilit Anda.

Anda akan memberontak dan melepaskan diri dari budaya busuk yang didasarkan pada keserakahan, kelekatan, kecemasan, kerakusan, kekerasan, dan ketidakpekaan, yang bukan cinta.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)