Suatu hari, seorang Indian meninggalkan daerah tempat tinggalnya, mengunjungi seorang teman yang berkulit putih di kota. Bunyi ribut mobil-mobil dan derap lalu-lalang orang-orang sangat mengganggu orang Indian itu.
Kedua orang tersebut berjalan bersama. Tiba-tiba orang Indian itu berhenti. "Sebentar. Apakah kamu mendengar suara yang kudengar?" tanyanya. Temannya tersenyum dan berkata, "Yang saya dengar hanya suara klakson mobil dan derap langkah orang. Apa yang kau dengar?" "Ada seekor jangkrik di dekat sini. Saya bisa mendengar suara nyanyiannya," jawab orang Indian itu.
Berjalan ke depan beberapa langkah, orang Indian itu menatap tembok sebuah rumah. Di situ ada tanaman merambat dan di atas salah satu daunnya seekor jangkrik sedang bernyanyi keras sekali. Ketika mereka melanjutkan perjalanan, teman orang Indian itu berkata, "Secara alami kamu bisa mendengar lebih baik daripada kami."
Orang Indian itu tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Saya tidak setuju dengan pendapatmu. Orang Indian tidak bisa mendengar dengan lebih baik daripada orang kulit putih. Saya akan buktikan."
Orang Indian itu lalu mengambil uang logam dan menjatuhkannya ke trotoar. Bunyi gemerincing uang logam membuat banyak orang di sekitar tempat itu menoleh ke arahnya. Kemudian, orang Indian itu memungut uang logam tersebut dan menyimpannya.
Saat mereka berjalan lagi, orang Indian itu berkata, "Tahukah kamu, sobat, suara uang logam tidak lebih keras daripada suara nyanyian jangkrik. Meski demikian, banyak orang mendengarnya dan menoleh. Alasannya, bukan lantaran orang Indian bisa mendengar lebih baik, tetapi kita selalu mendengar dengan lebih baik pada hal-hal yang biasanya menarik perhatian kita." (Willi Hoffsuemmer)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar