Setiap hari dunia semakin rumit. Arah kemajuan yang otomatis adalah menuju peningkatan kerumitan. Kecenderungan ini kebanyakan kita sukai, karena kita menyukai perangkat keras yang canggih dan keren seperti pesawat ulang-alik, komputer super, jantung buatan, GPS (Global Positioning System).
Namun, kerumitan bisa menjadi berkah, bisa pula sangat mengganggu. Sebagai contoh, dunia medis menjadi luar biasa kompleks. Ketika buku referensi kedokteran pertama kali muncul tahun 1947, buku itu hanya berisi 300 halaman. Kini, buku itu setebal 3.000 halaman, dan tak ada seorang dokter pun di dunia yang mengetahui semua jenis pengobatan tersebut.
Kartu kredit Discover dan perusahaan telepon interlokal Sprint bersama-sama mengiklankan layanan mereka untuk telepon interlokal: "Menelepon dengan kartu kredit Anda itu mudah, yang perlu Anda lakukan hanyalah menekan 42 angkanya!"
Semua teknologi ada dampak positif dan negatif yang berkaitan dengan kompleksitas. Tanggung jawab kita memahami dinamika ini, kemudian setiap hari membuat keputusan yang berkaitan dengan dampak paling dominan.
Tidak cukup hanya melihat berapa banyak kecenderungan teknologis ini bisa membantu. Yang lebih penting, kita perlu memahami seberapa banyak teknologi ini bisa merusak. Janganlah hal-hal trendi atau gemerlapan menggoda kita untuk menerima kompleksitas, bila itu membahayakan dimensi-dimensi kehidupan yang sangat penting dalam emosi, relasi, dan spiritual.
Meskipun di sekeliling kita hidup ini menjadi lebih ruwet, upayakan agar kehidupan spiritual kita tidak menjadi lebih ruwet.
(Dari: Buku A Minute of Margin - Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar