Kepercayaan merupakan salah satu penyembuh paling manjur. Dengan percaya, masalah kita akan tersembuhkan, karena timbulnya masalah merupakan pertanda tidak adanya rasa percaya.
Dengan memasukkan rasa percaya ke dalam masalah kita, kita dapat menghayati dan memahaminya dengan harapan yang positif. Saat kita memikirkan masalah itu, lalu kita memilih untuk memahami, menghayati, dan mengarahkannya menuju penyelesaian, maka kita tidak terobsesi lagi oleh masalah tersebut.
Daripada memperbesar masalah, lebih baik kita membuka diri agar ada jawaban atas masalah itu. Kepercayaan adalah jawaban bagi kita.
Latihan
Hari ini, carilah waktu untuk menaruh rasa percaya terhadap masalah apa pun yang tampaknya menghambat Anda, terutama dalam hubungan Anda. Ingatlah, upaya memajukan hubungan Anda juga akan menggerakkan setiap aspek kehidupan Anda ke depan.
(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Cari Blog Ini
Kamis, 27 November 2014
Minggu, 23 November 2014
Memilih Cara Lain
Kemakmuran telah memberi peluang kepada kita untuk lebih banyak berpikir dan duduk daripada sehat secara fisik. Di era-era sebelumnya, kehidupan yang sangat keras memerlukan gaya hidup aktif secara fisik. Selama perang revolusi, sekitar 90% penduduk Amerika adalah petani. Tetapi sekarang, hanya 2% orang Amerika yang bekerja mengolah lahan. Selebihnya bekerja di belakang meja daripada menyingsingkan lengan baju untuk mengumpulkan rumput kering.
Ketika saya studi di Swiss, jalan-jalan dipenuhi para pengendara sepeda dan pejalan kaki. Sebagai warna negara di salah satu negara makmur di dunia, tentu orang Swiss mampu membeli mobil. Namun, mereka memilih cara lain.
Sedangkan di Amerika Serikat, kami pergi ke mana-mana dengan mengendarai mobil. Kendaraan telah menjadi kursi malas beroda. Kami bahkan tidak menggunakan kekuatan lengan untuk menurunkan kaca jendela.
Setiba di tempat tujuan, kami tidak turun dari mobil. Kami melakukan urusan bank dengan tetap berada di mobil (drive up), memesan makanan cepat saji dari mobil (drive through). Bahkan saya pernah dengar ada layanan klinik bayi dari mobil (drive up baby clinic) di mana Anda tinggal mengangkat bayi Anda dan menyerahkannya melalui jendela mobil kepada dokter yang telah menunggu.
Naiklah tangga, jangan gunakan tangga berjalan. Parkirlah mobil Anda satu atau dua blok dari tempat tujuan Anda. Turunlah dari angkutan umum di suatu tempat sebelum tempat perhentian tujuan.
Segala bentuk penggunaan fisik jauh lebih baik, bahkan sekalipun untuk berjalan sepuluh langkah, daripada fisik tidak digunakan sama sekali.
Kita tidak berjalan dengan kaki kita, melainkan dengan kemauan kita (Pepatah Jerman)
(Dari: Buku A Minute of Margin- Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)
Ketika saya studi di Swiss, jalan-jalan dipenuhi para pengendara sepeda dan pejalan kaki. Sebagai warna negara di salah satu negara makmur di dunia, tentu orang Swiss mampu membeli mobil. Namun, mereka memilih cara lain.
Sedangkan di Amerika Serikat, kami pergi ke mana-mana dengan mengendarai mobil. Kendaraan telah menjadi kursi malas beroda. Kami bahkan tidak menggunakan kekuatan lengan untuk menurunkan kaca jendela.
Setiba di tempat tujuan, kami tidak turun dari mobil. Kami melakukan urusan bank dengan tetap berada di mobil (drive up), memesan makanan cepat saji dari mobil (drive through). Bahkan saya pernah dengar ada layanan klinik bayi dari mobil (drive up baby clinic) di mana Anda tinggal mengangkat bayi Anda dan menyerahkannya melalui jendela mobil kepada dokter yang telah menunggu.
Naiklah tangga, jangan gunakan tangga berjalan. Parkirlah mobil Anda satu atau dua blok dari tempat tujuan Anda. Turunlah dari angkutan umum di suatu tempat sebelum tempat perhentian tujuan.
Segala bentuk penggunaan fisik jauh lebih baik, bahkan sekalipun untuk berjalan sepuluh langkah, daripada fisik tidak digunakan sama sekali.
Kita tidak berjalan dengan kaki kita, melainkan dengan kemauan kita (Pepatah Jerman)
(Dari: Buku A Minute of Margin- Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)
Kamis, 20 November 2014
Tak Ada Pekerjaan yang Terlalu Hina
Suatu kali, dr. Charles Mayo (1865-1939) - pendiri Mayo Clinic yang terkenal di dunia, mendapat kunjungan seorang tamu dari Inggris. Tamu itu menginap di kediaman Charles di Rochester.
Sang tamu meletakkan sepatu di luar kamar sebelum tidur, berharap ada pelayan yang akan membersihkan sepatunya. Melihat ada sepatu tamu di luar kamar, Charles mengambil sepatu itu dan membersihkannya sendiri.
Ketika membuka pintu keesokan pagi, sang tamu sangat senang melihat sepatunya berkilat. Ia tidak tahu, tuan rumah yang telah melakukan pekerjaan yang lazimnya dikerjakan seorang pelayan.
Charles Mayo benar-benar memahami arti melayani dengan rendah hati. Sering kali kita terbiasa ingin diakui dan didengar. Kita sulit mengalahkan ego kita yang biasa dimanja. Kita perlu menyadari, tak ada pekerjaan yang terlalu hina untuk dilakukan.
(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
Sang tamu meletakkan sepatu di luar kamar sebelum tidur, berharap ada pelayan yang akan membersihkan sepatunya. Melihat ada sepatu tamu di luar kamar, Charles mengambil sepatu itu dan membersihkannya sendiri.
Ketika membuka pintu keesokan pagi, sang tamu sangat senang melihat sepatunya berkilat. Ia tidak tahu, tuan rumah yang telah melakukan pekerjaan yang lazimnya dikerjakan seorang pelayan.
Charles Mayo benar-benar memahami arti melayani dengan rendah hati. Sering kali kita terbiasa ingin diakui dan didengar. Kita sulit mengalahkan ego kita yang biasa dimanja. Kita perlu menyadari, tak ada pekerjaan yang terlalu hina untuk dilakukan.
(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
Selasa, 18 November 2014
Jangan Pernah Menyerah!
Seorang ilmuwan terkemuka sedang mengawasi para mahasiswa di sebuah laboratorium. Ketika para mahasiswa gagal memperoleh hasil yang diinginkan dari sebuah eksperimen, raut wajah mereka tampak sangat kecewa dan sedih.
"Saudara-saudara," kata sang ilmuwan, "ketika Anda berhadapan dengan kesulitan, Anda sedang menghadapi penemuan!"
Sudah banyak penemuan dihasilkan oleh ilmuwan yang sama sekali tidak mau menyerah, bahkan ketika kekalahan sudah mengintai mereka.
Simaklah, sejarah mencatat contoh tak terhitung dari orang-orang yang sama sekali tak mau menyerah. Henry Ford gagal dan bangkrut lima kali, sebelum mencapai kesuksesan. Beethoven mampu melampaui kesulitan akibat cacat pendengaran dan merangkai simfoni yang paling megah. Menderita buta, bisu, dan tuli sejak usia dini, Helen Keller mampu mencapai prestasi besar yang hanya bisa disamai beberapa orang.
Perbedaan antara mustahil dan ketidakmustahilan terletak pada tekad. Jangan pernah menyerah!
(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
"Saudara-saudara," kata sang ilmuwan, "ketika Anda berhadapan dengan kesulitan, Anda sedang menghadapi penemuan!"
Sudah banyak penemuan dihasilkan oleh ilmuwan yang sama sekali tidak mau menyerah, bahkan ketika kekalahan sudah mengintai mereka.
Simaklah, sejarah mencatat contoh tak terhitung dari orang-orang yang sama sekali tak mau menyerah. Henry Ford gagal dan bangkrut lima kali, sebelum mencapai kesuksesan. Beethoven mampu melampaui kesulitan akibat cacat pendengaran dan merangkai simfoni yang paling megah. Menderita buta, bisu, dan tuli sejak usia dini, Helen Keller mampu mencapai prestasi besar yang hanya bisa disamai beberapa orang.
Perbedaan antara mustahil dan ketidakmustahilan terletak pada tekad. Jangan pernah menyerah!
(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
Sabtu, 15 November 2014
Emosi Negatif dan Saat Ini
Sebagian besar emosi negatif tak ada kaitan dengan kehidupan kita saat ini. Kita biasanya menyimpan semua perasaan yang tidak berani kita tuntaskan, lalu menciptakan pengalaman di dalam hidup kita saat ini yang memberi kesempatan bagi kita untuk melepaskan emosi masa lalu.
Seandainya kita melihat lebih dalam lagi, kita akan menyadari bahwa sebagian besar rasa sakit yang kita alami tidak ada kaitannya dengan keadaan saat ini. Rasa sakit yang dialami saat ini hanyalah secuil dari yang dibutuhkan untuk memicu perasaan yang telah kita simpan dalam jangka waktu lama. Kita perlu mengeluarkan perasaan-perasaan ini, agar kita menjadi lebih terbuka dan dapat menerimanya.
Jika dibiarkan terpendam, perasaan-perasaan tersebut akan membusuk di dalam diri kita dan menjadi racun, merusak kesehatan dan semangat kita untuk menikmati hidup dan hubungan kita.
Latihan
Hari ini, cermatilah lebih dalam salah satu konflik yang Anda alami. Sadarilah bahwa konflik ini ditimbulkan oleh situasi lama yang membawa emosi yang tak pernah Anda tuntaskan. Entah Anda masih bersentuhan atau tidak dengan situasi lama itu, cobalah hayati perasaan ini sampai benar-benar hilang.
Bersedialah menerima bahwa pasangan Anda atau orang lain di sekitar Anda bukan penyebabnya. Mereka sebenarnya membantu Anda untuk menciptakan penyembuhan bagi diri Anda sendiri. Mereka membantu Anda menjadi lebih terbuka kepada kehidupan, sehingga Anda dapat menerima dan menikmati kebahagiaan Anda.
(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Seandainya kita melihat lebih dalam lagi, kita akan menyadari bahwa sebagian besar rasa sakit yang kita alami tidak ada kaitannya dengan keadaan saat ini. Rasa sakit yang dialami saat ini hanyalah secuil dari yang dibutuhkan untuk memicu perasaan yang telah kita simpan dalam jangka waktu lama. Kita perlu mengeluarkan perasaan-perasaan ini, agar kita menjadi lebih terbuka dan dapat menerimanya.
Jika dibiarkan terpendam, perasaan-perasaan tersebut akan membusuk di dalam diri kita dan menjadi racun, merusak kesehatan dan semangat kita untuk menikmati hidup dan hubungan kita.
Latihan
Hari ini, cermatilah lebih dalam salah satu konflik yang Anda alami. Sadarilah bahwa konflik ini ditimbulkan oleh situasi lama yang membawa emosi yang tak pernah Anda tuntaskan. Entah Anda masih bersentuhan atau tidak dengan situasi lama itu, cobalah hayati perasaan ini sampai benar-benar hilang.
Bersedialah menerima bahwa pasangan Anda atau orang lain di sekitar Anda bukan penyebabnya. Mereka sebenarnya membantu Anda untuk menciptakan penyembuhan bagi diri Anda sendiri. Mereka membantu Anda menjadi lebih terbuka kepada kehidupan, sehingga Anda dapat menerima dan menikmati kebahagiaan Anda.
(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Kamis, 13 November 2014
Perjalanan bersama Malaikat
Suatu hari aku bermimpi pergi ke surga ditemani seorang malaikat. Kami berjalan masuk ke ruang-ruang kerja penuh para malaikat.
Malaikat yang menemaniku berhenti di depan ruang kerja pertama dan berkata, "Ini bagian penerimaan. Semua permohonan yang ditujukan kepada Tuhan diterima." Aku melihat para malaikat sibuk memilah-milah semua permohonan dari umat manusia di seluruh dunia.
Kemudian kami berjalan melalui koridor yang panjang dan tiba di ruang kerja kedua. "Ini bagian pengepakan dan pengiriman. Di sini, kemuliaan dan berkat yang diminta umat manusia diproses dan dikirim kepada mereka yang memohonnya," kata sang malaikat. Aku perhatikan, di ruang ini para malaikat juga bekerja keras.
Perjalanan kami lanjutkan sampai tiba di ujung koridor. Kami berhenti di sebuah ruang kerja yang sangat kecil. Hanya ada satu malaikat duduk di sini, ia hampir tidak melakukan apa pun. "Ini bagian pernyataan terima kasih," ujar malaikat yang mengantarku berkeliling.
"Mengapa hampir tidak ada pekerjaan di sini?" tanyaku.
"Setelah manusia menerima berkat yang mereka mohon, sangat sedikit dari antara mereka yang menyatakan terima kasih kepada Tuhan," malaikat itu menjelaskan.
"Bagaimana seharusnya manusia menyatakan terima kasihnya, dan berkat apa saja yang perlu disyukuri?" aku bertanya lagi.
"Sederhana sekali, cukup katakan 'terima kasih, Tuhan.' Jika engkau punya makanan di kulkas, pakaian yang menutup tubuhmu, dan rumah; maka engkau lebih kaya dari 75% penduduk di dunia. Jika engkau punya uang di bank, di dompetmu, dan uang receh; maka engkau termasuk di antara 8% orang yang sejahtera hidupnya di dunia," kata sang malaikat.
Malaikat itu lalu melanjutkan, "Jika engkau bangun pagi ini dan merasa sehat; jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam perang, kesepian dalam penjara, kesengsaraan penyiksaan, atau kelaparan yang hebat; engkau lebih beruntung dari 700 juta orang di dunia. Jika engkau masih bisa mencintai, engkau termasuk orang besar; karena cinta adalah berkat Tuhan yang tidak didapat dari mana pun. Jika engkau dapat tersenyum, engkau tidak seperti orang kebanyakan yang kerap berada dalam keraguan dan keputusasaan. Jika engkau membaca pesan ini, engkau lebih diberkati dari 2 juta orang di dunia yang tidak bisa membaca sama sekali."
Nikmatilah hari-harimu. Bersyukurlah atas berbagai berkat yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu. Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambahkan lebih banyak nikmat kepada kita.
(Dari: Buku Inspiring Stories - Kisah-kisah Inspiratif Pilihan yang Menggugah Jiwa, editor Wahyudi Sutrisno. Penerbit Cakrawala, 2009)
Malaikat yang menemaniku berhenti di depan ruang kerja pertama dan berkata, "Ini bagian penerimaan. Semua permohonan yang ditujukan kepada Tuhan diterima." Aku melihat para malaikat sibuk memilah-milah semua permohonan dari umat manusia di seluruh dunia.
Kemudian kami berjalan melalui koridor yang panjang dan tiba di ruang kerja kedua. "Ini bagian pengepakan dan pengiriman. Di sini, kemuliaan dan berkat yang diminta umat manusia diproses dan dikirim kepada mereka yang memohonnya," kata sang malaikat. Aku perhatikan, di ruang ini para malaikat juga bekerja keras.
Perjalanan kami lanjutkan sampai tiba di ujung koridor. Kami berhenti di sebuah ruang kerja yang sangat kecil. Hanya ada satu malaikat duduk di sini, ia hampir tidak melakukan apa pun. "Ini bagian pernyataan terima kasih," ujar malaikat yang mengantarku berkeliling.
"Mengapa hampir tidak ada pekerjaan di sini?" tanyaku.
"Setelah manusia menerima berkat yang mereka mohon, sangat sedikit dari antara mereka yang menyatakan terima kasih kepada Tuhan," malaikat itu menjelaskan.
"Bagaimana seharusnya manusia menyatakan terima kasihnya, dan berkat apa saja yang perlu disyukuri?" aku bertanya lagi.
"Sederhana sekali, cukup katakan 'terima kasih, Tuhan.' Jika engkau punya makanan di kulkas, pakaian yang menutup tubuhmu, dan rumah; maka engkau lebih kaya dari 75% penduduk di dunia. Jika engkau punya uang di bank, di dompetmu, dan uang receh; maka engkau termasuk di antara 8% orang yang sejahtera hidupnya di dunia," kata sang malaikat.
Malaikat itu lalu melanjutkan, "Jika engkau bangun pagi ini dan merasa sehat; jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam perang, kesepian dalam penjara, kesengsaraan penyiksaan, atau kelaparan yang hebat; engkau lebih beruntung dari 700 juta orang di dunia. Jika engkau masih bisa mencintai, engkau termasuk orang besar; karena cinta adalah berkat Tuhan yang tidak didapat dari mana pun. Jika engkau dapat tersenyum, engkau tidak seperti orang kebanyakan yang kerap berada dalam keraguan dan keputusasaan. Jika engkau membaca pesan ini, engkau lebih diberkati dari 2 juta orang di dunia yang tidak bisa membaca sama sekali."
Nikmatilah hari-harimu. Bersyukurlah atas berbagai berkat yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu. Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambahkan lebih banyak nikmat kepada kita.
(Dari: Buku Inspiring Stories - Kisah-kisah Inspiratif Pilihan yang Menggugah Jiwa, editor Wahyudi Sutrisno. Penerbit Cakrawala, 2009)
Senin, 10 November 2014
Keluhanku adalah Serangan Langsung pada Diriku
Setiap kali kita mengeluh, kita mengatakan kita tidak punya kekuatan untuk mengubah keadaan. Tentu saja hal itu tidak benar, karena kita punya kekuatan besar untuk bertindak.
Ketika kita mengeluh, kita membuat diri kita kecil. Ada risiko yang takut kita hadapi, dan ada beberapa tindakan yang tidak kita lakukan padahal kita perlu melakukannya.
Ketika kita mengeluh, kita menjadi bagian dari masalah. Kita seakan berkata, "Masalah ini nyata dan saya terperangkap di dalamnya. Saya tak dapat melakukan apa-apa." Justru sebaliknya!
Latihan
Hari ini, lihatlah bagaimana Anda dapat melakukan perubahan.
Tahan diri sebelum mengeluh. Daripada mengeluh, lebih baik Anda melangkah maju untuk mendekati seseorang, memaafkan seseorang, atau melakukan tindakan tertentu yang dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Perhatikan keluhan yang Anda ucapkan dan yang ada di dalam pikiran Anda. Seperti yang ditulis Edward E. Cummings (1894-1962) - penulis puisi, pelukis, dramawan asal Amerika Serikat - dalam sajaknya, "Lebih baik aku belajar menyanyi pada seekor burung daripada mengajari sepuluh ribu bintang untuk tidak menari."
(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Ketika kita mengeluh, kita membuat diri kita kecil. Ada risiko yang takut kita hadapi, dan ada beberapa tindakan yang tidak kita lakukan padahal kita perlu melakukannya.
Ketika kita mengeluh, kita menjadi bagian dari masalah. Kita seakan berkata, "Masalah ini nyata dan saya terperangkap di dalamnya. Saya tak dapat melakukan apa-apa." Justru sebaliknya!
Latihan
Hari ini, lihatlah bagaimana Anda dapat melakukan perubahan.
Tahan diri sebelum mengeluh. Daripada mengeluh, lebih baik Anda melangkah maju untuk mendekati seseorang, memaafkan seseorang, atau melakukan tindakan tertentu yang dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Perhatikan keluhan yang Anda ucapkan dan yang ada di dalam pikiran Anda. Seperti yang ditulis Edward E. Cummings (1894-1962) - penulis puisi, pelukis, dramawan asal Amerika Serikat - dalam sajaknya, "Lebih baik aku belajar menyanyi pada seekor burung daripada mengajari sepuluh ribu bintang untuk tidak menari."
(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Kamis, 06 November 2014
Pelan-Pelan
Suatu kali Charles Swindoll (80 tahun), pendidik, penulis, dan pengkhotbah asal Texas, Amerika Serikat, harus menyelesaikan berbagai pekerjaan yang mendesak. Ia menjadi tegang dan terburu-buru. Saat makan malam, ia segera menghabiskan makanannya dan membentak-bentak istrinya.
"Begitulah gejala lazim orang yang jengkel," kenang Swindoll, "Tak lama kemudian, semua orang di rumah takut padaku. Kedamaian di rumah pun lenyap."
Suatu malam, saat makan bersama, anak perempuan Swindoll yang masih kecil tampak ingin mengatakan sesuatu. Dengan wajah serius dan tampak cemas, gadis kecil itu mendekat ke Swindoll dan berkata, "Ayah, ada sesuatu yang menarik terjadi di sekolah hari ini. Bolehkah aku menceritakannya dengan sangat cepat?"
Sebuah kesadaran baru muncul dalam hati Swindoll. Ia memeluk putrinya dan berujar, "Ceritakan semuanya, sayang. Kau tak perlu terburu-buru. Ceritakan pelan-pelan saja."
Putrinya menanggapi, "Baiklah, aku akan menceritakannya pelan-pelan. Tetapi, apakah Ayah yakin bisa mendengarkan secara pelan-pelan?"
Betapa banyak kegembiraan-kegembiraan kecil dalam hidup ini hilang begitu saja, karena kita tidak bisa berjalan, berbicara, berpikir, atau mendengarkan secara pelan-pelan!
(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
"Begitulah gejala lazim orang yang jengkel," kenang Swindoll, "Tak lama kemudian, semua orang di rumah takut padaku. Kedamaian di rumah pun lenyap."
Suatu malam, saat makan bersama, anak perempuan Swindoll yang masih kecil tampak ingin mengatakan sesuatu. Dengan wajah serius dan tampak cemas, gadis kecil itu mendekat ke Swindoll dan berkata, "Ayah, ada sesuatu yang menarik terjadi di sekolah hari ini. Bolehkah aku menceritakannya dengan sangat cepat?"
Sebuah kesadaran baru muncul dalam hati Swindoll. Ia memeluk putrinya dan berujar, "Ceritakan semuanya, sayang. Kau tak perlu terburu-buru. Ceritakan pelan-pelan saja."
Putrinya menanggapi, "Baiklah, aku akan menceritakannya pelan-pelan. Tetapi, apakah Ayah yakin bisa mendengarkan secara pelan-pelan?"
Betapa banyak kegembiraan-kegembiraan kecil dalam hidup ini hilang begitu saja, karena kita tidak bisa berjalan, berbicara, berpikir, atau mendengarkan secara pelan-pelan!
(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
Selasa, 04 November 2014
Memberi Kehidupan
Bill dan Genevive berada di persimpangan. Pengasuh anak mereka berhenti. Setelah beberapa bulan menitipkan ketiga anak mereka yang masih kecil ke teman-teman, kakek-nenek, orangtua; ketegangan keluarga itu memuncak.
Tak ada fasilitas penitipan anak di dekat tempat tinggal mereka. Akhirnya mereka memutuskan, Genevive akan terus bekerja, karena pendapatannya akan mencukupi keluarga. Bill tinggal di rumah dengan anak-anak.
Awalnya, Bill merasa senang tinggal di rumah, namun belakangan ia frustasi. Ia mulai tersinggung oleh karier istrinya yang berkembang. Suatu hari, ketika sedang memasak untuk makan malam, ia tertarik akan berita yang sedang ditayangkan di televisi: dua gadis di daerahnya diculik dan dibunuh. Bill mengangkat putri bungsunya yang berumur tiga tahun dan memeluknya. Ia lalu keluar rumah, mendapati dua putranya sedang bermain.
"Kalau aku bekerja, aku tak akan ada di sini melihat anak-anakku dan memeluk mereka. Aku tidak akan melihat putri kecilku menjejakkan langkah partamanya atau menyaksikan putraku melakukan pukulan pertama dalam pertandingan baseball di sekolah. Aku memberikan diriku untuk keluargaku - dengan cara membantu mereka bertumbuh," Bill merenung.
Sejak itu, bila orang-orang bertanya kepada Bill apa yang dikerjakannya, ia berkata dengan mantap, "Aku memberi kehidupan untuk anak-anakku."
(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)
Tak ada fasilitas penitipan anak di dekat tempat tinggal mereka. Akhirnya mereka memutuskan, Genevive akan terus bekerja, karena pendapatannya akan mencukupi keluarga. Bill tinggal di rumah dengan anak-anak.
Awalnya, Bill merasa senang tinggal di rumah, namun belakangan ia frustasi. Ia mulai tersinggung oleh karier istrinya yang berkembang. Suatu hari, ketika sedang memasak untuk makan malam, ia tertarik akan berita yang sedang ditayangkan di televisi: dua gadis di daerahnya diculik dan dibunuh. Bill mengangkat putri bungsunya yang berumur tiga tahun dan memeluknya. Ia lalu keluar rumah, mendapati dua putranya sedang bermain.
"Kalau aku bekerja, aku tak akan ada di sini melihat anak-anakku dan memeluk mereka. Aku tidak akan melihat putri kecilku menjejakkan langkah partamanya atau menyaksikan putraku melakukan pukulan pertama dalam pertandingan baseball di sekolah. Aku memberikan diriku untuk keluargaku - dengan cara membantu mereka bertumbuh," Bill merenung.
Sejak itu, bila orang-orang bertanya kepada Bill apa yang dikerjakannya, ia berkata dengan mantap, "Aku memberi kehidupan untuk anak-anakku."
(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)
Sabtu, 01 November 2014
Suatu Hari di Tingkat 103
Langit agak mendung, suhu udara sekitar 20 derajat Celcius. Pada pukul 8.45 pagi, orang-orang yang bekerja dilantai 103 sedang menuang kopi, membenahi meja mereka, dan meninjau kembali janji-janji pertemuan hari Selasa itu. Ada yang bersenda gurau dengan rekan-rekan sekerja, yang lain memandang ke pelabuhan dari ketinggian gedung kantor mereka.
Satu menit kemudian, hal-hal tersebut tidak lagi berarti. Dua puluh lantai di bawahnya, pesawat Boeing 757 menabrak gedung, menyebabkan lantai 103 terputus, terperangkap, tak berdaya. Tetapi, belum mati.
Saat Anda memiliki waktu hanya 10 menit lagi untuk hidup di dunia ini, apa yang Anda pikirkan? Apa yang penting dalam detik-detik terakhir itu? Melihat kematian dari perspektif ini bukanlah hal yang tidak wajar; sebaliknya, bisa membantu kita melihat kehidupan.
Mereka yang bisa menemukan telepon, langsung menghubungi pasangan mereka untuk mengatakan, "Aku cinta kepadamu;" kepada anak-anak mereka untuk menyatakan, "Kamu sungguh berharga;" atau kepada orangtua mereka untuk mengatakan, "Terima kasih," yang terakhir kali. Tentu saja, mereka yang tengah berdiri di ambang dunia lain juga akan berpikir tentang Allah - tentang kebenaran, kekekalan, pembebasan, dan kasih karunia.
Pada waktu yang dramatis seperti itu, tiba-tiba manusia menyadari betapa berartinya prioritas-prioritas dalam kehidupan. Bila kita tidak bergerak untuk menetapkan hal-hal paling penting dalam hidup kita dan menjaganya, maka laju kehidupan yang kencang dengan beban berlebihan setiap hari akan membutakan kita terhadap prioritas-prioritas yang kekal. Kita baru menyadarinya pada saat berdiri di dekat jendela seperti di gedung bertingkat itu, dan mungkin disertai rasa penyesalan.
Perlambatlah laju kehidupan Anda. Seandainya Anda berada di tingkat 103, hal-hal apa yang Anda anggap penting? Lakukanlah hal itu. Buatlah ruang dalam kehidupan Anda untuk hal-hal yang paling berarti dalam hidup ini.
(Dari: Buku A Minute of Margin - Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)
Satu menit kemudian, hal-hal tersebut tidak lagi berarti. Dua puluh lantai di bawahnya, pesawat Boeing 757 menabrak gedung, menyebabkan lantai 103 terputus, terperangkap, tak berdaya. Tetapi, belum mati.
Saat Anda memiliki waktu hanya 10 menit lagi untuk hidup di dunia ini, apa yang Anda pikirkan? Apa yang penting dalam detik-detik terakhir itu? Melihat kematian dari perspektif ini bukanlah hal yang tidak wajar; sebaliknya, bisa membantu kita melihat kehidupan.
Mereka yang bisa menemukan telepon, langsung menghubungi pasangan mereka untuk mengatakan, "Aku cinta kepadamu;" kepada anak-anak mereka untuk menyatakan, "Kamu sungguh berharga;" atau kepada orangtua mereka untuk mengatakan, "Terima kasih," yang terakhir kali. Tentu saja, mereka yang tengah berdiri di ambang dunia lain juga akan berpikir tentang Allah - tentang kebenaran, kekekalan, pembebasan, dan kasih karunia.
Pada waktu yang dramatis seperti itu, tiba-tiba manusia menyadari betapa berartinya prioritas-prioritas dalam kehidupan. Bila kita tidak bergerak untuk menetapkan hal-hal paling penting dalam hidup kita dan menjaganya, maka laju kehidupan yang kencang dengan beban berlebihan setiap hari akan membutakan kita terhadap prioritas-prioritas yang kekal. Kita baru menyadarinya pada saat berdiri di dekat jendela seperti di gedung bertingkat itu, dan mungkin disertai rasa penyesalan.
Perlambatlah laju kehidupan Anda. Seandainya Anda berada di tingkat 103, hal-hal apa yang Anda anggap penting? Lakukanlah hal itu. Buatlah ruang dalam kehidupan Anda untuk hal-hal yang paling berarti dalam hidup ini.
(Dari: Buku A Minute of Margin - Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)
Langganan:
Postingan (Atom)