Cobalah Anda renungkan, bukankah pertengkaran, perselisihan, dan peperangan yang terjadi di dunia ini semuanya bersumber dari keinginan kita untuk meminta sesuatu dari orang lain. Kita suka meminta, tetapi sayangnya kita tak suka memberi.
Di rumah, kita minta perhatian pasangan kita, minta anak-anak memahami kita, minta pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita minta bantuan bawahan, minta pengertian rekan sejawat, dan minta gaji tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin minta kesabaran masyarakat, minta masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.
Bahasa kita sehari-hari adalah "bahasa" meminta. Mengapa kita suka meminta, tetapi sulit memberi? Padahal, hukum alam menyatakan yang sebaliknya. Justru dengan banyak memberi, kita akan banyak pula menerima.
Ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk memberi. Anda bisa memberi perhatian, pengertian, waktu, energi, pemikiran, pujian, dan ucapan terima kasih. Anda bisa memberi jalan bagi pengendara mobil lain di jalan raya, atau sekadar memberi senyuman. Hal-hal sederhana ini bisa berarti banyak bagi orang lain.
Orang yang enggan memberi tak pernah belajar dari kehidupan. Esensi kehidupan adalah memberi. Tuhan sebagai sumber kehidupan adalah Sang Maha Pemberi. Lihatlah, betapa Tuhan memberikan segalanya tanpa pilih kasih.
Sumber kekayaan sejati sebenarnya
terletak dalam diri kita sendiri. Sayangnya banyak orang yang tak sadar.
Mereka sibuk mengumpulkan permata dan berlian, lupa bahwa permata yang
"asli" sebenarnya ada di dalam diri mereka. Yang menjadikan kita kaya bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa
banyak yang kita berikan kepada orang lain.
Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh arti. (Kahlil Gibran)
(Dari: Buku Life is Beautiful - Sebuah Jendela untuk Melihat Dunia, karya Arvan Pradiansyah. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar