Tidak semua banteng muda berhasil masuk ke arena adu banteng. Banteng-banteng dipilih dengan teliti untuk memainkan bagian mereka dalam pertunjukan tersebut.
Salah satu tes terakhir untuk seekor banteng muda diselenggarakan di dalam arena adu banteng, tetapi jauh dari sorak-sorai para penonton. Banteng muda yang diuji ini hanya dibangkitkan amarahnya oleh suatu mesin yang mengibas-ngibaskan mantel.
Namun, sebenarnya yang menjadi target adalah seorang picador -petarung yang menangkap banteng dengan seutas tali. Picador ikut masuk arena dengan menunggang seekor kuda yang berjalan perlahan. Setiap kali banteng muda menyerang picador, banteng itu akan ditusuk dengan sebatang tombak.
Keberanian banteng dinilai dengan cermat berdasarkan berapa kali banteng itu mau melanjutkan serangan terhadap picador, meskipun ia sudah disengat rasa sakit akibat tusukan tombak picador. Banteng-banteng yang pengecut, dikirim ke rumah pemotongan hewan.
Secara harfiah, manusia mungkin tidak menjalani "tes picador," namun prinsip yang sama juga berlaku bagi kita. Mereka yang menyerah ketika merasakan sengatan kata-kata kasar, penolakan, hinaan, atau hardikan adalah orang-orang yang tidak akan pernah menyadari potensi penuh mereka untuk meraih keberhasilan.
Orang-orang yang tahan menanggung sengatan kata-kata dan tindakan orang lain, serta terus maju mencapai sasaran merekalah yang akan mencatat prestasi.
Seseorang tidak tamat ketika ia dikalahkan.
Ia akan tamat ketika ia berhenti.
(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar