Setiap orang yang mengunjungi museum, pasti menginjakkan kaki di hamparan lantai marmer sambil melihat dengan penuh kekaguman pada patung marmer di dekat pintu.
Pemandangan yang terjadi setiap hari ini membuat lantai marmer marah kepada patung marmer.
"Ini tidak adil! Setiap hari aku diinjak-injak orang seperti keset. Padahal, kita berasal dari tempat yang sama. Tetapi, coba lihat. Kamu selalu dikagumi orang, sedangkan aku tidak diacuhkan," kata lantai marmer kepada patung marmer.
"Sobat," tanggap patung marmer, "Kita memang berasal dari batu gunung yang sama. Mungkin kamu sudah lupa dengan apa yang terjadi setelah itu? Ketika sang pemahat memotong kita dari lereng gunung, kemudian kamu menolak peralatan pahat yang hendak mengukirmu."
"Tentu saja aku tidak mau. Tindakan itu menyakitkan. Aku tidak perlu dibentuk," kata lantai marmer.
"Itulah. Karena kamu melawan ketika hendak dipahat, akhirnya sang pemahat memilih aku. Aku bersedia menanggung segala penderitaan dan rasa perih akibat pahat," ujar patung marmer.
"Wah, aku tidak terpikir sampai ke situ," kata lantai marmer lagi.
"Kamu menyerah di tengah jalan. Makanya, sekarang tak perlu menyesal. Jangan salahkan aku dan orang-orang yang menginjakmu," tandas patung marmer.
(Dari: Buku Tidak Ada Makan Siang Cuma-Cuma - 75 Kumpulan Cerita Bijak, karya Yustinus Sumantri Hp., S.J. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar