Umumnya kita mengukur kenyataan hidup dengan waktu. Bahkan, tanpa kita sadari, konteks waktu mengendalikan, mendefinisikan, menyalurkan, dan membatasi sebagian besar pola pikir kita.
Konsep seperti masa lampau, masa kini, dan masa mendatang membagi hidup kita ibarat tiga babak sandiwara: yang pertama mulai, sementara yang lain berakhir, sampai sandiwara itu selesai. Begitulah kehidupan duniawi.
Konsep seperti masa lampau, masa kini, dan masa mendatang membagi hidup kita ibarat tiga babak sandiwara: yang pertama mulai, sementara yang lain berakhir, sampai sandiwara itu selesai. Begitulah kehidupan duniawi.
Akan tetapi, detik-detik jam dan pergantian hari tidak mengendalikan perbuatan batiniah. Karena kita mengembangkan kesadaran batin, kita berhadapan dengan kenyataan yang berbeda. Dalam hati, kita menemukan diri sendiri yang tidak tua juga tidak muda, bukan awal dan bukan akhir, melainkan hanya keberadaan kita. Di dunia batin, tak ada hal seperti sebelum atau sesudahnya, tepat waktu atau terlambat. Yang ada hanyalah kedamaian dan ketenangan saat ini - saat kini yang sudah berlalu, sedang berlangsung, dan yang akan datang.
Manusia yang sehat memiliki dua kewarganegaraan: mereka hidup di kedua dunia itu. Kalau mereka sedih karena waktu-waktu berharga dan bernilai telah berlalu, mereka juga merasa terhibur karena mengetahui bahwa pengalaman terkaya manusia bersifat abadi. Semua yang baik akan hidup terus di batin kita - tidak akan hilang, terbuang, dan berlalu. Di dalam jiwa hanya ada saat sekarang yang kekal.
(Dari: Buku Percaya dalam Diri Sendiri, karya Earnie Larsen & Carol Hegarty. Penerbit Professional Books, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar