Cari Blog Ini

Senin, 26 Desember 2016

Tidur Ketika Angin Bertiup

Seorang pemuda menanggapi iklan lowongan kerja di sebuah usaha pertanian. Ia menceritakan pengalaman kerja sebelumnya kepada pemilik pertanian, lalu menambahkan, "Saya bisa tidur ketika angin bertiup." Pernyataan itu membingungkan si petani, tetapi karena ia butuh bantuan, ia mempekerjakan pemuda tersebut.

Selama beberapa bulan pemuda itu mengerjakan dengan baik semua tugas yang diberikan kepadanya. Petani merasa puas. 

Suatu malam, angin badai luar biasa besar bertiup dari barat melintasi daratan itu. Jam dua dini hari, petani bangun lalu mengenakan pakaian, dan berlari keluar. Ia ingin menyelamatkan apa saja yang perlu diselamatkan.

Ia memeriksa gudang. Pintu dan jendela-jendela tertutup rapat, hewan-hewan terikat baik di kandang mereka. Kemudian, si petani memeriksa penampungan air, pompa, mesin, truk, dan garasi. Semua aman.

Petani tetap gelisah dan berlari ke sana-kemari. Ia yakin sesuatu pasti ada yang terlepas, terbuka, atau tertiup badai. Tetapi, segala sesuatu aman di tempat masing-masing. 

Kemudian, petani pergi ke rumah tingkat untuk mengucapkan terima kasih kepada pekerjanya itu. Ia menemukan sang pekerja tidur dengan lelap. Teringatlah petani akan pernyataan yang pernah dikatakan pemuda itu, "Saya bisa tidur ketika angin bertiup."

Petani tersenyum. Pemuda itu telah mengerjakan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, sehingga ia dapat tetap tidur ketika angin bertiup. 

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna jilid 5 - 100 Cerita Bijak, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)   

Senin, 19 Desember 2016

Kepekaan Rasa

The principle of compassion lies at the heart of all religious, ethical and spiritual traditions, calling us always to treat all others as we wish to treated ourselves. (From Charter for Compassion)

Prinsip kepekaan rasa merupakan fondasi ajaran semua agama, etika, dan tradisi spiritual, yang memanggil kita untuk selalu memperlakukan orang lain seperti kita sendiri ingin diperlakukan.

Wisdom:

Terlepas dari apa pun agama atau kepercayaan yang kita anut, seperti apa pun bentuk tradisi dan budaya spiritual yang dijalani, setiap manusia memiliki persamaan mendasar, yakni kepekaan rasa.

Semua agama didasari prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Setiap ajaran spiritual pun demikian, didasari prinsip mengasihi untuk mencapai suatu tingkat, yakni kebahagiaan dan kedamaian. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki hati dan jiwa yang sangat murni.  

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)

Selasa, 13 Desember 2016

"Pendebat" vs "Pencekik"

Ada sekelompok anak muda yang cerdas di sebuah universitas di daerah barat. Mereka punya bakat sastra yang menakjubkan. Agaknya mereka bakal jadi penyair dan novelis.

Anak-anak muda ini bertemu secara teratur untuk membaca dan mengritik karya-karya mereka satu sama lain. Mereka benar-benar mengritik sampai membedah ungkapan terkecil menjadi ratusan penggalan.

Dalam mengritik mereka sangat dingin dan kasar. Tetapi mereka melakukannya demi menggali karya sastra terbaik. Orang-orang yang tidak termasuk kelompok itu menyebut mereka "pencekik."

Karena tak mau kalah, beberapa perempuan berbakat sastra dari universitas yang sama membuat kelompok mirip dengan "pencekik." Mereka menyebut diri sebagai "pendebat." Mereka membaca karya-karya mereka, tetapi ada perbedaan dalam memberi tanggapan.

Kelompok "pendebat" lebih halus dalam menyampaikan kritik, lebih positif dan mendorong; bahkan, kadang tak ada kritik sama sekali. Setiap usaha paling kecil pun, dipuji dan disemangati.

Dua puluh tahun kemudian, pengurus alumni universitas itu membuat sebuah studi lengkap tentang karier para alumninya. Ternyata, ada perbedaan besar dalam karya literatur yang dihasilkan kelompok "pencekik" dengan "pendebat."

Dari semua anak muda yang cerdas dan berbakat dalam kelompok "pencekik," tak satu pun menghasilkan karya literatur yang berarti. Sementara dari kelompok "pendebat" muncul enam atau lebih penulis yang berhasil. 

Bakat anak-anak muda di kedua kelompok itu mungkin sama. Tingkat pendidikan mereka juga tidak banyak berbeda. Namun, "pencekik" mematikan, sedangkan "pendebat" terpanggil untuk memberi dorongan satu sama lain. (Ted Engstrom)

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna jilid 5 - 100 Cerita Bijak, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)    

Kamis, 01 Desember 2016

Kehidupan yang Bermakna


 If you are not doing something with your life, then it doesn't matter how long you live. If you are doing something with your life, then it doesn't matter how short your life may be. A life is not measured by years lived, but by its usefulness. If you are giving, loving, serving, helping, encouraging, and adding value to others, then you are living a life that counts!  (John C. Maxwell)


Jika kita tidak melakukan sesuatu (yang bermanfaat) dalam hidup kita, tidak jadi masalah berapa lama kita hidup. Namun, jika kita melakukan sesuatu (yang bermanfaat) dalam hidup kita, tidak jadi masalah betapa pun singkat hidup kita. Kehidupan tidak diukur dari berapa lama kita hidup, melainkan dari kemanfaatannya. Jika Anda memberi, mencintai, melayani, menolong, membesarkan hati, dan menghargai orang lain, maka Anda memiliki kehidupan yang bermakna! 

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)

Kamis, 24 November 2016

Memaafkan dan Melupakan

The infinite patience and tolerance are hard to find. But once you find them deep in your soul, life seems to be beyond the horizon of peace.

Kesabaran dan toleransi tak terbatas memang tidak mudah ditemukan. Namun, jika kita berhasil menempuhnya, hidup kita akan terasa menembus batas horison kedamaian.

Wisdom:

Dari berbagai pengalaman, memaafkan dan melupakan merupakan dua hal yang tidak mudah; tetapi sesungguhnya dapat memberikan energi yang luar biasa kepada kita. Dengan memaafkan dan melupakan, kita melepaskan diri kita dari kemarahan yang membelenggu dan menyiksa hati.   

Kadang kala, kita masih bisa memaafkan seseorang atau suatu kejadian, tetapi masih sulit melupakannya. Namun jika kita bulatkan tekad untuk berusaha melakukannya, sesungguhnya kita bisa. Ada kekuatan sangat besar dalam diri kita, bila kita mau mengupayakannya. 

Ketika kita sudah berhasil, kita akan merasakan sebuah kedamaian yang luar biasa, yang membuat hati kita menjadi ringan dan pandangan kita lebih cerah untuk menatap ke depan. 

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)

Senin, 14 November 2016

Kejayaan Terbesar


The greatest glory in living lies not in never falling, but in rising every time we fall. 
                                                                                           - Nelson Mandela (1918-2013)

Kejayaan terbesar dalam hidup bukan terletak pada keadaan tak pernah "jatuh," tetapi pada kemampuan untuk bangkit kembali setiap kali kita "jatuh."

Wisdom:
Sering kali kita memandang kegagalan sebagai sesuatu yang memalukan. Mengapa? Karena kita menganggap kegagalan menunjukkan kita lemah. Padahal, ketika kita bangkit dari sebuah kegagalan, di sanalah letak kekuatan yang dimiliki oleh pemenang sejati. Orang yang berhasil bangkit dari kegagalan berarti telah teruji kemampuannya karena ia telah berhasil melalui sebuah perjuangan besar yang hanya dapat ditempuh oleh orang-orang bermental baja.


(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)

Kamis, 03 November 2016

Belas Kasih

Suatu hari, tiga pria tua datang menemui Achilles. Salah seorang di antaranya memiliki reputasi sangat buruk. 

Pria tua pertama minta kepada Achilles untuk dibuatkan sebuah jaring ikan. "Aku tidak akan membuatkannya untukmu," kata Achilles. Kemudian datang pria kedua berkata, "Tolong buatkan jaring ikan, supaya kami memiliki kenang-kenangan darimu." Tetapi Achilles menjawab, "Aku tidak punya waktu."  

Kemudian, pria ketiga yang mempunyai reputasi buruk berkata, "Buatkanlah aku sebuah jaring ikan." Achilles segera menjawab, "Aku akan membuatkannya untukmu."

Kedua pria tua yang terdahulu merasa bingung. Secara pribadi mereka bertanya kepada Achilles, "Mengapa Anda tidak mau meluluskan permintaan kami berdua? Sebaliknya, Anda berjanji kepadanya untuk memberikan apa yang dimintanya?"

Achilles menjawab, "Ketika aku mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mau membuatkan jaring ikan, kamu berdua tidak kecewa, karena kamu berpikir aku benar-benar tidak punya waktu. 

Tetapi kalau aku tidak memenuhi permintaan pria itu, ia akan berpikir, 'Achilles pasti sudah mendengar tentang keburukanku, maka ia tidak mau membuatkan apa pun untukku.' Dengan demikian, relasi kami terputus. Tetapi sekarang, aku telah membangkitkan semangatnya, sehingga ia tidak sedih karena reputasi buruknya."

(Dari: Buku Tidak Ada Makan Siang Cuma-Cuma - 75 Kumpulan Cerita Bijak, karya Yustinus Sumantri Hp., SJ. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2006) 

Rabu, 26 Oktober 2016

Pemeriksaan Batin

Malam tiba. Kata Paus Fransiskus, malam adalah saat yang indah, di mana kita semua boleh pulang ke rumah. Di rumah, kita duduk bersama di sekitar meja, di sana kita saling memberikan diri, membagikan pengalaman yang kita lalui sepanjang hari. Kita merasa saling didukung oleh anggota keluarga.

Pada saat inilah, kita dihangatkan kembali: hati yang mungkin sempat dingin karena pengalaman yang kurang mengenakkan, atau karena kesedihan yang menimpa kita.

Tetapi, malam juga merupakan saat yang sangat sulit bagi kita yang menderita kesepian. Pada malam itulah terputar kembali segala kepedihan dan impian-impian kita yang gagal.

* Manakah jalan buntu yang aku jumpai? Adakah aku menyerah menghadapinya, atau malah itu menjadi kesempatan bagiku untuk lebih bangkit dan bersemangat?

* Apakah aku dapat menerima beban hidup yang diberikan padaku, atau aku memprotes dan menggerutu karenanya?

* Apakah aku dapat menanggung beban hidupku, semata-mata karena aku merasa kuat dan mampu menanggungnya, atau karena tak ada jalan lain sehingga tak dapat melarikan diri dari beban ini?

* Atau, apakah aku dapat menanggung semuanya itu karena aku merasa ada "Seseorang" yang selalu menemani aku dalam segala kesulitanku, dan Dia berkata kepadaku, "Aku menguatkanmu."

Berhentilah pada pokok-pokok itu. Rasakanlah apa yang terasa dalam pikiran dan hati kita. Lalu, mohonlah kepada Tuhan agar kita dapat tidur dengan tenang dan percaya bahwa besok pagi kita memperoleh kekuatan untuk menghadapi hari yang harus kita lalui.

(Dikutip dari buku Memetik Keheningan - Persembahan Harian 2016. Penerbit Sekretariat Nasional Kerasulan Doa Indonesia)

Senin, 17 Oktober 2016

Keheningan dan Damai



The fruit of SILENCE is Prayer
The fruit of PRAYER is Faith
The fruit of FAITH is Love
The fruit of LOVE is Service
The fruit of SERVICE is Peace   

Buah dari KEHENINGAN adalah Doa
Buah dari DOA adalah Iman
Buah dari IMAN adalah Cinta
Buah dari CINTA adalah Pelayanan
Buah dari PELAYANAN adalah Damai   

                                  - St. Teresa of Calcutta (1910-1997)
 

Minggu, 09 Oktober 2016

Ular dan Gergaji

Seekor ular masuk ke gudang tempat kerja seorang tukang kayu di malam hari. Tukang kayu itu terbiasa membiarkan sebagian peralatan kerjanya berserakan di lantai.

Ketika ular merayap masuk, ia tak menyadari dirinya berada di atas gergaji. Mata gergaji yang tajam menyebabkan perut ular terluka. Ular menganggap gergaji itu telah menyerangnya. Ia membalas dengan mematuk gergaji itu berkali-kali.

Serangan ular yang bertubi-tubi menimbulkan luka parah di mulutnya. Ia semakin marah dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengalahkan "musuh"-nya. Ular berusaha melilitkan tubuhnya ke gergaji. Belitan itu malah membuat tubuh ular semakin terluka parah.

Keesokan pagi, tukang kayu menemukan bangkai ular di dekat gergajinya. 

***  

Di saat emosi memuncak, kita cenderung melukai orang lain. Setelah peristiwa berlalu, kita baru menyadari sebenarnya yang terluka adalah diri kita sendiri.

Amarah dan dendam bagaikan ular yang membelit gergaji. Segala pikiran negatif yang muncul akan menusuk dan melukai batin kita sendiri. Belajarlah melepaskan hal-hal negatif, sehingga batin kita bersih.

(Dari seorang teman melalui media sosial)
 

Rabu, 21 September 2016

Bahagia

Being happy doesn't mean that everything is perfect. It means that you've decided to look beyond the imperfections. 
                                                                                                                     - unknown

Bahagia bukan berarti segala sesuatu tampak sempurna. Bahagia berarti Anda melihat ketidaksempurnaan secara menyeluruh.
 
Wisdom
Hanya dengan menikmati setiap keadaan, kita dapat merasa bahagia. Bukan bila segala sesuatu terjadi secara sempurna dan sesuai dengan keinginan kita, namun bila kita dapat menerima dengan ikhlas dan memandang ketidaksempurnaan sebagai bagian dari apa yang sejatinya ada atau terjadi, sebagai bagian dari episode kehidupan; maka kita akan menemukan kebahagiaan sejati.

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)

Sabtu, 10 September 2016

Inilah Aku


Tuhan,
aku di sini, inilah aku,
tapi pikiranku masih melekat padaku,
dan melayang-layang di hari-hariku.

Tuhan,
aku di sini, inilah aku,
aku ingin sekali menjadi tenang,
tapi ketidaktenangan merajai diriku.

Tuhan,
aku di sini, inilah aku,
aku ingin sekali berdoa,
tapi aku tak menemukan kata-kata.

Tuhan,
aku di sini, inilah aku,
aku ingin sekali mendengarkan-Mu,
tapi demikian banyak suara gaduh meramai dalam diriku.

Tuhan,
di sinilah aku, inilah aku 
dengan seluruh hidupku,
hari-hariku, ketidaktenanganku, 
kebisuanku, kegaduhanku, yang membuat telingaku tuli.

Engkau menerima dan mengambil aku,
seperti apa adanya aku.
Tuhan, di sinilah aku,
inilah aku.

(Andrea Schwarz)

(Dikutip dari buku Memetik Keheningan - Persembahan Harian 2016. Penerbit Sekretariat Nasional Kerasulan Doa Indonesia)

Rabu, 31 Agustus 2016

Melihat ke Luar


It is not what we get, but who we become, what we contribute... that gives meaning to our lives.
                                                               
                                                    - Tony Robbins (wirausahawan, penulis, filantropis) 

Bukanlah apa yang kita raih, melainkan menjadi siapa kita, apa yang dapat kita berikan.... itulah yang menjadikan hidup kita bermakna.

Wisdom:
Dalam hidup setiap orang pasti punya impian dan cita-cita. Namun, sering kali kita terlalu fokus pada sesuatu yang ingin kita raih. Prestasi, penghargaan, gelar, jabatan, kekayaan, dan segala atribut yang menjadikan seseorang memiliki nilai "lebih tinggi" dalam konteks kehidupan sosial. 

Sementara, kita lupa di sekeliling kita masih ada (bahkan mungkin banyak) orang yang membutuhkan perhatian atau uluran tangan kita. Padahal, yang membuat hidup kita bermakna bukanlah materi atau predikat yang kita miliki, tetapi sesuatu yang dapat kita berikan, yang bermanfaat bagi kehidupan secara universal. Sudahkah kita melihat ke luar?

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012) 

Kamis, 25 Agustus 2016

Kopi di Dinding

Seorang wisatawan tengah menikmati kopi di sebuah kafe terkenal di Venesia, Italia. Tak lama kemudian, datang seorang pria paruh baya. Ia memanggil pramusaji dan memesan: “Kopi dua cangkir. Yang satu cangkir untuk di dinding.”

Sang wisatawan merasa heran mendengar kalimat tersebut. Apalagi pria itu hanya disuguhi secangkir kopi, namun setelahnya ia membayar untuk dua cangkir.

Segera setelah pria itu pergi, pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan "Segelas Kopi" di dinding kafe. Suasana kafe kembali hening.

Tak lama kemudian, masuk dua orang pria. Mereka memesan tiga cangkir kopi.
Dua cangkir di meja, satu lagi untuk di dinding. Mereka pun membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi. Setelah mereka berlalu, pramusaji melakukan hal yang sama: menempelkan kertas bertulis "Segelas Kopi" di dinding.

Pemandangan tidak lazim di kafe sore itu membuat sang wisatawan heran. Ia meninggalkan kafe dengan menyimpan pertanyaan dalam hatinya. 

Beberapa hari kemudian, wisatawan tersebut mampir kembali di kafe yang sama. Ia melihat, seseorang lelaki tua berpakaian lusuh masuk ke kafe. Setelah duduk, ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “Satu cangkir kopi dari dinding."

Pramusaji segera menyuguhkan segelas kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki itu pergi tanpa membayar. Pramusaji lalu menarik satu lembar kertas yang bertuliskan "Segelas Kopi" dari dinding dan membuangnya ke tempat sampah.

Pertanyaan sang wisatawan terjawab. Agaknya, seperti itulah cara penduduk setempat menolong sesamanya yang kurang beruntung, dengan tetap menaruh rasa hormat kepada orang yang ditolongnya.

Kaum papa bisa menikmati secangkir kopi tanpa perlu merendahkan harga diri untuk mengemis secangkir kopi. Bahkan mereka pun tidak perlu tahu siapa yang menraktir mereka.

Secangkir kopi di dinding adalah wujud Cinta yang ikhlas kepada kaum papa, tanpa memperlakukan kaum papa dengan cara arogan: "Akulah yang memberikannya kepadamu...." 

Sesungguhnya kita tak dapat hidup lebih baik, tanpa memberi dan menerima cinta, perhatian, dan bantuan dari orang lain. Terlalu sering kita meremehkan kekuatan sebuah sentuhan, sekilas senyuman, serangkaian kata, pujian tulus, telinga dan hati yang mendengarkan, atau tindakan kecil untuk membantu orang lain; padahal semua itu punya kekuatan untuk mengubah kehidupan. 

(Dari seorang teman melalui media sosial)
 

Kamis, 11 Agustus 2016

Orang Rohani

Orang rohani harus benar-benar memerhatikan agar hati dan sukacitanya jangan melekat pada barang fana. Ia harus khawatir kalau-kalau kelekatannya yang kecil makin lama makin besar.  
St. Yohanes dari Salib (1542-1591)



(Dari: Buku Ajaran Yohanes dari Salib - Tantangan Kita Dewasa Ini hal. 150, karya Leonard Doohan. Penerbit Karmelindo, 2015)

Senin, 25 Juli 2016

Bendahara yang Baik

Ada seorang raja yang baru saja memecat bendahara kerajaannya karena ia tidak jujur. Raja lalu mulai mencari siapa yang dapat menduduki jabatan sangat penting itu.

Setelah melalui seleksi sangat ketat, raja mengangkat seorang rakyat sederhana untuk menjabat bendahara kerajaan karena kejujuran orang itu.

Tentu saja jabatan baru ini membawa perubahan besar. Semula bendahara baru itu dan keluarganya tinggal di pondok kecil; kini sesuai kedudukannya, ia tinggal di rumah besar dan mewah, tidak kekurangan apa pun. Keadaan ini berlangsung selama kurang lebih setahun, sampai ada laporan kepada raja.

Laporan itu menyatakan, pengawal yang menjaga gedung perbendaharaan kerajaan melihat sang bendahara keluar dari gedung dengan membawa sebuah bungkusan. Hal ini bukan satu dua kali saja, tetapi setiap kali masuk dan keluar gedung perbendaharaan kerajaan, ia selalu membawa bungkusan.

Keesokan hari, raja mengeluarkan perintah untuk menangkap bendahara itu saat ia pulang kerja. Ketika dibawa menghadap raja, sang bendahara memang membawa sebuah bungkusan.

Kecurigaan raja semakin besar, ia memerintahkan agar bungkusan itu dibuka. Apa yang ada dalam bungkusan? Emas, perak, atau berlian? Ternyata, isinya hanya pakaian tua yang sudah robek. Raja sangat heran dan bertanya, "Apa maksudmu membawa pakaian itu saat masuk dan keluar gedung?"

Jawab sang bendahara, "Baginda raja, pakaian ini adalah pakaian yang dulu saya pakai sebelum baginda mengangkat saya sebagai bendahara kerajaan. Setiap kali saya masuk gedung perbendaharaan kerajaan, saya melihat begitu banyak emas, berlian, dan permata. Dengan melihat pakaian tua ini, saya selalu ingat dulu saya hanya seorang miskin. Berkat kemurahan baginda saya diangkat menjadi orang terhormat. Segala ketamakan saya hilang, berganti rasa syukur."

(Dari: Buku Tidak Ada Makan Siang Cuma-Cuma - 75 Kumpulan Cerita Bijak, karya Yustinus Sumantri Hp., SJ. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2006)
 

Rabu, 20 Juli 2016

"Pohon" Salak

Sesudah tiga tahun berada di Indonesia, saya kenal semua buah-buahan dan pohonnya, kecuali pohon salak. Buahnya sering saya makan, tetapi pohonnya selalu luput dari pandangan saya.

Pada waktu itu saya hampir tiap minggu naik sepeda dari Yogya ke Medari. Seorang teman berkata, "Lihat saja, di kiri-kanan jalan banyak sekali pohon salak." Usaha saya bertambah, tetapi sia-sia. Semua buah lain saya lihat, salak tidak. 

Sampai pada suatu hari, seorang teman kebetulan menunjuk buah salak di pohon. Saya lega karena akhirnya berhasil melihat pohon salak. Tetapi saya jengkel kepada diri saya sendiri. Saya begitu terikat pada istilah "pohon," sehingga pandangan saya selalu diarahkan ke atas, sampai tidak melihat yang di bawah.

Ini contoh bagus untuk menerangkan perbedaan antara pengalaman dan istilah. Hampir setiap anak kecil di Indonesia melihat dan mengenal pohon dan buah salak, setelah itu baru mendengar namanya. Sebaliknya, saya yang tidak pernah mengalami pohon salak, mulai dengan mendengar istilah "pohon" salak, lalu mencari realitas yang sesuai dengan istilah itu.

Bagi saya, "pohon" adalah sesuatu yang tinggi, maka saya mencari di atas. Andaikan istilahnya "semak" salak, pasti saya mencari di bawah.

Kalau harus memilih antara kenyataan konkret atau istilah abstrak, tentu selalu untung memilih yang konkret.
 
(Dari: Buku Hidup itu Kadang Lucu - Hikmat 100 Kisah Jenaka, karya Siegfried Zahnweh, S.J. Penerbit Dioma, 2006) 

Rabu, 13 Juli 2016

Rahasia Kehidupan

Rahasia kehidupan bukan terletak pada apa yang terjadi pada diri Anda, tetapi apa yang Anda lakukan dengan apa yang terjadi pada diri Anda.


(Dari: Buku Berpikir Positif Setiap Hari, karya Norman Vincent Peale. Penerbit Interaksara, 2001)
 

Senin, 04 Juli 2016

Dunia Tanpa Cinta

Seorang dokter ahli jiwa pernah ditanya, "Bagaimana cara mendidik orang agar mampu mencinta?" Jawabnya sungguh menarik, "Apakah kamu pernah sakit gigi? Sewaktu kamu sakit gigi, siapakah yang kamu pikirkan?"

Maksudnya jelas. Sewaktu kita sakit, meskipun hanya sakit gigi yang bersifat sementara, bukankah kita memikirkan diri kita sendiri saja?

Kata dokter itu lebih lanjut, "Dunia kita sekarang adalah dunia yang penuh kepahitan. Kepedihan yang tertanam di hati manusia bukan seperti sakit gigi saja. Kita pergi tidur di malam hari dan bangun di pagi hari dengan kepedihan. Kepedihan yang terlalu dalam tak jarang membuat orang menderita sakit jiwa. Di Amerika Serikat, umpamanya, dua per tiga dari tempat tidur di rumah sakit diisi oleh penderita penyakit jiwa. Jumlah bunuh diri pada umur 18-21 tahun tidak sedikit."

Dunia kita penuh kepahitan, dunia tanpa cinta. Kebanyakan manusia begitu penuh perhatian kepada diri sendiri, sehingga sulit keluar dari dirinya dan mencinta dengan sepenuh hati.
 
(Dari: Buku Tidak Ada Makan Siang Cuma-Cuma - 75 Kumpulan Cerita Bijak, karya Yustinus Sumantri Hp., SJ. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2006)

Sabtu, 25 Juni 2016

Bertanya

Seorang pertapa bertanya kepada batu, "Batu, mengapa kalian hanya diam?" Batu menjawab, "Aku sedang belajar kesabaran dari semesta melalui kegiatan menunggu."

Pertapa lain berbisik kepada air, "Air, apa pelajaran terpenting yang kau peroleh dalam hidup?" Dengan tersenyum gemercik air bersuara, "Kelenturan adalah sumber kekuatan. Bukankah karena kami begitu lentur, tak ada yang bisa mematahkannya?"

Ada juga pertapa yang bercakap-cakap dengan pohon dan bertanya, "Ke mana engkau berjalan, sahabat?" Rupanya pohon tidak bisa menjawab, tetapi ia perlahan bergerak menuju cahaya, seolah sedang berucap, "Cahaya, itulah awal sekaligus akhir setiap perjalanan."

Di tempat lain ada pertapa yang bertanya kepada api, "Ke mana engkau pergi setelah mati?" Dalam bahasa keheningan, api 'berucap,' "Ada banyak hal dalam kehidupan yang tak bisa diwakili oleh kata-kata. Dan lebih banyak lagi jumlah manusia yang tak bisa memahaminya."

(Dari: Buku Tidak Ada Makan Siang Cuma-Cuma - 75 Kumpulan Cerita Bijak, karya Yustinus Sumantri Hp., SJ. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2006)

Kamis, 16 Juni 2016

Tidak Dengar


 Dialog di antara tiga penghuni rumah jompo di luar negeri:

Jompo satu, "I am closing the window, because it is windy."

Jompo dua, "No, it is not Wednesday, it is Thursday!"

Jompo tiga, "Yes, I am thirsty too."

Aduh, kasihan orang yang agak tuli. Orang sehat pun bisa salah dengar. Orang tuli tinggal menerka apa yang dikatakan orang lain, dan memang biasanya salah terka. Hasilnya ya lucu: kedengaran seakan-akan berbicara satu sama lain tentang bahan atau hal yang sama, padahal masing-masing hidup dan tinggal dalam dunianya sendiri.

Aduh, kasihan kita orang sehat, kalau kita datang dari keyakinan agama atau politik yang berbeda: kita merasa terancam, menjadi defensif, mau menang sendiri; dan dengan demikian tak sanggup, tak rela, malah tidak mau mendengarkan pihak lain.

(Dari: Buku Hidup itu Kadang Lucu - Hikmat 100 Kisah Jenaka, karya Siegfried Zahnweh, S.J. Penerbit Dioma, 2006) 
 

Selasa, 07 Juni 2016

Life Must Go On

Robert Enke (1977-2009)
Malam baru akan menjelang. Robert Enke memarkir Mercedesnya di sebuah perlintasan kereta, meninggalkan dompet dan kunci mobil, lalu menyerahkan diri pada kereta yang melaju kencang.

Begitulah gambaran kematian Enke pada 10 November 2009. Secara tragis, mantan kiper sepak bola asal Jerman ini mengakhiri hidupnya sendiri karena depresi yang berkepanjangan.

Banyak yang tidak menyangka, Enke yang dikenal ramah dan dihormati, ternyata menyimpan masalah. Kariernya di sepak bola tidak berjalan mulus, termasuk ketika bermain di Barcelona dan Fenerbahce, yang membuatnya pulang kampung ke Hannover tahun 2004.

Di tim nasional Jerman pun, Enke gagal masuk nominasi kiper untuk Piala Dunia 2006. Walau terdaftar dalam skuad Der Panzer di Euro 2008, tetapi Enke tidak main sama sekali. Tahun 2003 Enke sempat mengikuti terapi psikologis sewaktu ia dikambinghitamkan atas kekalahan Barcelona.

Enke mulai mengalami masalah mental serius ketika Lara, anak perempuan satu-satunya yang berusia 2 tahun, meninggal dunia tahun 2006 karena gagal jantung. Ia dan istrinya, Teresa, mencoba membangun kehidupan baru dengan menetap di kawasan pedesaan yang tenang. Mereka mengadopsi bayi perempuan berusia 3 bulan yang dinamai Leila.

"Saya sudah mencoba mendampinginya. Saya katakan, sepak bola bukan segalanya. Waktu ia depresi akut, itulah periode sulit. Kami pikir, kami telah mengatasi semuanya. Kami pikir, dengan cinta kami bisa menghadapinya, tetapi ternyata tidak," tutur Teresa.

Agaknya kasih sayang istri dan kehadiran putri angkatnya tidak mampu menghilangkan dukacita Enke. Ia lebih memilih mengakhiri hidupnya ketimbang menerima realitas.

Kita perlu belajar menerima realitas, seperti kegagalan dan dukacita. Ketika kita tidak dapat lagi mengubah realitas, yang bisa kita lakukan adalah menerimanya dan melanjutkan hidup kita. Life must go on!

(Dari: Buku Manna Sorgawi - Renungan untuk Pribadi, Keluarga, dan Kelompok, edisi Januari 2015. Penerbit YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan)  

Rabu, 25 Mei 2016

Sifat Super

Hanya beberapa orang yang mencapai prestasi besar di dunia ini adalah insan-insan super intelek. Mereka punya satu sifat super yang membuat mereka terus berjaya: aku akan terus mencoba, pantang menyerah, tekun mengerjakan, terus berusaha, tetap menjalankan.

(Dari: Buku Berpikir Positif Setiap Hari, karya Norman Vincent Peale. Penerbit Interaksara, 2001)

Minggu, 15 Mei 2016

You Are Not Alone

"Sometimes strength comes in knowing that you are not alone." (Terkadang kekuatan muncul, saat engkau tahu engkau tidak sendirian)

Kalimat ini ditemukan pada sebuah foto yang bergambar tiga perempuan kecil yang saling berpelukan. Rylie, Rheann, dan Ainsley - nama ketiganya. Sekilas mereka seperti saudara kandung karena kekompakan mereka. Ternyata mereka bukan saudara kandung, hanya tiga gadis kecil yang dipertemukan oleh keadaan yang sama - ketiganya menderita kanker.

Di usia mereka yang masih belia, mereka sudah dihadapkan pada realitas kehidupan yang berat. Saat di mana anak-anak seusia mereka menikmati hari-hari dengan permainan, canda, dan tawa; mereka harus kehilangan sebagian besar waktu mereka karena digantikan dengan jadwal kemoterapi.

Meski masa kecil mereka berbeda dengan anak-anak lain seusia mereka,  senyum tetap ada di wajah mereka karena mereka ada untuk satu sama lain. Mereka berbagi suka dan duka, serta saling menguatkan.

Manusia tidak diciptakan untuk hidup terisolasi. Secara langsung atau tak langsung, seseorang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Emas dan perak tidak dapat menasihati atau menegur, manakala kita melakukan kesalahan. Rumah dan mobil mewah tak dapat menjadi teman berbagi sukacita

Tetapi sesama manusia, meski tak pandai, tak kaya, dan tidak pula berkedudukan tinggi; dapat menjadi pendengar, pemberi solusi, penasihat, dan sebagainya. Jika hari ini beban yang kita rasakan begitu berat, sudah saatnya kita berbagi beban itu dengan teman yang sepadan.

(Dari: Buku Manna Sorgawi - Renungan untuk Pribadi, Keluarga, dan Kelompok, edisi Januari 2015. Penerbit YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan)  
    

Senin, 09 Mei 2016

Pikiran

Anda dapat membuat diri Anda sehat atau sakit 
menurut apa yang Anda pikirkan. 


Jangan mengalirkan kembali buah-buah yang sakit dari pikiran Anda ke dalam tubuh Anda.

(Dari: Buku Berpikir Positif Setiap Hari, karya Norman Vincent Peale. Penerbit Interaksara, 2001)

Senin, 02 Mei 2016

Melewati Tantangan Kehidupan

Monte Santo di Brazil, sebuah kota yang menjadi saksi kelahiran seorang bayi laki-laki pada tahun 1977. Bayi ini lahir dengan kondisi congenital arthrogryposis dan dinyatakan tak bisa bertahan hidup. 

Ibu sang bayi disarankan untuk berhenti memberi makan kepada anaknya, karena harapan hidup yang tipis. Namun, kekuatan cinta ibunda mendorongnya terus berusaha membesarkan bayinya.

Dengan penuh kasih sayang, sang ibu merawat bayi yang diberi nama Claudio Vieira de Oliveira. Bayi ini lahir dengan kepala terbalik, kedua tangannya tak dapat berfungsi, bahkan kakinya pun tidak sempurna.

Orangtuanya membuat situasi rumah sesuai dengan kondisi sang anak. Tempat tidur, stop kontak, telepon, dan lainnya dibuat lebih rendah, agar Claudio dapat menjangkau benda-benda itu dengan mudah. 

Tanpa terasa, 38 tahun berlalu. Claudio tumbuh menjadi seorang dewasa yang hebat. Namanya menjadi pembicaraan di seluruh dunia, bukan sebagai pemuda cacat yang mengharapkan belas kasihan, tetapi sebagai pembicara hebat yang membuat setiap orang berdecak kagum.

Bagaimana ia bisa melewati setiap tantangan kehidupan? Dengan semangat yang gigih, Claudio belajar melakukan semuanya sendiri. Ia menjalankan mouse dengan menggunakan bibirnya, serta menggigit pena untuk menuis dan mengetik. Dengan menggunakan sepatu khusus, Claudio dapat berjalan keliling kota. 

"Saya tidak melihat dunia dengan cara terbalik. Inilah yang selalu saya sampaikan saat bicara di depan publik. Saya sudah tidak takut lagi dan saya bisa katakan, saya seorang profesional, pembicara publik internasional," ujar Claudio.

Claudio dan keluarganya telah mematahkan anggapan bahwa keberhasilan hanya dapat diraih mereka yang memiliki tubuh sempurna. Ia lahir dengan kepala terbalik, tetapi pandangan dan pemikirannya tidak terbalik. Fisiknya boleh terbatas, tetapi semangat dalam dirinya tidak terbatas. 

Apa pun kondisi kita saat ini, bangkitlah dan yakinlah kita masih bisa melakukan sesuatu yang berarti. 

(Dari: Buku Manna Sorgawi - Renungan untuk Pribadi, Keluarga, dan Kelompok, edisi Januari 2015. Penerbit YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan)