Leo Tolstoy (1828-1910), pengarang asal Rusia, pernah menulis sebuah cerita mengenai seorang raja yang berusaha menemukan jawaban atas tiga pertanyaan berikut:
Kapan waktu terbaik untuk melakukan setiap hal?
Siapa orang yang paling penting untuk diajak bekerja sama?
Apa yang paling penting untuk dilakukan?
Pertanyaan ini mungkin sama dengan pertanyaan yang diajukan oleh seseorang yang sibuk dan berjuang untuk meraih berbagai hal. Tetapi jawaban yang diberikan oleh kisah ini tidak persis seperti apa yang diinginkan orang:
Waktu yang terbaik adalah sekarang.
Orang yang paling penting adalah orang yang saat ini sedang bersama dengan Anda.
Hal yang paling penting untuk dilakukan adalah membuat orang yang berada di samping Anda berbahagia.
Yang terpenting adalah sekarang. Hidup kita adalah sekarang. Dan kualitas hidup kita sangat ditentukan oleh apa yang kita lakukan sekarang. Masa lalu adalah sejarah, masa depan belum tentu dapat kita jumpai. Karena itu satu-satunya yang nyata adalah masa kini.
(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)
Cari Blog Ini
Rabu, 31 Oktober 2012
Senin, 29 Oktober 2012
Hidup adalah Pilihan
Hidup akan terasa lebih indah bila ia berada di tangan kita sendiri, bukan di tangan orang lain. Coba renungkan baik-baik, siapa yang sekarang ini mengendalikan diri Anda?
Apakah Anda telah menjadi sutradara terhadap kehidupan Anda sendiri, atau Anda merasa dikendalikan dan diatur oleh orang-orang yang berada di sekitar Anda? Apa Anda melakukan banyak hal lebih karena kewajiban dan bukan karena keinginan maupun pilihan Anda sendiri?
Pertanyaan awalan itu penting untuk menemukan apakah seseorang memiliki ciri-ciri sebagai orang yang berkuasa penuh atas pilihan dalam hidupnya atau tidak. Ada dua ciri utama orang yang tidak memiliki pilihan hidup:
Pertama, mereka sering merasa terpaksa melakukan sesuatu. Mereka sering merasa tidak berdaya.
Kedua, mereka melakukan segala sesuatu sebagai kewajiban. Mereka bekerja karena diwajibkan atasan, mencari nafkah karena tuntutan keluarga atau kewajiban membiayai anak-anak. Orang-orang seperti ini mustahil bisa menikmati hidup yang indah, karena merasa kendali tidak ada dalam genggaman mereka.
Padahal, hidup hanya akan menjadi indah kalau kita menjadi tuan terhadap kehidupan sendiri, yaitu mampu menentukan dan mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan hidup kita.
Itulah bedanya kita dengan hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan hidup secara refleks. Mereka menuruti naluri dan insting. Mereka ditentukan oleh kondisi luar. Sebaliknya, kita punya kemampuan untuk menentukan bukan hanya ditentukan.
(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)
Apakah Anda telah menjadi sutradara terhadap kehidupan Anda sendiri, atau Anda merasa dikendalikan dan diatur oleh orang-orang yang berada di sekitar Anda? Apa Anda melakukan banyak hal lebih karena kewajiban dan bukan karena keinginan maupun pilihan Anda sendiri?
Pertanyaan awalan itu penting untuk menemukan apakah seseorang memiliki ciri-ciri sebagai orang yang berkuasa penuh atas pilihan dalam hidupnya atau tidak. Ada dua ciri utama orang yang tidak memiliki pilihan hidup:
Pertama, mereka sering merasa terpaksa melakukan sesuatu. Mereka sering merasa tidak berdaya.
Kedua, mereka melakukan segala sesuatu sebagai kewajiban. Mereka bekerja karena diwajibkan atasan, mencari nafkah karena tuntutan keluarga atau kewajiban membiayai anak-anak. Orang-orang seperti ini mustahil bisa menikmati hidup yang indah, karena merasa kendali tidak ada dalam genggaman mereka.
Padahal, hidup hanya akan menjadi indah kalau kita menjadi tuan terhadap kehidupan sendiri, yaitu mampu menentukan dan mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan hidup kita.
Itulah bedanya kita dengan hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan hidup secara refleks. Mereka menuruti naluri dan insting. Mereka ditentukan oleh kondisi luar. Sebaliknya, kita punya kemampuan untuk menentukan bukan hanya ditentukan.
(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)
Sabtu, 27 Oktober 2012
Jawaban Tidak? Tidak Pernah!
Booker Taliaferro Washington (1856-1915) - pendidik, penulis & pejuang hak asasi manusia Amerika-Afrika, tidak mau menerima jawaban, "tidak." Ia ingin belajar di universitas. Ia mendengar, ada perguruan tinggi yang mau menerima orang kulit hitam. Ia berjalan kaki berkilo-kilo meter.
Ternyata universitas itu sudah penuh. Tetapi ia tak kehilangan akal. Ia memohon dengan sangat, sehingga diterima bekerja sebagai penyapu lantai dan pembersih jendela. Akhirnya, ia berhasil menjadi mahasiswa di universitas tersebut.
Ia pernah mengadakan 700 kali percobaan untuk suatu proyek, semuanya gagal. Namun, dengan gembira ia berkata, "Sekarang, saya jadi tahu 700 cara yang tidak bisa dan tidak boleh dilakukan." Ia terus melakukan percobaan itu, sampai akhirnya berhasil. (William Barclay)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
Ternyata universitas itu sudah penuh. Tetapi ia tak kehilangan akal. Ia memohon dengan sangat, sehingga diterima bekerja sebagai penyapu lantai dan pembersih jendela. Akhirnya, ia berhasil menjadi mahasiswa di universitas tersebut.
Ia pernah mengadakan 700 kali percobaan untuk suatu proyek, semuanya gagal. Namun, dengan gembira ia berkata, "Sekarang, saya jadi tahu 700 cara yang tidak bisa dan tidak boleh dilakukan." Ia terus melakukan percobaan itu, sampai akhirnya berhasil. (William Barclay)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
Kamis, 25 Oktober 2012
Menyadari Sensasi
Kalau muncul ingatan tertentu yang membuat Anda mengalami sensasi tertentu - yang oleh pikiran dinamai sedih, marah, terluka, dan seterusnya, coba disadari saja.
Biarkan sensasi itu meledak tanpa dinamai, dinilai, ditekan, atau dibuang. Biarkan saja. Disadari saja. Kalau ingatan itu datang lagi, sadari lagi, sampai berhenti dengan sendirinya.
- J. Sudrijanta, S.J.
(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek hal. 73, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)
Biarkan sensasi itu meledak tanpa dinamai, dinilai, ditekan, atau dibuang. Biarkan saja. Disadari saja. Kalau ingatan itu datang lagi, sadari lagi, sampai berhenti dengan sendirinya.
- J. Sudrijanta, S.J.
(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek hal. 73, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)
Senin, 22 Oktober 2012
Keheningan Mistik
Ketika kita berhadapan dengan pengalaman padang gurun - kekecewaan, frustasi, penderitaan, sakit, kematian - reaksi spontan kita ialah diam, membisu. Kita seakan tidak bisa berkata-kata. Kita tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi spontan itu disebut sebagai "keheningan kematian."
Bagaimana kita menghadapi "keheningan kematian" ini? Apakah kita melarikan diri? Tidak! Hanya dengan menerima, kita bisa menemukan nilai, potensi, dan hal baik di dalam pengalaman padang gurun kita.
Keheningan kematian menjadi momen memroses krisis atau memakai kata-kata Henri JM Nouwen yang merupakan judul salah satu buku karyanya, "Kau Ubah Ratapku Menjadi Tarian."
Dengan menatap lekat-lekat pengalaman padang gurun, dari situ akan mengalir sukacita karena perjumpaan dengan Tuhan sendiri di tengah padang gurun hidup kita. Dalam diam kita mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada kita di tengah penderitaan yang kita alami. Dengan cara ini, keheningan kematian berganti menjadi keheningan mistik.
(Dari: Buku Dalam Keheningan - Menelusuri Gurun Kehidupan, karya Siriakus Maria Ndolu, O.Carm. Penerbit Dioma, 2008)
Bagaimana kita menghadapi "keheningan kematian" ini? Apakah kita melarikan diri? Tidak! Hanya dengan menerima, kita bisa menemukan nilai, potensi, dan hal baik di dalam pengalaman padang gurun kita.
Keheningan kematian menjadi momen memroses krisis atau memakai kata-kata Henri JM Nouwen yang merupakan judul salah satu buku karyanya, "Kau Ubah Ratapku Menjadi Tarian."
Dengan menatap lekat-lekat pengalaman padang gurun, dari situ akan mengalir sukacita karena perjumpaan dengan Tuhan sendiri di tengah padang gurun hidup kita. Dalam diam kita mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada kita di tengah penderitaan yang kita alami. Dengan cara ini, keheningan kematian berganti menjadi keheningan mistik.
(Dari: Buku Dalam Keheningan - Menelusuri Gurun Kehidupan, karya Siriakus Maria Ndolu, O.Carm. Penerbit Dioma, 2008)
Sabtu, 20 Oktober 2012
Menepati Janji
Lou Gehrig |
Ia mengatakan kepada anak-anak di bangsal rumah sakit, "Kamu sekalian dapat melakukan segala sesuatu, jika kamu mau melakukannya meskipun kurang sempurna."
Kemudian, seorang anak lelaki pencinta Yankees meminta pemain kenamaan itu untuk memberikannya hadiah berupa, "Dua pukulan home-run dalam pertandingan hari ini."
"Dua home-run dalam pertandingan tingkat dunia tentu suatu permintaan yang terlalu berat," kata Gehrig. Tetapi, sekarang ia harus membuktikan apa yang telah dikatakannya kepada mereka.
Maka, ia berkata balik kepada bocah itu, "Saya akan mengadakan suatu perjanjian denganmu. Saya akan memukul dua home-run hari ini, kalau engkau berjanji pada saya bahwa engkau akan berjalan lagi." Suatu kesepakatan yang penting. Mereka lalu berjabat tangan.
Gehrig memukul dua home-run sore itu. Tetapi, ia tak pernah kembali ke rumah sakit anak-anak cacat tersebut. Beberapa tahun kemudian, ketika ia berjalan masuk stadium Yankees, seorang pria jangkung berlari menjumpainya dan bertanya, "Masih ingat pada saya?"
Gehrig tak mengenalinya lagi. Anak muda itu berkata, "Lihatlah! Saya dapat berjalan! Saya menepati janji saya." (Turbells Teacher's Guide)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
Rabu, 17 Oktober 2012
Mengubah Cara Pandang
Norman Vincent Peale |
"Ya," jawab pria itu, "Saya lebih suka berbaring dan mati." Jawaban pria tersebut memunculkan gagasan untuk melakukan percobaan. "Saya sarankan Anda lakukan hal ini," kata Peale.
"Besok pagi Anda bangun tidur, bayangkan dan berbuatlah seolah-olah hari itu adalah hari terakhir dalam hidupmu. Di saat Anda berbaring ketika bangun pagi, katakan kepada dirimu sendiri bahwa inilah terakhir kalinya Anda berbaring di tempat tidur yang nyaman itu. Lalu, nikmatilah sarapan pagi terakhir Anda. Jangan membaca suratkabar seperti biasanya. Tetapi, bicaralah kepada istrimu, karena Anda tak akan punya kesempatan berbicara lagi dengannya. Dalam perjalanan ke tempat kerja, berjalanlah perlahan dan pandanglah baik-baik rumah dan kota Anda. Di atas kendaraan, sadarilah bahwa ini terakhir kali Anda naik kendaraan tersebut. Lihatlah hal-hal yang tidak Anda sukai pula, untuk terakhir kalinya," Peale menjelaskan.
Pria itu berjanji akan melakukan percobaan tersebut dan memberitahu hasilnya kepada Peale. Keesokan pagi, ia mulai membayangkan hari itu sebagai hari terakhir dalam hidupnya. Perjalanan pergi dan pulang dari tempat kerja menjadi perjalanan yang mengagumkan baginya.
Di bawah cahaya bintang-bintang di langit, ia pulang ke rumah. Ia tidak menggunakan kunci seperti biasanya, tetapi menekan tombol bel. Ketika pintu terbuka, tampaklah kekasihnya yang dinikahi 35 tahun silam. Pria itu mengatakan kepada Peale, "Saya langsung memeluk dia dan memberinya ciuman paling mesra sepanjang kehidupan kami bersama. Saat itulah saya bertekad untuk meneruskan hidup ini - keesokan harinya dan hari-hari berikutnya, selama Tuhan masih menganugerahi kehidupan kepada saya."
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
Senin, 15 Oktober 2012
Memulai Perjalanan
Aku belum bisa memahami mengapa orang takut memulai suatu perjalanan menuju kesempurnaan.
Tuhan, siapa saja yang sungguh-sungguh mencintai-Mu, akan berjalan dengan aman di jalan lebar dan mulus, jauh dari tebing curam. Bila Engkau mengulurkan tangan-Mu kepada kami, kami tidak akan tersandung sedikit pun.
Jika kami mencintai-Mu, walau sesekali atau berulang kali jatuh, tetapi tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang cukup kuat untuk mencampakkan kami ke neraka.
Kami akan berjalan melalui lembah kerendahan hati.
Semoga Tuhan mengingatkan kami, betapa tidak amannya keadaan kami di tengah marabahaya yang mengancam, jika hanya mengikuti orang banyak. Dan betapa kami benar-benar aman dalam usaha untuk terus berjalan maju di jalan Tuhan.
Hendaknya mata kita terarah ke tujuan. Kita tidak perlu merasa takut bahwa Matahari Keadilan akan terbenam. Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan dalam kegelapan sehingga tersesat, selama kita tidak memilih meninggalkan perjalanan yang telah kita mulai. (Teresa Avila)
(Dari: Buku Jangan Biarkan Apa pun Mengganggumu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Teresa dari Avila, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)
Tuhan, siapa saja yang sungguh-sungguh mencintai-Mu, akan berjalan dengan aman di jalan lebar dan mulus, jauh dari tebing curam. Bila Engkau mengulurkan tangan-Mu kepada kami, kami tidak akan tersandung sedikit pun.
Jika kami mencintai-Mu, walau sesekali atau berulang kali jatuh, tetapi tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang cukup kuat untuk mencampakkan kami ke neraka.
Kami akan berjalan melalui lembah kerendahan hati.
Semoga Tuhan mengingatkan kami, betapa tidak amannya keadaan kami di tengah marabahaya yang mengancam, jika hanya mengikuti orang banyak. Dan betapa kami benar-benar aman dalam usaha untuk terus berjalan maju di jalan Tuhan.
Hendaknya mata kita terarah ke tujuan. Kita tidak perlu merasa takut bahwa Matahari Keadilan akan terbenam. Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan dalam kegelapan sehingga tersesat, selama kita tidak memilih meninggalkan perjalanan yang telah kita mulai. (Teresa Avila)
(Dari: Buku Jangan Biarkan Apa pun Mengganggumu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Teresa dari Avila, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)
Sabtu, 13 Oktober 2012
Menilai
Sebuah dongeng dari Jerman berkisah tentang lomba menyanyi antara seekor burung bulbul (nightingale) dan seekor burung perkutut (turtledove). Yang menjadi wasit adalah seekor keledai.
Burung bulbul mendapat giliran pertama untuk menyanyi. Lagu berirama indah mengumandang di hutan. Tetapi, keledai hanya menggerak-gerakkan daun telinganya, memandang dengan bingung.
Kemudian burung perkutut mulai menyanyikan lagunya yang hanya terdiri dari dua nada. Wajah keledai tiba-tiba tampak serius dan menampakkan kekaguman. Lagu inilah yang dipahaminya: kuk-gruuk, kuk-gruuk... tak jauh beda dengan suaranya sendiri: hii-hoo, hii-hoo. Keledai menilai nyanyian burung perkutut adalah yang terbaik.
Demikianlah yang terjadi terhadap semua penilaian. Kita cenderung menilai sesuai dengan cara pandang kita sendiri yang terbatas, prasangka kita, dan ketidaktahuan kita. (Nuggets)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
Burung bulbul mendapat giliran pertama untuk menyanyi. Lagu berirama indah mengumandang di hutan. Tetapi, keledai hanya menggerak-gerakkan daun telinganya, memandang dengan bingung.
Kemudian burung perkutut mulai menyanyikan lagunya yang hanya terdiri dari dua nada. Wajah keledai tiba-tiba tampak serius dan menampakkan kekaguman. Lagu inilah yang dipahaminya: kuk-gruuk, kuk-gruuk... tak jauh beda dengan suaranya sendiri: hii-hoo, hii-hoo. Keledai menilai nyanyian burung perkutut adalah yang terbaik.
Demikianlah yang terjadi terhadap semua penilaian. Kita cenderung menilai sesuai dengan cara pandang kita sendiri yang terbatas, prasangka kita, dan ketidaktahuan kita. (Nuggets)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
Rabu, 10 Oktober 2012
Berjalan Sendiri
Sering kuberpikir,
sendirian itu tidak menyenangkan;
seperti berkelana di jalan yang tak tentu arah,
tak kulihat arah yang kutuju;
berkelok-kelok, hingga naluriku pudar.
Tetapi, kini kusadari,
garis jalan itu sungguh menakjubkan;
gelisahku memudar karena kesadaran akan hadirnya Sang Pencipta.
Dia sangat dekat dan setia.
Kini kusadari,
berjalan seorang diri bukan berarti berjalan dalam kesunyian;
tetapi aku berjalan dengan iman dan Roh Kudus penolongku.
Saat Dia membawaku ke jalan yang tak tentu arah,
aku dituntun-Nya sampai ke tujuan.
Dave Evans
(Dari: Buku Embun Bagi Jiwa Terluka, karya Kathy C. Miller & D. Larry Miller. Penerbit Yayasan Gloria, Yogyakarta 2001)
sendirian itu tidak menyenangkan;
seperti berkelana di jalan yang tak tentu arah,
tak kulihat arah yang kutuju;
berkelok-kelok, hingga naluriku pudar.
Tetapi, kini kusadari,
garis jalan itu sungguh menakjubkan;
gelisahku memudar karena kesadaran akan hadirnya Sang Pencipta.
Dia sangat dekat dan setia.
Kini kusadari,
berjalan seorang diri bukan berarti berjalan dalam kesunyian;
tetapi aku berjalan dengan iman dan Roh Kudus penolongku.
Saat Dia membawaku ke jalan yang tak tentu arah,
aku dituntun-Nya sampai ke tujuan.
Dave Evans
(Dari: Buku Embun Bagi Jiwa Terluka, karya Kathy C. Miller & D. Larry Miller. Penerbit Yayasan Gloria, Yogyakarta 2001)
Senin, 08 Oktober 2012
Takut akan Kesunyian
Seorang yang takut akan kesunyian merasa terbantu oleh kegaduhan musik yang memekakkan telinga dan bentuk-bentuk kebisingan lainnya. Kegaduhan - lebih keras lebih baik - memberi rasa aman.
Berada di tengah kerumunan orang banyak melindungi kita dari pikiran-pikiran menakutkan. Kerumunan orang meyakinkan bahwa kita semua satu. Suara keras seolah menyelamatkan kita.
Kebanyakan orang takut akan kesunyian dan keheningan. Pernahkah Anda memerhatikan jeda yang terasa aneh, ketika suatu pembicaraan terhenti? Sepertinya ada sesuatu yang harus dikatakan, dinyanyikan, didengungkan, dibisikkan, atau digumamkan untuk mengakhiri jeda tersebut.
Sekarang, kita tampaknya punya kebutuhan akan kebisingan. Bahkan, ketika kebisingan menjadi sesuatu yang tak tertahankan, kita lebih mentolerirnya daripada keheningan yang besar.
Ketika orang-orang menjadi dewasa, mereka menikmati penggalan-penggalan keheningan. Mereka tidak takut untuk menyendiri. Keheningan menciptakan dan menyembuhkan. Kebisingan merusak dan melukai. Itu sebabnya, di rumah sakit ada pengumuman, "Harap Tenang!" (Saduran Carl Jung dalam Briefe)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
Berada di tengah kerumunan orang banyak melindungi kita dari pikiran-pikiran menakutkan. Kerumunan orang meyakinkan bahwa kita semua satu. Suara keras seolah menyelamatkan kita.
Kebanyakan orang takut akan kesunyian dan keheningan. Pernahkah Anda memerhatikan jeda yang terasa aneh, ketika suatu pembicaraan terhenti? Sepertinya ada sesuatu yang harus dikatakan, dinyanyikan, didengungkan, dibisikkan, atau digumamkan untuk mengakhiri jeda tersebut.
Sekarang, kita tampaknya punya kebutuhan akan kebisingan. Bahkan, ketika kebisingan menjadi sesuatu yang tak tertahankan, kita lebih mentolerirnya daripada keheningan yang besar.
Ketika orang-orang menjadi dewasa, mereka menikmati penggalan-penggalan keheningan. Mereka tidak takut untuk menyendiri. Keheningan menciptakan dan menyembuhkan. Kebisingan merusak dan melukai. Itu sebabnya, di rumah sakit ada pengumuman, "Harap Tenang!" (Saduran Carl Jung dalam Briefe)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
Sabtu, 06 Oktober 2012
Inti Semua Kebijaksanaan
Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan di dunia ini.
Mereka mengerjakannya selama empat puluh tahun dan menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja telah berusia enam puluh tahun dan berkata kepada mereka, "Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaskan dasar-dasar semua kebijaksanaan itu."
Setelah sepuluh tahun bekerja, para mahaguru berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan di dunia dalam seratus jilid. "Itu masih terlalu banyak," kata raja. "Saya telah berumur tujuh puluh tahun. Peras lagi semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling mendasar," ujarnya.
Orang-orang bijak itu mencoba lagi memeras semua kebijaksanaan di dunia hanya dalam satu buku. Tetapi, waktu itu raja telah terbaring di tempat tidur menjelang kematiannya. Pemimpin para mahaguru lalu memeras lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada di dalam satu buku itu hanya menjadi satu pernyataan: "Manusia hidup, menderita, dan mati. Satu-satunya yang tetap bertahan adalah Cinta." (Willi Hoffsuemer)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
Mereka mengerjakannya selama empat puluh tahun dan menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja telah berusia enam puluh tahun dan berkata kepada mereka, "Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaskan dasar-dasar semua kebijaksanaan itu."
Setelah sepuluh tahun bekerja, para mahaguru berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan di dunia dalam seratus jilid. "Itu masih terlalu banyak," kata raja. "Saya telah berumur tujuh puluh tahun. Peras lagi semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling mendasar," ujarnya.
Orang-orang bijak itu mencoba lagi memeras semua kebijaksanaan di dunia hanya dalam satu buku. Tetapi, waktu itu raja telah terbaring di tempat tidur menjelang kematiannya. Pemimpin para mahaguru lalu memeras lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada di dalam satu buku itu hanya menjadi satu pernyataan: "Manusia hidup, menderita, dan mati. Satu-satunya yang tetap bertahan adalah Cinta." (Willi Hoffsuemer)
(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)
Kamis, 04 Oktober 2012
Menyucikan Pandangan Jiwa
Fransiskus Assisi telah mencapai kemurnian jiwa dan raga yang menakjubkan, namun ia tak pernah berhenti menyucikan pandangan jiwanya dengan banjir air mata. Padahal, perbuatan itu merusak jasmaninya. Akibat tangisan terus-menerus, timbul penyakit mata yang serius.
Dokter mencoba membujuknya untuk mengendalikan air matanya, agar mencegah kebutaan. Tetapi Fransiskus menjawab, "Saudara Dokter, kita tak boleh menolak takaran terkecil sekali pun dari cahaya abadi demi melindungi cahaya yang bisa kita bagi bersama lalat-lalat. Karunia penglihatan tidak diberikan kepada jiwa untuk kebaikan tubuh, tetapi pada tubuh untuk kebaikan jiwa."
Fransiskus lebih baik kehilangan cahaya matanya daripada mengeringkan air matanya yang menyucikan batin, sehingga membuatnya dapat melihat Allah. (St. Bonaventura, Major Life, 5:8)
(Dari: Buku Sepanjang Tahun Bersama Fransiskus Assisi - Meditasi Harian dari Perkataan dan Hidupnya, karya Murray Bodo. Penerbit Bina Media Perintis, 2006)
Dokter mencoba membujuknya untuk mengendalikan air matanya, agar mencegah kebutaan. Tetapi Fransiskus menjawab, "Saudara Dokter, kita tak boleh menolak takaran terkecil sekali pun dari cahaya abadi demi melindungi cahaya yang bisa kita bagi bersama lalat-lalat. Karunia penglihatan tidak diberikan kepada jiwa untuk kebaikan tubuh, tetapi pada tubuh untuk kebaikan jiwa."
Fransiskus lebih baik kehilangan cahaya matanya daripada mengeringkan air matanya yang menyucikan batin, sehingga membuatnya dapat melihat Allah. (St. Bonaventura, Major Life, 5:8)
(Dari: Buku Sepanjang Tahun Bersama Fransiskus Assisi - Meditasi Harian dari Perkataan dan Hidupnya, karya Murray Bodo. Penerbit Bina Media Perintis, 2006)
Rabu, 03 Oktober 2012
Kerendahan Hati
Kadang kita mengakui bahwa kita bukan apa-apa, kita lemah, hanya debu tanah. Namun, kita menjadi marah jika orang lain yang mengatakan hal itu.
Kita mudah menarik diri dan bersembunyi dengan harapan dunia akan 'menemukan' kita. Kita mengambil tempat terendah, namun menyimpan harapan terselubung bahwa kita akan diminta untuk mengambil tempat lebih tinggi.
Kerendahan hati yang sejati bukan hanya berarti terlihat atau terdengar rendah hati. Orang yang rendah hati lebih suka menyembunyikan kebajikannya dan menutupi jati dirinya, hidup tidak dikenal, dalam suatu kehidupan yang tertutup.
Berhati-hatilah terhadap ungkapanmu tentang kerendahan hati. Pastikan perasaanmu yang terdalam selaras dengan apa yang engkau katakan di luar.
Jangan pernah merendah dengan matamu, tanpa merendahkan hatimu. Dan janganlah berpura-pura engkau ingin menjadi yang paling tak berarti, kecuali jika engkau memang menginginkan hal itu dalam hatimu.
Orang yang sungguh-sungguh rendah hati lebih suka orang lain yang mengatakan bahwa ia hina dan tak berarti apa-apa, daripada ia sendiri mengatakan hal tersebut.
(Dari: Buku Bebaskan Hatimu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)
Kita mudah menarik diri dan bersembunyi dengan harapan dunia akan 'menemukan' kita. Kita mengambil tempat terendah, namun menyimpan harapan terselubung bahwa kita akan diminta untuk mengambil tempat lebih tinggi.
Kerendahan hati yang sejati bukan hanya berarti terlihat atau terdengar rendah hati. Orang yang rendah hati lebih suka menyembunyikan kebajikannya dan menutupi jati dirinya, hidup tidak dikenal, dalam suatu kehidupan yang tertutup.
Berhati-hatilah terhadap ungkapanmu tentang kerendahan hati. Pastikan perasaanmu yang terdalam selaras dengan apa yang engkau katakan di luar.
Jangan pernah merendah dengan matamu, tanpa merendahkan hatimu. Dan janganlah berpura-pura engkau ingin menjadi yang paling tak berarti, kecuali jika engkau memang menginginkan hal itu dalam hatimu.
Orang yang sungguh-sungguh rendah hati lebih suka orang lain yang mengatakan bahwa ia hina dan tak berarti apa-apa, daripada ia sendiri mengatakan hal tersebut.
(Dari: Buku Bebaskan Hatimu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)
Senin, 01 Oktober 2012
Mengandalkan Dia
Theresia berperan sebagai Jeanne d'Arc |
Namun, dalam usia yang masih muda ini, aku telah menerima apa yang selalu kuharapkan: rahmat yang paling luhur bagi hidupku. Engkau Bapa, membuat aku memahami bahwa hanya kemuliaan sejatilah yang akan abadi, dan untuk memperolehnya aku tidak harus melakukan hal-hal yang luar biasa. Sebaliknya, aku harus menyembunyikan perbuatan baikku dari mata orang lain, bahkan dari diriku sendiri, sehingga "tangan kiri tidak tahu apa yang dilakukan tangan kanan."
Sejak saat itu sampai sekarang, aku sangat yakin, aku bisa menjadi orang kudus. Aku tidak mengandalkan segala kemampuanku, karena aku tidak mempunyai apa-apa. Aku hanya mengandalkan Dia, yang adalah kebijaksanaan dan kekudusan itu sendiri.
Hanya Dia-lah yang berbahagia atas segala daya upayaku yang kurang sempurna, yang akan mengangkat aku kepada-Nya dan mendandani aku dengan segala berkat-Nya, menjadikan aku kudus. (St. Theresia Lisieux)
(Dari: Buku Berpasrah Penuh - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Theresia dari Lisieux, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)
Langganan:
Postingan (Atom)