Suatu ketika, Nasruddin, seorang bijak yang hidup pada masa kekuasaan sultan, mengucapkan sesuatu yang salah. Pada zaman itu, kita bisa dijebloskan ke penjara gara-gara salah omong. Namun, ia berhasil lolos selama bertahun-tahun. Kini ia mengucapkan sesuatu yang dianggap bidah. Musuh-musuh Nasruddin memanfaatkan situasi itu dan menyeretnya ke pengadilan.
Ia dinyatakan bersalah. Sultan berkata, "Dengar, aku sebenarnya sangat suka padamu. Kamu lucu dan mengasyikkan, kamu menghiburku, sangat bijak, tetapi hukum tetap hukum. Tak ada pilihan lain, aku harus memberimu hukuman mati!"
Nasruddin menjawab, "Sayang sekali.... padahal hamba baru saja hendak mengajari kuda Paduka agar bisa menyanyi."
Ini benar-benar aneh, sultan penasaran. "Kamu bisa mengajari kudaku menyanyi?"
"Ya, tapi hamba butuh sedikit waktu. Tidak bisa dalam semalam saja," jelas Nasruddin.
Sultan sepakat. "Baiklah, aku akan menunda eksekusimu selama 12 bulan. Ajari kudaku menyanyi. Jika berhasil, kamu kubebaskan. Tapi jika gagal, kamu langsung kuhukum mati!"
"Terima kasih banyak, Paduka," jawab Nasruddin.
Ketika Nasruddin meninggalkan gedung pengadilan, salah seorang sahabat Nasruddin berkata, "Sungguh mengagumkan! Aku tak pernah tahu ada orang yang bisa mengajari kuda menyanyi." Nasruddin menjawab, "Kamu benar, tentu tidak ada yang bisa!" Temannya tercengang, "Kalau begitu, kenapa kamu bilang seperti itu ke sultan?"
"Yang penting aku dapat ekstra waktu untuk hidup. Dia bisa saja kalah perang atau mati dalam 6 bulan ke depan. Aku bisa saja mati dalam 9 bulan. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi dalam 12 bulan ke depan?"
Itulah kisah kecil yang menggelitik tentang menyikapi ketidakpastian masa depan.
(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awarness Publication, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar