Malam tiba. Kata Paus Fransiskus, malam adalah saat yang indah, di mana kita semua boleh pulang ke rumah. Di rumah, kita duduk bersama di sekitar meja, di sana kita saling memberikan diri, membagikan pengalaman yang kita lalui sepanjang hari. Kita merasa saling didukung oleh anggota keluarga.
Pada saat inilah, kita dihangatkan kembali: hati yang mungkin sempat dingin karena pengalaman yang kurang mengenakkan, atau karena kesedihan yang menimpa kita.
Tetapi, malam juga merupakan saat yang sangat sulit bagi kita yang menderita kesepian. Pada malam itulah terputar kembali segala kepedihan dan impian-impian kita yang gagal.
* Manakah jalan buntu yang aku jumpai? Adakah aku menyerah menghadapinya, atau malah itu menjadi kesempatan bagiku untuk lebih bangkit dan bersemangat?
* Apakah aku dapat menerima beban hidup yang diberikan padaku, atau aku memprotes dan menggerutu karenanya?
* Apakah aku dapat menanggung beban hidupku, semata-mata karena aku merasa kuat dan mampu menanggungnya, atau karena tak ada jalan lain sehingga tak dapat melarikan diri dari beban ini?
* Atau, apakah aku dapat menanggung semuanya itu karena aku merasa ada "Seseorang" yang selalu menemani aku dalam segala kesulitanku, dan Dia berkata kepadaku, "Aku menguatkanmu."
Berhentilah pada pokok-pokok itu. Rasakanlah apa yang terasa dalam pikiran dan hati kita. Lalu, mohonlah kepada Tuhan agar kita dapat tidur dengan tenang dan percaya bahwa besok pagi kita memperoleh kekuatan untuk menghadapi hari yang harus kita lalui.
(Dikutip dari buku Memetik Keheningan - Persembahan Harian 2016. Penerbit Sekretariat Nasional Kerasulan Doa Indonesia)
Cari Blog Ini
Rabu, 26 Oktober 2016
Senin, 17 Oktober 2016
Keheningan dan Damai
The fruit of SILENCE is Prayer
The fruit of PRAYER is Faith
The fruit of FAITH is Love
The fruit of LOVE is Service
The fruit of SERVICE is Peace
Buah dari KEHENINGAN adalah Doa
Buah dari DOA adalah Iman
Buah dari IMAN adalah Cinta
Buah dari CINTA adalah Pelayanan
Buah dari PELAYANAN adalah Damai
- St. Teresa of Calcutta (1910-1997)
Minggu, 09 Oktober 2016
Ular dan Gergaji
Seekor ular masuk ke gudang tempat kerja seorang tukang kayu di malam hari. Tukang kayu itu terbiasa membiarkan sebagian peralatan kerjanya berserakan di lantai.
Ketika ular merayap masuk, ia tak menyadari dirinya berada di atas gergaji. Mata gergaji yang tajam menyebabkan perut ular terluka. Ular menganggap gergaji itu telah menyerangnya. Ia membalas dengan mematuk gergaji itu berkali-kali.
Serangan ular yang bertubi-tubi menimbulkan luka parah di mulutnya. Ia semakin marah dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengalahkan "musuh"-nya. Ular berusaha melilitkan tubuhnya ke gergaji. Belitan itu malah membuat tubuh ular semakin terluka parah.
Keesokan pagi, tukang kayu menemukan bangkai ular di dekat gergajinya.
Ketika ular merayap masuk, ia tak menyadari dirinya berada di atas gergaji. Mata gergaji yang tajam menyebabkan perut ular terluka. Ular menganggap gergaji itu telah menyerangnya. Ia membalas dengan mematuk gergaji itu berkali-kali.
Serangan ular yang bertubi-tubi menimbulkan luka parah di mulutnya. Ia semakin marah dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengalahkan "musuh"-nya. Ular berusaha melilitkan tubuhnya ke gergaji. Belitan itu malah membuat tubuh ular semakin terluka parah.
Keesokan pagi, tukang kayu menemukan bangkai ular di dekat gergajinya.
***
Di saat emosi memuncak, kita cenderung melukai orang lain. Setelah peristiwa berlalu, kita baru menyadari sebenarnya yang terluka adalah diri kita sendiri.
Amarah dan dendam bagaikan ular yang membelit gergaji. Segala pikiran negatif yang muncul akan menusuk dan melukai batin kita sendiri. Belajarlah melepaskan hal-hal negatif, sehingga batin kita bersih.
(Dari seorang teman melalui media sosial)
Langganan:
Postingan (Atom)