Malik bin Dinar sangat marah, karena seorang pemuda yang hidup di sebelah rumahnya bertindak kurang ajar. Lama ia tak berbuat apa-apa, berharap orang lain akan turun tangan. Tetapi setelah perilaku pemuda ini sangat keterlaluan, Malik menegurnya, agar ia mengubah kelakuannya.
Pemuda itu dengan tenang memberitahu Malik bahwa ia dilindungi sultan dan tak seorang pun dapat menghalangi apa pun yang dikehendaki. Malik berkata, “Kalau begitu, engkau akan kulaporkan ke Pencipta di surga!”
“Pencipta di surga?” tukas pemuda itu. “Ia Maharahim, sehingga tak akan menyalahkanku.” Malik tak dapat berbuat apa-apa. Ia meninggalkan pemuda itu. Tetapi beberapa waktu kemudian, nama si pemuda semakin jelek hingga banyak orang menentangnya. Malik merasa wajib memperingatkannya. Ketika ia berjalan ke rumah pemuda itu, ia mendengar Suara dalam batinnya, “Awas! Jangan menyentuh sahabatku. Ia ada di bawah perlindunganKu.” Malik jadi bingung.
Waktu bertemu muka dengan pemuda itu, Malik tak tahu apa yang harus dikatakan. Pemuda itu bertanya, “Mengapa engkau datang?” Jawab Malik, “Aku datang untuk menegurmu, tetapi di tengah jalan kudengar Suara yang melarangku, karena engkau berada di bawah perlindunganNya.”
Wajah pemuda itu berubah. “Benarkah Ia menyebut aku sahabatNya?” tanyanya. Saat itu Malik sudah pergi. Bertahun-tahun kemudian Malik berjumpa dengan pemuda itu di Mekkah. Ia begitu tersentuh oleh perkataan Suara itu, sehingga ia membagi-bagikan seluruh hartanya dan menjadi pengemis pengembara. “Aku datang ke sini untuk mencari Sahabatku,” katanya kepada Malik. Lalu, ia meninggal.
Tuhan, sahabat orang berdosa? Pernyataan ini berbahaya, tetapi sekaligus berkekuatan luar biasa. Aku pernah mencobanya pada diriku sendiri, ketika aku berkata, “Tuhan Maharahim, sehingga tak akan menyalahkanku.” Tiba-tiba aku mendengar Kabar Gembira – pertama kali dalam hidupku.
(Dari: Buku Burung Berkicau, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Yayasan Cipta Loka Caraka, 1984)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar